Mohon tunggu...
Abdul Haris
Abdul Haris Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Madya Bapas Baubau
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Alhamdulillah....

Selanjutnya

Tutup

Hukum

ToT untuk Penegak Hukum dan Pihak Terkait dalam SPPA

17 November 2022   13:34 Diperbarui: 17 November 2022   14:57 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

A. Latar Belakang

Anak adalah generasi selanjutnya yang akan meneruskan kiprah generasi pada masa kini dimana perkembangan masa depan tergantung pada potensi dan peran penting anak karena anaklah yang akan memajukan keluarga, lingkungan masyarakat bahkan bangsa dan negara.

Posisi anak yang begitu penting bagi perkembangan masa depan akan menjadi persoalan besar bilamana terjadi ketidakseimbangan dalam perkembangan fisik, mental dan spiritual anak-anak yang mengakibatkan anak tidak mampu menjalankan peran strategisnya sebagai genarasi penerus. Oleh karena itu penting bagi kita semua untuk mengawal perkembangan generasi penerus dengan menyediakan lingkungan masyarakat yang positif dan suka tidak suka maka sebagai orang dewasa memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan bagi anak terutama bagi anak-anak yang masuk dalam lingkaran ketidak seimbangan fisik, mental dan spiritual atau yang disebut dengan anak yang berkonflik dengan hukum.

Pada pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), menyatakan bahwa Anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.

Anak yang berhadapan dengan hukum yang dimaksud oleh UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), terdiri atas :

  • Pasal 1 angka 3 menyatakan bahwa anak yang berkonflik dengan hukum, yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana;
  • Pasal 1 angka 4 menyatakan anak yang menjadi korban tindak pidana selanjutnya disebut  anak korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana;
  • Pasal 1 angka 5 menyatakan anak yang anak yang menjadi saksi tindak pidana yang selanjutnya disebut anak saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatau perkara pidana yang di dengar, dilihat dan/atau dialaminya sendiri.

SPPA dengan filosofi kepentingan terbaik bagi Anak menjadi landasan konseptual yang membuat tugas dan fungsi penegak hukum dan pihak terkait dalam SPPA semakin fundamental dan menuntut untuk semakin mempersiapkan diri. Untuk itu Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi penegak hukum dan pihak terkait secara terpadu yang dikoordinasikan oleh Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.

B. Isu Pokok Dalam SPPA

Perlindungan terhadap tumbuh kembang dan kelangsungan hidup Anak merupakan tanggung jawab negara oleh karena itu negara memberikan jaminan terhadap perlindungan tersebut melalui SPPA. Substansi yang paling mendasar dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang SPPA ini adalah pengaturan secara tegas mengenai Keadilan Restoratif dan Diversi yang dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan Anak dari proses peradilan sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap Anak yang berhadapan dengan hukum dan diharapkan Anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar.

Oleh karena itu, sangat diperlukan peran serta semua pihak dalam rangka mewujudkan hal tersebut terutama penegak hukum dan pihak terkait mengenai Sistem Peradilan Pidana Anak dalam satu kesatuan. Proses itu harus bertujuan pada terciptanya Keadilan Restoratif, baik bagi Anak maupun bagi korban. Keadilan Restoratif merupakan suatu proses Diversi, yaitu semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu Bersama-sama mengatasi masalah serta menciptakan suatu kewajiban untuk membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik dengan melibatkan korban, Anak, dan masyarakat dalam mencari solusi untuk memperbaiki, rekonsiliasi, dan menenteramkan hati yang tidak berdasarkan pembalasan.

C. Peran Strategis ToT

Training of Trainer (ToT) atau dalam bahasa Indonesia adalah pelatihan untuk pelatih adalah pelatihan yang diperuntukkan bagi orang yang diharapkan setelah selesai pelatihan mampu menjadi pelatih dan mampu mengajarkan materi pelatihan tersebut kepada penegak hukum dan pihak terkait dalam SPPA. Karena trainer ini akan membagi ilmu dan pengalaman mereka kepada penegak hukum dan pihak terkait dalam SPPA, untuk itu mereka haruslah individu yang berpengalaman dan profesional.

Pelaksanaan ToT merupakan kewajiban Pemerintah yang diperuntukkan untuk penegak hukum dan pihak terkait secara terpadu serta pelaksanaan kegiatan dikoordinasi oleh Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia yang bertujuan menyamakan persepsi dalam penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

Peserta ToT sebagaimana diatur pada pasal 6 ayat (2) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 175 Tahun 2014 Tentang Pendidikan dan Pelatihan Terpadu Bagi Penegak Hukum dan Pihak Terkait Mengenai Sistem Peradilan Pidana Anak, yaitu meliputi :

  • Penyidik anak;
  • Penuntut umum anak;
  • Hakim anak;
  • Pembimbing Kemasyarakatan;
  • Advokat;
  • Pemberi bantuan hukum;
  • Petugas Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS);
  • Petugas Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA);
  • Petugas Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS), dan
  • Pekerja sosial professional atau tenaga kesejahteraan sosial.

Sasaran yang hendak capai dari pelaksanaan ToT, yaitu :

  • Meningkatnya pengetahuan yang sama bagi penegak hukum dan pihak terkait tentang hak-hak anak, keadilan restoratif, dan diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak;
  • Meningkatnya kompetensi teknis penegak hukum dan pihak terkait dalam penanganan Anak yang berhadapan dengan hukum dalam Sistem Peradilan Pidana Anak;
  • Terpenuhnya jumlah penegak hukum dan pihak terkait dalam Sistem Peradilan Pidana Anak.

D. Kesimpulan dan Catatan Penutup

1. Kesimpulan

  • Sistem Peradilan Pidana Anak dengan filosofi kepentingan terbaik bagi Anak menjadi landasan konseptual yang membuat tugas dan fungsi penegak hukum dan pihak terkait dalam Sistem Peradilan Pidana Anak semakin fundamental dan menuntut untuk semakin mempersiapkan diri. Untuk itu Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi penegak hukum dan pihak terkait secara terpadu yang dikoordinasikan oleh Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.
  • Substansi yang paling mendasar dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang SPPA ini adalah pengaturan secara tegas mengenai Keadilan Restoratif dan Diversi yang dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan Anak dari proses peradilan sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap Anak yang berhadapan dengan hukum dan diharapkan Anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar. 
  • Sasaran yang hendak capai dari pelaksanaan ToT, yaitu :
    • Meningkatnya pengetahuan yang sama bagi penegak hukum dan pihak terkait tentang hak-hak anak, keadilan restoratif, dan diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak;
    • Meningkatnya kompetensi teknis penegak hukum dan pihak terkait dalam penanganan Anak yang berhadapan dengan hukum dalam Sistem Peradilan Pidana Anak;
    • Terpenuhnya jumlah penegak hukum dan pihak terkait dalam Sistem Peradilan Pidana Anak.

2. Catatan Penutup

Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) dengan filosofi kepentingan terbaik bagi Anak menjadi landasan konseptual yang membuat tugas dan fungsi penegak hukum dan pihak terkait dalam SPPA semakin fundamental dan menuntut untuk semakin mempersiapkan diri. Untuk itu Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi penegak hukum dan pihak terkait secara terpadu yang dikoordinasikan oleh Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.

Bentuk pendidikan dan pelatihan yang terbaik itu adalah Training of Trainer (ToT) atau dalam bahasa Indonesia adalah pelatihan untuk pelatih adalah pelatihan yang diperuntukkan bagi orang yang diharapkan setelah selesai pelatihan mampu menjadi pelatih dan mampu mengajarkan materi pelatihan tersebut kepada penegak hukum dan pihak terkait dalam SPPA.

Karena trainer ini akan membagi ilmu dan pengalaman mereka kepada penegak hukum dan pihak terkait dalam SPPA, untuk itu mereka haruslah individu yang berpengalaman dan profesional.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun