Nasi sudah menjadi bahan makanan pokok, tak mudah untuk menggantikan sumber makanan ini.meski sudah memakan setumpuk roti seringkali merasa belum makan, selama belum makan nasi. Faktor kebiasaan adalah salah satu pembentuk yang berada di masyarakat. Setali tiga uang pertanian padi sebagai penghasil beras adalah yang sangat dibutuhkan keberedaannya, guna memastikan adanya suplay dari padi sebagai bahan baku nasi.
Pertanian padi merupakan tumpuan untuk masyarakat Indonesia. Namun, dalam perjalannya proses pertanian padi tidaklah semulus yang dibayangkan, banyak hama, banyak penyakit yang sering timbul. Salah satu hama yang menjadi musuh dari petani adalah tikus. Keberadaan tikus di lahan pertanian padi sangatlah menggangu keberlangsungan pertanian. Ancam utamanya adalah gagal panen, jika memang demikian jadinya maka suplay padi otomatis akan berkurang, dan nantinya akan menaikkan harga padi itu sendiri, disisi lain para ptani juga tidak akan mendapat penghasilan. Karena mereka tidak mampu untuk menjual produk
Sejumlah cara sudah banyak dilakukan oleh petani,ada juga yang melakukan pengobatan masal, secara seerentak. Namun, program inibukanlah program andalan. Sebab, tikus punya strategi sendiri, jika selama pengobatan masal menggunakan obat tertentu. Kemudian di lain waktu menggunakan obat yang sama, maka sudah dapat dipastikan tidak akan dimakan oleh tikus. Sepertinya tikus sudah mempunyai memori tersendiri tentang racun yang akan membunuh mereka.
Anomali alam, dengan tidak adanya keseimbangan rantai makanan merupakan salah satu indikator penting adanya keganasan tikus dalam menyerang ladang pertanian, fokus utama rantai makanan yang sering menjadi perhatian adalh berkurangnya populasi predaor tikus berupa ular. Sebab, belakangan ular memang sudah menjadi bahan buruan tersendiri bagi masyarakat untuk dirupiahkan.
Akibat dari repotnya penanganan hama tikus ini juga dialami oleh sejumlah petani di wilayah Mojosari, Mojokerto, Jawa Timur. Gigit jari akibat gagal panen sudah menjadi warna kelam dalam pertanian selama beberapa masa, hingga mengakibatkan mereka seolah putus asa.
Namuan,semua berubah menjadi senyum saat pelan-pelan orang-orang melakukan percobaan mengamati prilaku dari burung hantu, pelan-pelan mereka mengamati perilaku burung habtu di wilayah mereka yang ternyata menu utama makanan mereka adalah tikus. Berfikir strategis untuk melakukan pengembangan lebih lanjut menjadi pekerjaan mereka selanjutnya, akhirnya mereka melakukan percobaan dengan meletakkan sangkar di dekat burung hantu itu bersangkar. Dengan harapan, bisa menjadi tempat singgah.
Pengamatan terus dilakukan, dan ternyata sangkar yang diletakkan itu memjadi referensi tersendiri bagi si burung hantu, buktinya ketika malam tiba saat burung hantu itu keluar sangkar untuk mencari mangsa, ternyata mau untuk hinggap di sangkar yang sudah dibuatkan. Diwaktu berikutnya, bahkan burung hantu itu mau menempati sangkar itu, bahkan menghasilkan telur, dengan keberhasilan itu maka para petani sangat antusias untuk melakukan pengembangan selanjutnya, apalagi menurut pengalamatan yang ada ternyata setiap malam, burung hantu itu memangsa 3-4 ekor tikus, kalau dikalikan satu bulan sudah berapa, kemudian jika burung hantunya banyak maka juga akan lebih banyak lagi yang di mangsa.
Setelah proses pembudidayaan semakin berhasil, ternyata manisnya panen mulai mereka rasakan. Masyarakat begitu bergembira dengan keberhasilan itu, bahkan pintu gerbang dengan berlangkan burung hantu mereka dirikan bersama, sebagai pertanda akan jasa burung hantu dalam menuntaskan masalah tikus di daerah pertanian mereka. Strategi pengamanan populasi burung hantupun dilaksanakan dengan jalan melarang siapapun untuk menangkap burung hantu, jika ada yang memaksakan diri menangkap, Dan diketahui oleh warga maka diwajibkan untuk memakan burung hantu itu hidup-hiduip, seluruhnya termasuk bulunya sekalian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H