“Saya Konsultan buku kayak. “Menyulut Jiwa Di Kmpung Hatta” itu diterbitkan oleh Dompet Duafa itu adalah klain saya, dan Itu ditujukan kepada guru di sumatera barat dan responnya bagus. Sehingga guru-guru disana juga bisa meninggkatkan kemampuan menulisnya atau literasinya. Dan ada juga buku untuk para mahasiswa yang “maaf” miskin dan masuk di perguruan negeri di beasiswa etos itu. Masih Dompet Duafa juga, kami bantu mereka dengan buku “Toga Di Tepi Jendela” itu bagus dan pasar juga bagus. Dan beberapa media arus utama televisi mencover buku tersebut ketika lounching acara itu karena buku ini ada dari sebuah semangat dan inspirasi anak muda indonesia dalam mengatasi problem kemiskinannya”
Di awal langkah berpropesi sebagai editor pada tahun 2002 beliau mulai, sampai printing. Disaat beliau masih sebagai mahasiswa. Pada intinya tetap berkenaan dengan publishing, hingga saat inipun masih pada tersebut, tetapi. Melangkah ke ranah konsultan penerbitan yang beliau dirikan sendiri.
Karya pertama beliau adalah karya cetak, Semisal buku-buku yang sudah kita kenal. Hampir Dua Ratus karya dari perjalann rentang beliau dalam propesi yang dijalanani, baik ketika menjadi karyawan sampai mendirikan usaha tersebut sendiri. “Klain kami itu kan sebuah lembaga, pejabat atau tokoh publik, dimana mereka butuh sebuah pelaporan, pemberitaan, atau bahkan pencitraan. Kami mendampingi beliau-beliau itu dalam bentuk buku” ketus beliau ketika ditemui kami di perspustakaan UIN Sunan Kalijaga.
Dalam bentuk prestasi, sudah beberapa karya yang dikomersilkan dan masuk kategori best seller. Adapun hasil dari lembaga yang beliau dirikan sendiri sudah banyak karya dan direspon bagus dan masuk di perpustakaan-perpustakaan bahkan di perpustakaan Kongres di Amerika. Sehingga jadi rujukan step holder di sana. “Tentang indonesia yaitu buku-buku dari lembaga keislaman. Kalau yang dari sana yang dicari menarik itu bukan mlah kami yang pro aktif di dalamnya. Tetapi Kedubes Amerika yang entah tau dari mana tentang kami. Atau mungkin banyak intelijennya ya?. Mencari-cari buku itu. Tapi, satu itu yang tidak disangka-sangka. Tapi semoga itu menampakkan wajah islam yang tidak hanya keras.Tapi, iuga yang intelektual, sosial dan yang posisitif lainnya”. Lanjut beliau.
Sudah banyak karya yang masuk kategori Best seller, dan beberapa yang beliau nikmati sebagai editornya. Adapunseperti “Dalam Dekapan Ukhuwah”. “Jalan Cinta Para Pejuang” itu yang secara marketting. Hal terebut beliau bukanlah sebagai pemilik. Smentara ketika merilis usaha sendiri juga bukanlah pemilik tetapi Penerbit.
Menjadi konsultan penerbitan tentu yang utama adalah pengalaman jadi jam terbang.“Saya rasa 10 thun lebih ini sudah cukup untuk berkecipung memandirikan secara finansial disamping aktualitas”. “Pendidikan saja saya kira tidak memadai” lanjut beliau. Pada umumnya teman yang di dunia literasi seperti beliau, itu otodidak. Berangkat dari satu modalnya yaitu Mencintai Baca, Berani Baca, Berani Menulis. Dan Mencoba Bergerak. Lambat laun akan seperti apa, penulis ataupun editor. Dibutuhkn banyak tenaga kreatif. Jadi, kompetensi menjadi seorang konsultan penerbitan harus tau betul dunia perbukuan, mencintai perbukuan dan tidak hanya pengamat, Serta pengaplikasiannya. Dibanding kualifikasi dari mana lulusannya, dalam dunia literasi ini menarik, tidak berlaku sarjana Dan berapa gaji sarjananya. “Saya secara formal tidak menobatkan titel pendidikan”. Terutama di jogja, karena di jogja di kenal dengan para otodidak.
Point utamanya adalah vesionnya bagus, ghiroh dan kecintaannya bagus, karena dunia perbukuan punya kecintaan terhadap diri secara praktis apapun pekerjaannya, itu merefleksikan apa yang dibaca. “Orang yang tak pernah baca buku akan kesusahan”. Karakter sabar, selalu pengen menghasilkan inovasi. Dan ketahanan itu penting, Ketahanan fisik dan mental. Karena tingkat setresnya kadang tinggi. Dengan deadline yang cepat. Itu membutuhkan konsentrasi tinggi dan efek setres yang harus siap dipangkal, itu harus ditanamkan dalam karakter tersebut. Ulet, sabar, tekun, disamping juga daya inovasi.
“Paling berkesan ketika karya kami di bedah, kami senang” “disitu alhamdulillah buku kami, bukan membayar malah diundang. Kalau tidak salah dua kali sudah, kebetulan juga mendapatkn suatu iklan gratis”. lanjut pria kelahiran 21 Mei 1978 di Cirebon tersebut.
ketika buku masuk perpustakaan kongres Amerika, pihak penulis sendiri tidak tahu, lembaga si penulis dikomfirmasi oleh kedubes amerika untuk dikunjungi dan diminta sebuah buku. “Menyulut Jiwa Di Kampung Hatta” soal pengalaman antar guru di SUMBAR dalam pembelajaran ketika gempa 2009 melanda kota Padang. Buku tersebut bukan buku yang aneh-aneh dan berat-berat tetapi buku yang deskreptif. Dua hal tersebut yang berkesan bagi beliau.
“AFTA?, insyaallah gak akan berpengaruh, kalau kamidalam dunia literasi” hal tersebut diungkapkan beliau dikarenakan literasi lebih mengakar dan membudaya. sehingga takut dengan datangnnya SDM dari malaysia, philipina, tailand dan lain sebagainya tersebut tidak ada. SDM editing dan sebagainya menurut beliau indonesia lebih unggul dari SDM negri lainnya, Yang pling menantang menurut beliau adalah gempurang technologi Gadged dan sebagainya, yang berbasiskan technologi tradisional printing jadi buku semacamnya. “Di perpus ini”. Lanjut beliau sambil nunjuk ke tempat dimana beliau diwawncara, Sementara kedepan diprediksi issu PDF yang bentuknya atau bentuk esensiyang lain dengan tablet-tablet, bisa menjadi pesaing dan ancaman serius. Beliau optimis di indonesia, masih butuh waktu untuk bisa untuk seperti di negara maju. Karena, budaya literasi, membaca dan menulis tak sekokoh di negara lain. Jadi keberadaan Gedged hanya untuk sebagai hiburan saja, bukan untuk pembelajaran. Berkat maraknya tablet di kalangan anak muda, mahasiswa dan pelajar, tantangannya dalam hal konsumen. “Kami ketar ketir ktika klain kami beralih hanya order diediting dan level dami saja”. Secara provite, lebih banyak dari produksi bukunya itu keuntungannya. Tetapi, Satu step holder dari klain, kebnyakan malah butuhnya buku.semisal ada klain dari sebuah lembaga pendidikan, dimana mereka punya jaring untung guru-guru di indonesia. “Kita tau guru-guru otomatis itu butuh buku ajar untuk baca” ketus pak Yusuf Maulana. termasuk buat siswa dan sebagainya ini lebih membumi ketimbang katakanlah file E_booknya dibagikan ke guru-guru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H