Kejanggalan Haramnya Babi Lebih dari Khamar di Masyarakat Indonesia
Dalam konteks ajaran Islam, baik babi maupun khamar (minuman beralkohol) merupakan dua hal yang dilarang atau diharamkan. Namun, dalam praktiknya, banyak orang menganggap babi lebih haram dibandingkan khamar. Pandangan ini mungkin muncul dari berbagai faktor budaya dan persepsi masyarakat, namun penting untuk merujuk kembali pada ajaran Islam dan tafsir para ahli untuk memahami kedudukan sebenarnya dari kedua larangan ini.
Larangan mengkonsumsi khamar juga disebutkan dalam beberapa ayat Al-Qur'an:
Surah Al-Baqarah (2:219):
"Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: 'Pada keduanya  terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar  dari manfaatnya.'..."
Surah Al-Ma'idah (5:90-91):
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban  untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan  setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.  Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di  antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari  mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)." Para ahli tafsir seperti Ibnu Katsir menjelaskan bahwa khamar diharamkan karena dapat merusak akal, mengganggu kesehatan, dan menyebabkan perilaku buruk serta permusuhan. Khamar juga menghalangi seseorang dari ibadah dan ingat kepada Allah, yang merupakan tujuan utama kehidupan seorang Muslim. Dalam pandangan syariah, larangan terhadap babi dan khamar memiliki kedudukan yang sama dalam hal keharamannya. Keduanya disebutkan secara eksplisit dalam Al-Qur'an dan Hadis
sebagai sesuatu yang harus dijauhi. Namun, persepsi masyarakat sering kali membuat salah satu tampak lebih berat daripada yang lain. Ini mungkin disebabkan oleh:
1. Budaya dan Tradisi: Dalam banyak masyarakat Muslim, menghindari babi sangat ditekankan sejak kecil, sementara konsumsi khamar mungkin dilihat sebagai dosa pribadi yang kurang dikucilkan secara sosial.
2. Sosial Ekonomi: Khamar lebih mudah diakses dan seringkali lebih umum dalam budaya tertentu, membuat larangan terhadapnya tampak lebih lunak dibandingkan larangan terhadap babi yang lebih jarang ditemui.
3. Kondisi Kesehatan dan Sosial: Beberapa orang mungkin melihat dampak langsung dari konsumsi khamar pada kesehatan dan perilaku sosial sebagai bukti bahwa khamar membawa keburukan yang lebih jelas dibandingkan dengan babi. Baik babi maupun khamar adalah haram dalam Islam, dan keduanya memiliki dampak negatif yang signifikan baik dari segi kesehatan fisik maupun spiritual. Penekanan lebih pada salah satunya dalam praktik sosial tidak mengurangi keharaman yang lainnya. Sebagai Muslim, penting untuk mengikuti ajaran Al-Qur'an dan Sunnah secara menyeluruh dan tidak memilih-milih dalam menjalankan larangan yang ditetapkan oleh Allah. Keseimbangan dalam memandang larangan ini adalah kunci untuk menjalani kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H