Mohon tunggu...
ABDUL HAKIM M S
ABDUL HAKIM M S Mohon Tunggu... -

[ http://abdul-hakim.blogspot.com ]

Selanjutnya

Tutup

Politik

Betulkah Ingin Kembali ke Orde Baru?

27 Mei 2011   08:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:09 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menyalahkan sepenuhnya kegagalan Reformasi saat ini hanya kepada pemerintah dalam arti sempit (eksekutif) saja bukanlah sikap bijaksana. Kegagalan Reformasi ini adalah tanggung jawab pemerintah dalam arti luas (legislatif, eksekutif dan yudikatif). Namun lagi-lagi, persepsi publik berkata lain. Asumsi kegagalan Reformasi cenderung dibebankan kepada eksekutif saja. Hal ini terekam dalam survei yang menunjukkan bahwa mereka yang menganggap reformasi gagal, juga memiliki tingkat kepuasan yang minim terhadap eksekutif, dalam hal ini SBY sebagai representasinya. Sementara yang beranggapan Reformasi telah berhasil, cenderung memiliki tingkat kepuasan yang memadai terhadap SBY.

Tentu, persepsi masyarakat ini tak bisa disalahkan. Yang mereka tahu saat ini adalah kebutuhan dasar masih sulit. Jauh berbeda dengan masa Orde Baru dibawah kepemimpinan Soeharto. Pada waktu itu, Bulog menjadi lokomotif kebutuhan dasar makanan masyarakat hingga bisa swasembada pangan. Kondisi keamanan terjaga. Pengelolaan terhadap asa publik pun tetap disemai dengan baik melalui program pembangunan Repelita. Tak mengherankan apabila kemudian saat ini Soeharto dipersepsikan oleh publik sebagai presiden yang paling disuaki dan paling berhasil diantara presiden lain yang pernah memimpin Indonesia, diluar kekurangannya yang memang masih minim diketahui masyarakat luas.

Persepsi masyarakat ini adalah peringatan (alarm) bagi pemerintah dalam arti luas (legislatif, eksekutif dan yudikatif). Namun, kecenderungan persepsi publik yang hanya membebankan kegagalan reformasi kepada eksekutif saja, haruslah ditanggapi secara elegan. Saatnya eksekutif (baca SBY) harus menjadi lokomotif baru untuk kembali mengawal agenda reformasi yang belum tuntas. Karena jika tidak, bisa jadi SBY akan ditulis oleh sejarah, bukan dengan tinta emas, melainkan dengan tinta lumpur lapindo, dengan tinta skandal bank century, dengan tinta skandal pajak, atau dengan tinta korupsi yang melibatkan petinggi partai yang ia bidani sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun