Nasip jadi pedagang kecil memang tidak selalu baik dan perjalanan untuk mnemperoleh rizki dan keuntungan dari barang dagangan yang dijual tidak selalu mulus, selalu saja ada hambatan, selalu saja ada cobaan, bahkan gangguan silih berganti datang menghinggapi aktivitas mereka, padahal niat baik dan kerja keras mereka tidak sebanding dengan apa yang dihasilkan dari aktivitas mereka yaiu berdagag.
Pedagang buah yang menempati lahan yang menjadi miliknya pemerintah yang hak pengelolaannya diberikan kepada Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara I (BWS NT I) sekarang digusur dan sampai saat ini belum jelas nasip usahanya, apakah akan terus berlanjut atau akan tutup total mengingat lokasi yang mereka rasa strategis telah diambil alih dan telah dilakukan penggusuaran total dengan tujuan untuk dilakukan clearing genangan bendungan dan penataan sempadan jalan bendungan oleh pihak BWS. Sementara menurut pernyataan dari PKL (pedagang buah) yang menjadi korban penggusuran, “kami pedagang buah saat ini mempunyai hutang banyak yang digunakan sebagai modal usaha kami, setiap hari kami harus menyetor tidak kurang dari 200 ribu perhari, lantas kalu kami tidak diberikan izin untuk berdagang kembali, darimana kami akan mendapatkan uang untuk membayar dan melunasi hutang-hutang kami’.
Melihat kondisi para pedagang buah tersebut yang begitu tragis dan sangat mengharukan, lantas dimana posisi pemerintah kabupaten Lombok tengah saat ini? apa yang bisa diperbuat dan kebijakan apa yang bisa ditelurkan dengan fakta yang terjadi terhadap masyarakatnya?
Kondisi ini menjadi sangat delimatis ketika pmerintah disuguhkan dengan fakta seperti ini, antara berada pada posisi masyrakat dengan melanggar regulasi yang sudah dibuat sendiri dan diharuskan untuk diterapkan dan ditaati atau tetap berpegang teguh pada regulasi yang ada dengan mengabaikan teriakan masyrakatnya.
Dalam posisi ini sebenarnya, pemerintah daerah dalam hal ini Bupati bisa saja membuat dan mengeluarkan kebijakan yang memihak pada masyarakat pedagang buah yang saat ini menjadi korban penggusuran oleh pihak BWS dengan melakukan konsultasi dan koordinasi dengan pihak BWS dan melakukan kajian teknis kelayakan penempatan sempadan bendunagn untuk usaha kecil, namun kelihatannya membutuhkan proses yang cukup panjang dan diskusi yang mendalam dengan pelibatan multisteakholder dan masyarakat.
kemudian opsi lain terkait dengan kebijakan yang bisa diterapkan adalah dengan merelokasi para PKL (pedagang buah) ke lokasi lain dengan memanfaatkan lahan milik pemda Lombok tengah sendiri, namun persoalannya apakah para pedagang buah tersebut mau atau tidak untuk direlokasi karena alasan kenyamanan dan tempat itu menurutnya mereka sangat strategis?
Supaya setiap kebijakan yang dikeluarkan untk para PKL tidak dimentahkan, maka kebijakan yang tepat untuk mendukung keberlangsungan hidup dan mata pencaharian masyarakat khusunya PKl pedagang buah pinggir jalan bendungan batujai adalah dengan membuatkan lapak PKL yang berada dilahan yang merupakan milik pemda dengan menerapkan aturan yang sesuai, berpihak pada pedagang dan berpihak pula bagi keberlanjutan lingkungan yang sehat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H