Mohon tunggu...
Abdul Kadir
Abdul Kadir Mohon Tunggu... -

Kritis, Berani dalam kebenaran, dan Istiqamah...

Selanjutnya

Tutup

Money

Benarkah Presiden Jokowi Serius Melakukan Pencegahan Korupsi dalam Pengadaan Barang/Jasa?

27 Juni 2015   13:10 Diperbarui: 27 Juni 2015   13:10 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Terbitnya Perpres Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang ditandatangani oleh Presiden Jokowi tanggal 16 Januari 2015, disadari atau tidak bisa menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi spirit dari perpres ini layak diacungi jempol, karena berupaya untuk mempercepat proses pembangunan/penyerapan anggaran melalui pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang cepat, efektif dan efisien. Namun sayang, di sisi lain perpres ini justru bisa menimbulkan persoalan terkait kontrol dan akuntabilitas pengadaan barang/jasa pemerintah.

 

Presiden tentunya sudah memahami bahwa pelaksanaan pengadaan barang/jasa bukan hanya sekedar masalah waktu pelaksanaan yang sesingkat mungkin, tetapi juga menyangkut masalah proses pengadaan yang harus terkontrol dan akuntabel sehingga minim penyimpangan. Jangan karena ingin mempercepat proses pengadaan  barang/jasa, Presiden mengabaikan mekanisme kontrol yang harus dibangun dalam proses tersebut.

 

Sanggahan dan Pengaduan seharusnya dapat dijadikan mekanisme kontrol, untuk menekan terjadinya penyimpangan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. Dua instrumen ini  juga dapat menjadi bagian dari upaya administratif peserta tender dan/atau masyarakat untuk mengoreksi penyimpangan prosedur yang dilakukan oleh Pokja ULP. Kita harus menyadari bahwa hingga saat ini penyimpangan prosedur tender masih terjadi hampir di setiap satker, baik sengaja ataupun tidak sengaja dilakukan oleh Pokja ULP. Dan fakta di lapangan menunjukkan bahwa mekanisme pengaduan tender masih belum efektif berjalan hampir di setiap instansi pemerintahan, setidaknya di instansi-instansi yang penulis pernah sampaikan pengaduan tender kepadanya seperti Kementerian ESDM, Kesehatan, Perhubungan, Koperasi & UKM, PAN & RB, Ombudsman Nasional, KPPU, Pemkab Bekasi, Pemkab Bandung Barat, dan Pemkot Bogor.

 

LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) yang seharusnya menjadi ujung tombak dalam mengawal pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah agar berjalan on the track, ternyata masih sangat lamban merespon setiap pengaduan penyimpangan tender yang kami laporkan. Bahkan ada dari surat-surat pengaduan kami yang sama sekali tidak direspon oleh LKPP.

 

Di tengah kondisi objektif seperti itu, Perpres Nomor 4 Tahun 2015 pasal 109 ayat (7) meniadakan Sanggahan Kualifikasi dan Sanggahan Banding. Dengan pasal tersebut Pokja ULP diberikan kewenangan yang luar biasa untuk menilai sendiri benar/tidaknya keputusan yang diambilnya dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah, tanpa ada kontrol dari pihak lain. Dengan ditiadakannya sanggahan kualifikasi, secara tidak langsung apapun tindakan yang diambil oleh Pokja ULP akan dianggap benar pada tahapan prakualifikasi. Dan dengan ditiadakannya sanggahan banding, secara tidak langsung apapun alasan Pokja ULP dalam menolak sanggahan peserta tender, juga harus dianggap benar karena tidak ada upaya administratif yang disediakan untuk mengoreksi tindakan tersebut.

 

Ketika Perpres 70 Tahun 2012 masih membuka keran sanggahan kualifikasi dan sanggahan banding saja masih banyak Pokja ULP yang menjawab sanggahan dengan sewenang-wenang, dapat dibayangkan apa jadinya dengan penghilangan kedua instrumen tersebut? Siapa yang akan mengoreksi penyimpangan Pokja ULP selanjutnya? Apakah seluruh permasalahan tender harus bermuara di PTUN untuk penyelesaian akhirnya, karena upaya administratif sudah ditutup rapat-rapat dengan Perpres Nomor 4 Tahun 2015 tersebut? Tidakkah Sang Presiden menyadari bahwa ini akan meninggalkan permasalahan hukum di kemudian hari dan membuka peluang makin besar bagi pelaku korupsi pengadaan, serta bisa membuat frustasi pelaku usaha yang ingin selalu bermain bersih dalam pengadaan barang//jasa pemerintah?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun