Mohon tunggu...
Abdul Malik
Abdul Malik Mohon Tunggu... Penulis - Penulis seni budaya

Penulis seni budaya.Menetap di Malang.

Selanjutnya

Tutup

Seni

Membaca Karya Ratna Indraswari Ibrahim

20 Mei 2024   12:18 Diperbarui: 20 Mei 2024   12:27 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ratna Indraswari Ibrahim.Dok.Rumah Budaya Ratna

 Sejarah kita seperti sebuah genangan yang di dalamnya penuh dengan kaca. Kalau kita masuk, kita terluka --Afrizal Malna

RATNA INDRASWARI IBRAHIM (1949-2011), sastrawan Malang, memasuki sejarah kelam negeri ini tanpa gamang. Berusaha menyembuhkan luka-luka yang dideranya dengan menulis. Novel 1998 dan  Lemah Tanjung adalah dua buku yang mencatat perziarahannya pada lorong sejarah negeri ini. Lewat sastra Ratna Indraswari Ibrahim mengabadikan mozaik sejarah negeri ini, khususnya Malang. Novel 1998 dan Lemah Tanjung adalah karya magnum opus Ratna Indraswari Ibrahim. Dua buku tersebut didiskusikan di Warung Kelir Jl.Panglima Sudirman, Rampal Malang, oleh Prof DR Djoko Saryono, MPd, Yusri Fajar dan Aridia Elwiq Primadani. Dwi Ratih Ramadhany sebagai moderator. Sebuah peristiwa kebudayaan tepat di Hari Kebangkitan Nasional. Pelangi Sastra Malang (On Stage) # 37 diselenggarakan oleh Komunitas Pelangi Sastra Malang. Salah satu narasumber, Yusri Fajar (37), alumnus Universitas Bayreuth Bayern, Jerman, mengulas dengan runut dua buku tersebut. Menurutnya dalam novel 1998, yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2012, Ratna Indraswari Ibrahim menjadikan  Malang sebagai sentral  gerakan reformasi, bukan Jakarta.

"Pada pertengahan 1994 aku masuk kuliah di Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Brawijaya di Kota Malang. Aku masuk dunia kampus dan bertemu dengan teman-teman baru: Neno, Heni, Marzuki, Gundul, Rudi, dan Zizi. Mereka adalah magnet yang beredar di duniaku. Daya tarik mereka luar biasa." (hal.1)

Saat Mbak Ratna, demikian saya biasa memanggilnya, menyelesaikan novel 1998, saya masih sering silaturahmi ke rumahnya di Jl. Diponegoro 3 Malang. Semula novel tersebut berjudul Saksi Mata, namun menjelang naik cetak ada perubahan judul karena Saksi Mata sudah dipakai Seno Gumira Ajidarma untuk kumpulan cerpennya. Dipilih 1998 sebagai penanda bahwa di tahun tersebut peristiwa reformasi dan pergantian kekuasaan terjadi. Judul 1998 mengingatkan saya pada judul buku George Orwell "1984". Tak apalah, selama kita masih dibawah langit, memang tak ada yang benar-benar baru. Demikian sebuah kalimat bijak yang pernah saya baca. Nama-nama tokoh dalam novel 1988, sebagian besar adalah nama-nama yang ada dalam dunia real. Mereka adalah sahabat-sahabat Mbak Ratna yang sering berdiskusi maupun sekedar mampir minum kopi di Jl.Diponegoro 3. Mbak Ratna 'meminjam' nama-nama mereka sebagai nama tokoh dalam novel 1998. Salah satu tokoh di novel 1998 adalah Zizi, dalam dunia nyata adalah panggilan akrab Azizah Hefni, alumnus Fakultas Syari'ah Universitas Islam Negeri Malang. Cerpennya "Pleidooi" dimuat sekaligus menjadi judul kumpulan cerpen Pleidooi, Pelangi Sastra Malang Dalam Cerpen (Mozaik Community, Malang, 2009). Zizi kini tinggal di Jogja.Tokoh  Gundul adalah Nurahman Joko Wiryanu, alumnus Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Angkatan 1986. Awalnya membentuk kelompok diskusi Gemapakasi dengan Didit 'Dalbo" Aditya Harsa (alm). Kemudian mendirikan Forkom (Forum Komunikasi Mahasiswa Malang), gerakan advokasi untuk rakyat, kelompok yang menolak mahasiswa ekstra kampus Cipayung. Gundul adalah panggilan akrabnya. Saya beberapa kali bertemu Cak Gundul di rumah Mbak Ratna, menjelang novel 1998 rampung.  Novel 1998 berkisah tentang runtuhnya rezim Orde Baru oleh gerakan reformasi. Mbak Ratna membalut kisah dalam novel tersebut lewat tokoh Neno, aktivis mahasiswa Universitas Brawijaya yang memiliki kekasih Putri, anak Walikota Malang. Jika kita menelisik sejarah Kota Malang, di tahun 1994-1998 sesuai dengan setting waktu di novel 1998, maka Walikota Malang saat itu adalah H.M.Soesamto (menjabat 1988-1998). Lalu siapakah tokoh Neno?  "Di Malang tak ada aktivis yang diculik hanya kawan-kawan Partai Rakyat Demokratik (PRD) pasca Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) 91-92. Di Malang, PRD hanya di Universitas Muhammadiyah Malang dipimpin oleh Wiwin. Penculikan dikuntit sepulang dari YLBHI. Yang pacaran dengan anak walikota adalah Gugun kawan Forum Komunikasi Mahasiswa Surabaya, kuliah di Fakultas Hukum Unair. Anak pendeta GKJW Sitiharjo. Dia pacaran dengan anak Pak Tom Walikota Malang di  Jl.Ijen. Gugun sekarang menikah dengan dosen IKIP," Jumali, salah satu aktivis Malang berkirim kabar dari Bogor. "Ada aktivis Malang namanya Masduki, alumni Fakultas Hukum Universitas Brawijaya angkatan 86 sama dengan Gundul. Masduki kayak tokoh dalam novel Cintaku di Kampus Biru karya Ashadi Siregar, dia naik skuter. Kini Masduki menarik diri dari politik. Masduki macul bertanam jeruk di Srono Banyuwangi dan masih membujang. Tahun 2000-an saya ketemu Masduki di Tebet Jakarta bikin sekber yang dibantu Rizal Ramli.Masduki sempat saling taksir dengan Yeny Rosa Damayanti, anak Brigjen", Jumali menambahkan sejumlah informasi. "secara kwalitatif mas e gundul yang namanya rudy da'ok itu yang dekat luar dalam dengan mbak ratna, luar dalam, inspiratif konon juga yang support relasi hingga mbak ratna ikut festival beijing, disamping mbak lastri kompas.". Boleh jadi, tokoh Rudi di novel 1998 merujuk pada Rudi Da'uk.

Novel 1998 karya terakhir Ratna Indraswari Ibrahim  (1949-2011)  diterbitkan Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2012. (dok. Abdul Malik)
Novel 1998 karya terakhir Ratna Indraswari Ibrahim  (1949-2011)  diterbitkan Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2012. (dok. Abdul Malik)

Novel 1998 memang tak sepenuhnya murni karya jurnalistik dan investigasi sehingga tak semua hal yang terjadi di dunia nyata 'diangkut' ke dalam karya sastra. Namun demikian 1998 juga tak sepenuhnya fiksi, karena didalamnya mencatat peristiwa-peristiwa yang memang terjadi. Sebut saja cerita penculikan mahasiswa (lewat tokoh Neno) yang belum tuntas hingga hari ini.

"Penggalian kisah hidup Neno sendiri sebetulnya tidak kemana-mana. Dia berada di suatu ruangan yang tidak jauh dari rumah yang ditumpangi teman-temannya.Waktu itu Neno bersama teman-teman ke Senayan. Pada malam itu dia kepingin ke warung telekomunikasi untuk menelepon Putri. Kemudian dua orang menguntit dan mengajaknya masuk ke mobil. "Kita ngobrol sebentar. Kami ingin membuktikan kamu bukan agen CIA." Neno tercengang dan sebelum sempat berargumentasi dia sudah diseret masuk dalam mobil. Mereka menyeret Neno ke sebuah rumah kosong dan membiarkannya selama 3  hari tanpa seorangpun yang datang. Kemudian dengan mata yang ditutup Neno dipindahkan, lalu  masuk ke sebuah sel yang pengap. Satu-satunya  yang diinginkan Neno waktu itu adalah hal sedehana, udara  segar seperti udara  di halaman belakang rumahnya. (hal.227).

 

Novel 1998 memang membawa kita pada usaha melawan lupa. Sebuah usaha yang membutuhkan energi besar, boleh jadi malah membuat kita menjadi sendiri."Ratna Indraswari Ibrahim adalah sosok yang telah menemukan kesejatian diri sebagai manusia. Lewat karya-karya sastranya membuktikan bahwa Ratna Indraswari Ibrahim begitu gigih dalam melawan segala hal, baik kultural maupun sosial," Prof DR Djoko Saryono, MPd, dari Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang dalam orasi budaya bertajuk "Ratna, Sastra dan Kemanusiaan".

Malam itu, Komunitas Pelangi Sastra Malang menghadirkan sebuah "legacy" bagi Ratna Indraswari Ibrahim. "Poinnya pada karya-karya Mbak Ratna, Lemah Tanjung misalnya dalam kajian kritik sastra lingkungan, dalam novel 1998 pun memberi inspirasi tentang pergerakan 1998 saat jatuhnya orde baru. Nah, karya-karya Mbak Ratna perlu dibaca, diapresiasi dan perlu kritik. Stimulus itulah Pelangi Sastra Malang bikin acara," ujar Denny Mizhar, koordinator Komunitas Pelangi Sastra Malang sembari meng-update portal sastra www.pelangisastramalang.org bersama Redy Eko Prastyo. "Sehabis Lebaran nanti Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya bekerjasama dengan Pelangi Sastra Malang akan menyelenggarakan Workshop Menulis Esai. Pesertanya 30 hingga 40 orang.Syaratnya menyerahkan tulisan berupa esai tema sosial, politik, budaya dan sastra. Gratis".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun