Mohon tunggu...
Abdullah Zain
Abdullah Zain Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Mahasiswa Universitas Diponegoro

In Harmonia Progressio

Selanjutnya

Tutup

Music

Mars Perindo adalah Bukti Efektivitas Label Musik di Zamannya

7 Maret 2023   07:01 Diperbarui: 7 Maret 2023   07:03 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Freepik.com / music

Dulu sebelum ada Spotify, Joox, SoundCloud, Instagram, dan Youtube, misalnya di awal tahun 2000an pasti semua penonton dan pedengar setia televisi hafal lagu-lagunya St12, Wali, Ungu, Peterpan, Dmasiv, Kangen Band, dan band-band lain yang mungkin itu bukan aliran genre musik yang mereka sukai. Nahh, ternyata dalang dibalik itu semua adalah label musik atau label rekaman, bukan label kertas yang digunakan untuk informasi harga yang ditempel di barang-barang, namun label yang ini yaitu perusahaan yang bergerak di bidang industri musik yang fungsinya dari mengelola rekaman musik hingga penjualannya, maka juga melakukan promosi dan perlindungan hak cipta atas karya dari artis atau grup musik yang sudah bekerja sama dengan perjanjian kontrak. Pokoknya biar karya itu bisa laku dan dikomersilkan, atau kalau sekarang biasa disebut dimonetisasi.
Kalau kalian tahu seperti Nagaswara itu adalah perusahaan label yang bekerja sama dengan band St 12 dan Wali, kalau Dmasiv dan Noah itu menggunakan label Musica Studio's. Karena ini perusahaan yang sifatnya memberikan jasa, maka tentu ada itung-itungan sendiri dibelakang mengenai bayaran pendapatan untuk pencipta lagu, artis, dan perusahaan label itu sendiri. Memang pada saat itu peran sebuah label musik ini dinilai sangat efektif untuk mengeksploitasi sebuah karya agar dapat laku di pasaran, karena platform atau media belum beraneka ragam seperti sekarang. Peran media paling besar saat itu adalah televisi, pokoknya sebagian besar lagu yang sering diputar di televisi pasti banyak yang hafal, hits, terus lambat laun banyak yang suka pula, sekalipun itu bukan termasuk genre musik yang mereka sukai. Kalau kalian tidak percaya coba baca penggalan teks dibawah...
"Marilah seluruh rakyat Indonesia
Arahkan pandanganmu kedepan
Raihlah mimpimu bagi nusa bangsa
Satukan tekad untuk masa depan......"
Nahh, jika kalian membacanya pakai nada, berarti statement yang diatas tadi benar, bahwa lagu yang sering diputar di televisi itu potensi untuk dihafal dan disukai orang akan lebih besar, sekalipun itu bukan termasuk genre yang mereka sukai. Penggalan teks diatas kan lirik lagu mars partai Perindo. Lagu itu muncul sekitar tahun 2015an, yang mana Partai Perindo adalah partai baru, bukan artis, apalagi grup band, jadi fans aja gak punya, walaupun lagunya bergenre pop, tapi itu adalah mars dari sebuah Partai. Nyatanya, masyarakat banyak yang hafal juga, mungkin kader-kader partai PDIP, PAN, Golkar, Demokrat, dan Gerindra juga lebih hafal masr partai Perindo dari pada mars partainya sendiri, ups.
Tingkat kehafalan masyarakat dengan lagu mars partai Perindo tadi tidak lain dan tidak bukan karena mereka sering mendengar di iklan televisi. Gimana tidak? Hary Tanoesoedibjo yang merupakan ketua partai Perindo itu setiap hari memutar 8 sampai 10 kali di MNC grup miliknya, yang channelnya antara lain adalah RCTI, MNC TV, Global TV, dan beberapa kanal MNC di Indovision. Yahh, sultaannn bebas dongggg.
Dengan begitu, ibarat membius telinga pendengar karena setiap hari dijejali lantunan mars Perindo tersebut, maka dengan cepat masyarakat pada hafal, hingga lagu itu sempat hits pada zamannya. Begitu juga lagu-lagu yang hits dari artis atau band di awal tahun 2000an yang hampir semua penikmat televisi hafal disetiap penggalan liriknya, walaupun tidak sepenuhnya mereka benar-benar menyukainya. Karena memang jika telinga kita terus-terusan dijejali lagu yang sama, walau awalnya jika didengar mungkin tidak enak ya lama-lama akan enak juga, sebab memang saat itu keberadaan media lain sangat terbatas untuk menambah referensi musik.
Acara musik televisi pada tahun 2000an dulu biasanya di channel ANTV dengan acara MTV Ampuh, KLIK, Mantap!, dan Planet Remaja yang terkenal dengan jargon "peace, love, and gaul!", di RCTI dengan acara Dahsyat, dan di SCTV dengan acara Inbox. Yaa salah satunya lewat media itu para perusahaan label musik berusaha agar artis atau band yang terikat kontrak dengan mereka dapat masuk di acara-acara musik tadi, karena pada saat itu televisi adalah media terbesar untuk dapat membranding sebuah produk. Jadi dulu kalau ada artis atau band yang ingin tenar tanpa bekerja sama dengan perusahaan label ya bisa dibilang sangat amat akan sulit sekali bung... Orang media yang paling banyak digandrungi masyarakat televisi, yang memiliki koneksi untuk bisa tampil di televisi ya salah satunya perusahaan label musik tersebut. beda dengan sekarang, sesuatu bisa viral, hits, dan dikonsumsi masyarakat bisa dengan berbagai media, antara lain ada Spotify, Joox, SoundCloud, Instagram, Tiktok, Youtube, dan semacamnya. Jadi, teruslah berkarya sebelum berkarya itu dilarang, contohnya pemberangusan mural. Ups.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun