Opini Oleh: Laode Abdul Majid 200501010156
Pasca tumbangnya Orde Baru, industri media massa Indonesia berkembang pesat, layaknya jamur di musim penghujan. Kebebasan pers yang semula terkekang mulai terbuka lebar, namun dengan kebebasan tersebut muncul tanggung jawab besar untuk menjaga kualitas informasi yang disampaikan kepada publik. Dalam rangka menata kebebasan pers agar tidak melampaui batas, pada 6 Agustus 1999, 24 dari 26 organisasi wartawan menandatangani Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) di Bandung, Jawa Barat. Kemudian, pada 14 Maret 2006, KEWI disempurnakan menjadi Kode Etik Jurnalistik Indonesia (KEJI), yang disetujui oleh 29 organisasi wartawan dan Dewan Pers. Hingga saat ini, KEJI menjadi pedoman bagi wartawan di Indonesia.
Kode Etik Jurnalistik pada dasarnya adalah pedoman moral dan profesional yang wajib dipatuhi oleh setiap jurnalis di Indonesia. Tujuannya adalah untuk menjaga integritas, independensi, dan profesionalisme wartawan dalam menyampaikan informasi kepada publik. Namun, meskipun Kode Etik Jurnalistik telah ada, pelanggaran terhadapnya masih marak terjadi, baik di media arus utama maupun media digital.
Sebagai contoh, pada edisi 3 Maret 2024, Majalah Tempo menerbitkan liputan investigasi berjudul "Main Upeti Izin Tambang" yang dinilai melanggar beberapa prinsip dalam Kode Etik Jurnalistik. Salah satu pelanggarannya adalah ketidakpatuhan terhadap kewajiban verifikasi informasi sebelum berita dipublikasikan. Akibatnya, liputan tersebut menyebarkan hoaks yang merugikan Kementerian Investasi/BKPM dan merusak kredibilitas media tersebut. Kasus ini menggambarkan pentingnya penerapan prinsip-prinsip jurnalistik yang tepat untuk menjaga akurasi dan kepercayaan publik.
Pada dasarnya, Kode Etik Jurnalistik terdiri dari sepuluh prinsip dasar yang harus dipegang oleh setiap wartawan, di antaranya adalah:
- Kebenaran dan Akurasi
Setiap informasi yang disampaikan kepada publik harus benar dan akurat. Wartawan bertanggung jawab untuk memverifikasi fakta-fakta sebelum berita diterbitkan. Verifikasi ini menjadi langkah penting untuk memastikan bahwa informasi yang diberikan tidak merugikan individu atau kelompok tertentu.
- Kemerdekaan dan Independensi
Wartawan harus bebas dari pengaruh pihak mana pun, baik itu pemerintah, kepentingan politik, maupun kepentingan komersial. Dengan demikian, mereka dapat melaporkan berita secara objektif dan independen, tanpa adanya intervensi eksternal.
- Keadilan dan Keseimbangan
Media harus menyajikan berita secara adil dan seimbang, dengan memberikan kesempatan kepada semua pihak untuk memberikan tanggapan. Hal ini mengharuskan jurnalis untuk menghindari bias dan memastikan bahwa berita yang disajikan mencakup berbagai perspektif yang ada.
- Keberagaman dan Inklusivitas
Media harus mencerminkan keberagaman sosial, budaya, dan politik di masyarakat. Ini termasuk memberikan ruang bagi kelompok-kelompok yang kurang terwakili atau terpinggirkan dalam masyarakat untuk menyuarakan pendapat mereka. Dengan mencerminkan keragaman ini, media dapat berperan dalam menciptakan inklusivitas sosial.
- Kehormatan dan Kehidupan Pribadi
Wartawan wajib menghormati kehidupan pribadi individu dan menghindari pelanggaran privasi, kecuali jika ada alasan kuat yang berkaitan dengan kepentingan publik. Prinsip ini mengingatkan kita untuk berhati-hati dalam menyeimbangkan antara kepentingan informasi dengan hak privasi seseorang.
- Kewaspadaan dan Kritisisme
Wartawan harus selalu waspada dan kritis terhadap informasi yang diterima, baik dari sumber langsung maupun melalui kanal-kanal lain. Mereka harus memastikan bahwa informasi yang diterima tidak mengandung bias atau manipulasi yang dapat menyesatkan publik.
- Tanggung Jawab dan Akuntabilitas