Pemilu 2024 telah berlalu, namun sebagai masyarakat yang peduli terhadap masa depan negara adalah penting bagi kita untuk merenungi dan meresapi pengalaman serta pelajaran yang dapat diambil dari proses demokrasi tersebut. Salah satu aspek penting untuk direfleksikan adalah bagaimana kita sebagai pemilih dan masyarakat secara umum dapat menghargai perbedaan pendapat tanpa terjebak dalam jeratan saling menghujat satu sama lain.Â
Pemilu adalah panggung demokrasi dimana setiap individu memiliki hak untuk menyuarakan pilihannya sesuai dengan keyakinan dan kepentingan masing - masing. Didalamnya terdapat keragaman ideologi, pandangan politik, dan aspirasi yang beragam. Namun, dalam prosesnya, sering kali kita melihat ketegangan dan konflik antar pendukung berbagai calon atau partai politik. Hal ini seringkali mencuat dalam bentuk kampanye negatif, penghinaan, atau bahkan intimidasi terhadap lawan politik.
Pentingnya menghargai perbedaan pendapat tidak boleh dipandang sebelah mata. Ketika kita memperlakukan pilihan politik sebagai bagian dari identitas diri, seringkali kita melihat cenderung melihat lawan politik sebagai musuh yang harus dilawan, bukan sebagai rekan sebangsa dan se tanah air yang memiliki hak yang sama untuk berpendapat. Sehingga, terjalin lah siklus saling menghujat yang tidak produktif dan merugikan bagi bangsa ini.Â
Menghargai perbedaan pendapat dalam konteks politik seharusnya bukanlah konsep yang sulit untuk dipahami. Pada dasarnya, setiap individu memiliki latar belakang, pengalaman, dan pemahaman yang berbeda-beda yang membentuk pandangan politik mereka. Ini adalah hal yang alamiah dan seharusnya menjadi kekayaan bagi sebuah masyarakat yang demokratis. Namun, dalam pratiknya terkadang sulit untuk menahan diri dari godaan untuk menyerang pihak lain yang memiliki pandangan berbeda.
Salah satu cara untuk membangun budaya menghargai perbedaan adalah dengan meningkatkan literasi politik masyarakat. Edukasi mengenai pentingnya dialog yang sehat, menghormati pendapat orang lain dan cara berdebat dengan argumentasi yang baik dan benar dapat membantu mengubah pola pikir yang sempit menjadi lebih inklusif. Selain itu, pemimpin politik juga memiliki peran besar dalam membentuk budaya politik yang lebih santun dan beradab dengan memberikan contoh dan menekankan pentingnya sikap menghargai perbedaan.Â
Selain itu, media massa juga memiliki tanggung jawab besar dalam membentuk opini masyarakat. Berita yang tendensius, opini yang sekstrim, dan narasi yang memecah belah hanya akan memperkeruh suasana politik dan memperkuat sikap intoleransi terhadap perbedaan. Oleh karena itu, penting bagi media massa untuk menjalankan fungsi jurnalistik dengan baik, memberikan informasi yang obyektif, dan mempromosikan dialog yang sehat antar berbagai pihak.Â
 Tak kalah pentingnya adalah peran individu dalam mengembangkan keadaran akan pentingnya menghargai perbedaan. Kita sebagai individu memiliki kendali penuh atas tindakan dan sikap kita terhadap orang lain. Kita dapat memilih untuk menahan diri dari menyebarkan konten yang merendahkan atau menghina pihak lain di media sosial, kita dapat memilih untuk mendengarkan dengan penuh perhatian argumen dari pihak yang berbeda pandangan dan kita dapat memilih untuk berkomunikasi dengan cara yang santun dan membangun.Â
Dalam refleksi ini, kita diingatkan bahwa sebuah demokrasi yang sehat bukanlah hanya tentang proses pemilihan umum itu sendiri, Â tetapi juga tentang bagaimana masyarakat menanggapi perbedaan pendapat. Menghargai perbedaan pendapat bukanlah tanda kelemahan, tetapi merupakan cermin dari kedewasaan sebuah bangsa dalam menjalankan prinsip - prinsip demokrasi. Semoga pemilu berikutnya, kita semua dapat lebih dewasa dalam menyikapi perbedaan pendapat, menjauhi saling menghujat, dan membangun sebua masyarakat yang lebih inklusif dan harmonis.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H