Mohon tunggu...
Zaenal Abdullah
Zaenal Abdullah Mohon Tunggu... Petani - Seorang pemuda dari desa yang suka bertani, bisnis dan menulis

Ora ono jangkah kang kajangkah tanpo jumangkah. Keselarasan hidup tidak akan bisa kita capai tanpa berinteraksi dengan alam.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Balada Petani Singkong yang Merugi

29 Oktober 2016   12:54 Diperbarui: 30 Oktober 2016   09:34 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini sudah dua hari hujan tidak turun. Kami para petani singkong sedikit tersenyum karena singkong di lahan bisa dipanen. Di balik senyum itu tersimpan sejuta kegundahan. Bagaimana tidak ada kegundahan? Bila harga singkong hanya Rp. 600,-/kg di mana harga tersebut tidak mampu menutup modal keseluruhan. BEP budi daya singkong, yaitu sekitar Rp. 1.200,- sampai Rp. 1.400,- bila di bawah harga tersebut jelas kita akan rugi.

Banyak hal yang memengaruhi harga singkong turun di tiga bulan terakhir dibanding awal tahun yang mencapai Rp. 2.000,-. Pertama adanya perubahan musim yang sangat cepat, di mana pendeknya musim kemarau sehingga singkong cepat semi kembali yang mengakibatkan rendemen pati berkurang dibanding musim kemarau. Perubahan iklim juga berdampak pada singkong di lahan yang tidak bisa dipanen karena akses jalan yang sulit ketika musim penghujan sehingga bila akan dipanen harus menambah biaya angkut lagi, padahal harga tidak menutup biaya produksi. Di sekitaran wilayah Gunung Muria yang mencakup wilayah Kab. Pati, Kab. Kudus dan Kab. Jepara ada sekitar 15%-20% lahan budi daya singkong yang tidak bisa dipanen karena akses transportasi.

Yang kedua adalah masalah impor singkong yang dilakukan pemerintah dari Vietnam dan Thailand. Seperti yang diberitakan oleh Republika.co harga singkong petani anjlok karena singkong impor. Bila hal ini terus berlanjut, petani singkong akan semakin merugi, apalagi para petani yang menyewa tahunan untuk lahan budi daya mereka. Modal yang dikeluarkan tidak akan dapat menutup biaya produksi.

Ada beberapa hal menarik yang bisa menjadi solusi seperti saran dari teman-teman, yaitu membumikan singkong sebagai subtitusi pangan atau membuat olahan singkong menjadi brand daerah. Hal itu memang sulit, tapi tidak mustahil bila didukung oleh berbagai pihak, walupun berawal dari gerakan masyarakat bawah. Kedua solusi yang bisa kita sampaikan yaitu adanya keberpihakan dan perlindungan dari pemerintah untuk menetapkan harga terendah dari singkong, di mana juga ditetapkan juga pada padi. Hal itu kita anggap bisa menjadi penjamin dan memberikan ketenteraman bagi petani singkong.

Pemerintah harus ikut campur dalam masalah ini. Ingat, negara akan kuat bila pangan tercukupi. Dan pangan akan tercukupi bila petani terjamin kesejahteraannya.

Tulisan ini dibuat sebagai bentuk keprihatinan kami sebagai petani singkong. Jangan sampai tidak ada regenerasi petani karena petani tidak diperhatikan oleh para pemangku kepentingan di negeri ini.

Selamat Hari Sumpah Pemuda
Salam Cah Tani Nom
Pati, 28 Oktober 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun