Mohon tunggu...
Yusmin Abdul Malik
Yusmin Abdul Malik Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa , Prodi Ekonomi Syariah Unpam Tangsel, suka membaca

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Merawat Keberagaman dengan menjalankan sila pertama

29 Desember 2024   20:31 Diperbarui: 29 Desember 2024   20:31 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Yusmin Abdul Malik | Mahasiswa Ekonomi Syariah | Unpam

Keanekaragaman masyarakat Indonesia adalah sesuatu yang absolut. Penduduknya tak satu jenis warna kulit, tak satu macam agama, suku, dan adat istiadat, etnis, bahasa daerah, jenis kelamin dan orientasi seksual, status dan kelas sosial, serta warna politik dan ideologi.1 Jumlah penduduk Indonesia sudah lebih dari 276 juta. 2 Dari 17.508 pulau, penduduk tersebar secara tak merata di ribuan pulau, terutama di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Keanekaan itu diikat dalam nasionalisme Indonesia melalui Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 dan dalam proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Secara simbolik fakta fluralitas tersebut diteguhkan dalam Pasal 86A UUD 1945 dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. ( Hendardi Jurnal Pancasila )

Tentunya dalam merawat keberagaman ini di butuh effort dari semua pihak baik pemangku kebijakan dan masyarakat.

Sila pertama dalam pancasila menginformasikan kepada kita bahwa agama dan pengikutnya di lindungi oleh undang. Dan sudah terbukti memberikan konstribusi dalam merawat indonesia. Merawat keberagaman dan khazanah lokal yang sejak dahulu ada.

Namun demikian tidak sedikit pihak -- pihak yang memojokkan perbedaan ini sebagai sumber dari konflik antar anak bangsa. Itulah persepsi dominan yang sering dijadikan pedoman oleh sebagian masyarakat Indonesia, termasuk para pengambil kebijakan, dalam melihat konflik. Pemahaman inilah yang sebenarnya sudah subur tertanam dalam banyak benak masyarakat Indonesia. Persepsi keberagaman adalah ancaman, merupakan akselerator kuat yang ikut mendorong dan memperpanjang konflik sosial yang ada dan terjadi di Indonesia selama ini, yang pada hakikatnya berakar dari kesalahan dalam mengeloloa keberagaman yang dimiliki bangsa ini (Efendi, 2007 : 53).

Di Artikel ini saya akan coba share informasi bahwa Agama bisa menjadi landasan yang ampuh, dalam merawat keberagaman. Kata kunci yang hendaknya ada di setiap anak bangsa adalah toleransi. Dan Islam sebagai salah satu agama yang terbesar di indonesia mengajarkan dengan amat rinci tentang toleransi. Yang itu menjadi dasar merawat keberagaman.

Dalam sejarahnya yang panjang, Islam hampir tidak pernah lepas dari yang namanya toleransi. Pada masa tertentu, Islam tampil sebagai sosok yang mentoleransi, dan pada masa yang lain, Islam tampil sebagai pihak yang ditoleransi. Secara normatif, Islam dan toleransi telah digariskan untuk selalu bersama dan tidak dapat dipisahkan. Di mana ada Islam, di situ ada toleransi, dan Islam diturunkan salah satunya untuk mengusung toleransi.

Sangat banyak dasar hukum baik dari ayat-ayat al-Quran maupun Hadis Nabi SAW yang menunjukkan pentingnya sikap toleran dan keharusan menghargai keberagaman bagi umat Islam. Karenanya, tidak heran apabila toleransi mewarnai gerak dan gerik islam di semua ruang keilmuannya. Baik menyangkut aspek peribadatan ( Ubudiyah), interaksi-sosial (muamalah), maupun dalam aspek hukum pidana (jinayah).

Dalam bidang hukum misalnya, ketentuan-ketentuan yang diperkenalkan , islam dalam kontek hukum tidak seutuhnya baru yaitu sama sekali tidak di kenal oleh ummat manusia sebelumnya. Islam masih mengakui aturan atau ketetapan -- ketetapan hukum yang ada sebelum kedatangan islam ( Al Qaththan, tt 47 ). Menyadari kenyataan ini, sejumlah ahli hukum Islam (fuqaha) berusaha merumuskan satu pijakan hukum yang mampu mempertahankan bangunan toleransi antara umat Islam dengan umat sebelumnya, dengan menetapkan satu dasar hukum yang berbunyi: Syar'u man qoblana syar'u lana ( Syariat ummat yang terdahulu menjadi syariat buat kita ).

Memang eksistensi dasar hukum ini masih di perdebatkan oleh para ahli hukum Islam (fuqaha), namun umat Islam tidak dapat mengingkari keberadaan dasar hukum ini. Sebagian ahli hukum Islam menjadikan Syar'u man qoblana  ini sebagai pijakan yang kokoh (Abdul Aziz, tt: 46-47).

Pada dataran semangat, dapat dikatakan bahwa syar'u man qablana ini tidak lain untuk menjaga keberlangsungan bangunan toleransi dalam Islam. Selain itu, juga untuk menunjukkan bahwa ada keterkaitan yang sangat erat antara islam dan syarian sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun