Jogjaku Berhenti Nyaman
“bro, ke Malioboro yuuk..”
“Gak ah, jam segini lagi macet-macetnya tau. Panas lagi ..“
Oke guys Pernahkah kalian merasakan seperti penggalan percakapan diatas? Beberapa dari kalian pasti sudah merasakannya atau nekat jalan demi menjalankan misi tertentu. Nonton film, Ngedate, atau urusan bisnis lainnya. Suatu fenomena yang sangat rill tengah terjadi di kota kita tercinta, yogyakarta.
Yups. Jogja tak seindah dulu. Sengaja saya katakan seperti ini sebagai wujud keprihatinan terhadap tata kota yang semakin amburadul. Kemacetan yang semakin menjadi-jadi ditambah populasi kendaraan yang terus meningkat. Kendaraan-kendaraanelegan dengan harga terjangkau menambah daftar kemacetan di jalanan kota ini. Jalan-jalan tikus yang seharusnya dijadikan sebagai jalan pintas kini beralih fungsi menjadi jalanutama. Alasannya cuma satu. “Biar cepet dan ga macet”. Namun kenyataanya sekarang justru sebaliknya.
Berdasarkan data yang ada di Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) DIY, penambahan kendaraan selama tahun 2011 total mencapai 115.766 unit kendaraan yang 80 persen adalah kendaraan baru sepeda motor. Hal ini akan terus bertambah dilihat dari jumlah pendapatan masyarakat yang meningkat setiap tahunnya.
Dalampekan liburan seperti ini misalnya. kita lihat jalanan kota didonimasi oleh Bus-bus pendatang dan mobil-mobil luar. Banyak wisatawan yang masih menaruh minatnya dengan kota ini. Karena kearifan budayanya dan tradisi yang khas menjadi daya tarik tersendiri untuk dinikmati sebagai tujuan wisata menyambut tahun baru dan hari libur sekolah.
Sejatinya hal ini menjadi cerminan bagi kita semua. Slogan ‘JOGJA BERHATI NYAMAN’ yang sering kita jumpai di beberapa sudut kotaseolahmemberikan harapan palsu dan hanya sekedar hiasantiada arti. Bahkan ada salah seorang rekan saya mengatakan “Jogja sekarang berhentinyaman...Panas dan Macet “. Walau belum terlalu parah.Pembangunan hotel-hotel dan Mall di kota ini harusnya bisa ditata kembali atau kalau bisa diminimalisir. Dilihat dari sisi geografis yang kecil jika dibandingkan dengan luas kota-kota besar lainnya di Indonesia. Ditakutkan dengan adanya ini semua bisa bisa menghilangkan citra dan ciri khas Jogja sebagai kota budaya.Hal ini menjadi PR bagi seluruh pihak untuk merekonstruksi dan menata kembali kota kita sebagi kota yang asri dan sejuk. Kalau bukan kita, siapa lagi ??
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H