Mohon tunggu...
Abdul Holik
Abdul Holik Mohon Tunggu... Dosen - Catatan pribadi

Peminat masalah sosial, politik, agama dan teknologi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengawal Pemilik Kedaulatan

30 April 2018   00:19 Diperbarui: 2 Mei 2018   20:17 865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. (kompas.com)

Konsekuensi memilih demokrasi Pancasila sebagai dasar negara adalah dibentuknya mekanisme pemilihan umum yang secara periodik mengganti pimpinan negara sesuai dengan kehendak masyarakat pemegang kedaulatan. Oleh sebab itu, dibuatlah Undang-undang yang  memastikan semua warga negara terjamin hak pilih dan hak dipilihnya.

UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu yang digunakan sebagai dasar dalam pelaksanaan pemilu 2019 mengatur beberapa aspek penting pengaturan pemilu tersebut. Antara lain mengenai sistem pemilu, sistem konversi suara, Dapil magnitude, pencalonan presiden serta aturan kelembagaan penyelenggara Pemilu.

Pada aspek yang disebutkan di atas relatif tidak banyak berubah dari pengaturan undang-undang pemilu sebelumnya. Kecuali dalam aturan kelembagaan pengawas pemilu. Bawaslu ditugasi dengan kewenangan-kewenangan baru sehingga posisinya lebih kuat dari sebelumnya untuk mengawal proses pelaksanaan pemilu agar berjalan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.   

Tugas pokok Bawaslu adalah menjadi lembaga pengawas pemilu dan peneggakan hukum pemilu. Oleh karena itu, Bawaslu berperan sebagai mediator dan ajudikator dalam memutus sengketa dan pelanggaran pemilu. Terutama dugaan pelanggaran administratif yang melibatkan sengkata antara penyelenggara pemilu dengan peserta pemilu. 

Keputusan Bawaslu tersebut bersifat final dan mengikat, berbentuk 'putusan' yang harus dilaksanakan oleh KPU. Sebagai contoh dalam menjalankan kewenangan yang diberikan Undang-undang adalah mengadili gugatan partai politik yang tidak lolos sebagai peserta Pemilu. Bawaslu memutuskan ada sebagian pihak penggugat yang menang gugatan sengketa dan diloloskan sebagai peserta pemilu 2019.

Kewenangan besar yang dimiliki oleh Bawaslu bertujuan untuk menciptakan pesta demokrasi yang berkualitas dimana hak-hak peserta pemilu dan warga negara pemegang hak pilih terlindungi dengan sebaik-baiknya. Tugas Bawaslu demikian tidak mudah, bahkan dapat dikatakan berat. Untuk mendukung hal tersebut, personel Bawaslu di tingkat provinsi ditambah menjadi 5-7 anggota demikin pula di kabupaten menjadi 3-5. Demikian pula status Bawaslu hingga kota/kabupeten berubah dari adhock ke permanen.

Tantangan yang dihadapi Bawaslu adalah memastikan penyelenggara pemilu melaksanakan proses pemilu sesuai dengan tahapan yang telah direncanakan. Baik dalam proses pendataan pemilih sementara sampai pada pemilihan daftar pemilih tetap, pengawasan logistik dan distribusinya, pengawasan pendafataran calon perseorangan ataupun partai politik, hingga kampanye dan penghitungan suara. Tugas lainnya adalah memastikan netralitas aparat negara (ASN, Polri, dan TNI). Sebagai aparat negara mereka diharuskan netral, tidak dibenarkan terlibat dalam kegiatan kampanye dan mengambil keputusan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu.

Yang tidak kalah berat adalah memerangi politik uang atau money politics. Politik uang ini adalah kejahatan pemilu yang diancam dengan sanksi berat. Pihak yang terbukti melakukan tindakan politik uang dapat kenakan pidana denda kurungan, denda uang dan yang paling keras denda administratif berupa diskualifikasi sebagai peserta pemilu. Undang-undang mengancam pelaku politik uang, baik kepada pemberi maupun penerima dengan sanksi denda dan pidana.

Pengawasan Kolektif

Pengawasan terbaik lahir dari upaya kolektif antara pengawas negara dengan masyarakat. Infrastuktur pengawasan yang ada meskipun sudah lebih banyak tidak sebanding dengan jumlah objek yang diawasi. Kewenangan Bawaslu dalam mendiskualifikasi calon sulit dilakukan tanpa adanya kesadaran masyarakat yang mau melaporkan terjadinya tindak politik uang dilakukan secara secara massif, terstruktur dan sitematis (TSM) oleh peserta pemilu. Padahal tanpa ada bukti-bukti formil yang mendukung tindak pidana tersebut tidak dapat ditindaklanjuti oleh Bawaslu.

Dengan demikin, keterlibatan masyarakat untuk menjadi pemantau sangat diperlukan. Mengingat Lembaga pemantau independen pasca pemilu 1999 jumlahnya terus menurun. Memang Lembaga pemantau independen yang dimaksud di atas secara kelembagaan tidak bubar, namun kemampuan personel dan kemampuan finansial jauh berkurang dari pemilu sebelumnya sehingga menyebabkan mereka tidak bisa bergerak leluasa. persoalan lainnya, relawan yang sebelumnya identik dengan orang atau lembaga non-partisan yang bekerja untuk memantau kegiatan pemilu sekarang ini berubah justru menjadi relawan partisan yang terafiliasi dengan calon atau partai tertentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun