Sosok anak kecil itu berjalan dengan suka cita sambil menenteng sekeresek nasi berkat dalam Tangkir dengan didampingi kedua orangtua atau walinya menuju sekolah. Kegiatan itu adalah pemandangan unik yang terjadi di generasi Gen X
Tahun 1965 hingga di penghujung tahun 1980-an kita masih melihat seorang anak berangkat ke Sekolah dengan menenteng tiga sampai lima tangkir (wadah nasi mirip rantang dari daun pisang) ke sekolah bersama kedua orangtua atau walinya
Para generasi Gen X ini sangat paham bahwa setiap kenaikan kelas, pembagian buku rapor atau acara peringatan hari besar bersejarah, ada sebuah ritual "wajib" Â yang dilakukan dan diakhiri dengan berdoa bersama.
selanjutnya masing-masing murid mengajak orangtua atau walinya untuk pergi bersama ke sekolah, berkumpul dengan orangtua lainnya dengan membawa berkat dan dikumpul didepan kelas kemudian di "kocok" dan dibagi kembali kepada semua yang datang untuk makan bersama usai kegiatan berakhir
disinilah keseruan dan kegiatan yang paling dinanti, sebab saat berkat di kumpulkan disatu tempat yang luas dan kembali dibagi ulang, berkat yang dibawa sebelumnya akan berpindah kepemilikannya, bisa jadi saat dari rumah berkat yang dibawa berisi telur atau ayam, saat mendapat berkat berikutnya menjadi lebih baik seperti dapat daging atau lauk yang sama dengan metode masakan dan rasa yang berbeda
Keseruan ini juga berlaku bagi orangtua atau wali murid, mereka secara naluri juga mengintip menu dari berkat yang didapat, mencicipi sambil sedikit "bergosip" tentang menu berkat yamg didapat dengan tentangga atau wali murid yang ada disebelah kanan dan kiri
Keseruan ini menjadi milik bersama antara wali murid, para dewan guru dan menjadi ajang silaturrahim dengan pihak sekolah, yang anak didiknya belajar dan menuntut ilmu di sekolah tersebut
hingga batas ini, tidak ada hal aneh atau problem yang bisa dibahas sebagai persoalan atau penyimpangan kegiatan, sebab semua alamiah dan ikhlas melaksanakan prosesi yang terjadi turun temurun terutama di era Gen X
Dan menjadi persoalan, atau tepatnya perdebatan manakala wilayah ini dikaitkan dengan konflik kepentingan atau conflict of interest, seperti era sekarang, sebagaimana yang sedang viral dari twitan mantan anggota KPK (Aulia) yang tidak mau memberikan hadiah pada guru dari anaknya sebab dikhawatirka itu adalah gratifikasi.
"Saya sampaikan kepada istri, tidak perlu. Kita tidak boleh membiasakan diri memberikan gratifikasi atas suatu jasa/pelayanan profesional, termasuk kepada guru. Pemberian gratifikasi adalah kebiasaan buruk yang membuat korupsi tumbuh subur di negeri ini," lanjutnya saat ditanya istrinya perihal perlu tidaknya memberi hadiah ke guru