Masalah ekonomi yang dihadapi oleh negara kita pada akhir triwulan III tahun anggaran 2015 ini dan tahun 2016 mendatang adalah terjadinya pelambatan pertumbuhan ekonomi sebagai dampak perekonomian global yang belum menentu. Suku bunga perbankan yang tinggi sebagai akibat kenaikan Bank Indonesia (BI) Rate juga berimbas pada pelemahan pertumbuhan ekonomi. Masalah lainnya adalah tekanan inflasi dan defisit transaksi berjalan yang masih terjadi, bahkan diperkirakan terjadi hingga tahun 2015. Hal ini menyebabkan tekanan pada nilai rupiah yang melemah.
Menghadapi situasi perekonomian nasional yang terjadi  saat ini , Kemkeu dituntut benar-benar  fokus pada bidang tugasnya atau tupoksinya, yakni kebijakan  fiskal. Benar apa yang dikemukakan oleh Wakil Menkeu Bambang P.Soemantri Brojonegoro, pada acara Economic Outlook 2014 di Jakarta,Kamis (10/10) bahwa kebijakan fiskal mendatang masih mengupayakan pertumbuhan. Sebab jika sekedar memperbaiki transaksi berjalan dengan mengorbankan pertumbuhan, akan susah mengurangi kemiskinan dan pengangguran (Kompas 12/10).
Upaya mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi harus dilakukan bersamaan dengan upaya perbaikan defisit transaksi berjalan. Dengan demikian, harus ada sinergi antara pemegang kebijakan moneter, dalam hal ini BI dan pemegang kebijakan fiskal yaitu Kemkeu, terkait langkah-langkah yang harus dilakukan guna mengatasi masalah perekonomian nasional. Memacu pertumbuhan ekonomi ketataran yang lebih tinggi sulit bisa diwujudkan pada tahun 2013, yang hanya tersisa 2 (dua) bulan lagi, atau bahkan pada tahun 2014. Sinyal tersebut nampak pada pengetatan kebijakan fiskal dalam  Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2014.
Dalam APBN yang telah disetujui dan disahkan oleh Pemerintah dan Dewan Pewakilan Rakyat (DPR) pada tanggal 25 Oktober 2013 yang lalu, target pertumbuhan ekonomi dikoreksi dari usulan awal sebesar 6,4 persen menjadi 6 persen. Karena itu, wajar jika anggaran belanja negara dalam APBN tahun 2014 tidak bisa ekspansif. Bersamaan dengan hal itu, defisit anggaran pada APBN 2014 sebesar 1,69 persen jauh lebih kecil dibanding pada APBN-P 2013. sebesar 2,38 persen.
Penurunan target pertumbuhan ekonomi dilakukan demi menjaga agar tidak terjadi tekanan pada transaksi berjalan. Total belanja negara pada APBN 2014 sebesar Rp 1.842,5 triliun, atau naik 6,7 persen dibanding APBN-P 2013 sebesar Rp 1.726,2 triliun. Jika diperhitungkan dengan asumsi inflasi pada tahun 2014 sebesar 5,5 persen, maka secara riil total belanja negara pada APBN 2014 naik hanya 1,2 persen. Konsekuensinya, program untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran jadi agak terhambat.
Upaya Serius Kemkeu
Pengetatan kebijakan fiskal mengakibatkan anggaran belanja negara dalam APBN 2014 tidak bisa ekspansif. Kondisi demikian menyebabkan ruang gerak Kemkeu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, agar program pengurangan kemiskinan dan pengangguran berhasil baik, jadi tidak berjalan. Untuk itu, Kemkeu dituntut melakukan upaya-upaya serius, mencari terobosan dan menjaga agar target-target penting dalam APBN 2014 tercapai. Hal ini mendesak untuk dilakukan demi terwujudnya perekonomian nasional yang mandiri, kuat dan stabil.
Hal pertama yang harus dilakukan adalah, menjaga agar anggaran belanja negara sebesar Rp 1.842,5 triliun, benar-benar terarah dan tepat sasaran, tanpa ada kobocoran (dikorupsi) atau pemborosan lainnya. Kemkeu harus menjamin agar anggaran belanja negara, yang dalam praktiknya dikelola oleh para Pengguna Anggaran yang tersebar diberbagai Kementerian/Lembaga harus dilaksanakan tepat waktu, tepat sasaran, tempat jumlah dan tanpa ada kebocoran. Â
Kedua, menjaga agar anggaran subsidi energi sebesar Rp 282 triliun tidak terlampaui (jebol). Pengalaman menunjukkan bahwa anggaran subsidi anergi rawan jebol, karena upaya untuk mengendalikan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) belum efektif berjalan. Untuk menjaga agar pagu subsidi energi tidak jebol, perlu penataan/perbaikan struktur subsidi dan pengendalian konsumsi BBM secara ketat.. Jika anggaran subsidi energi jebol maka dampaknya bisa  sangat membahayakan APBN.Â
Ketiga, menjaga agar pendapatan negara yang ditargetkan sebesar Rp 1.667,1 triliun dapat tercapai sesuai rencana. Upaya serius dan terobosan baru perlu dilakukan mengingat dalam situasi ekonomi yang belum pulih, tidak mudah untuk bisa memenuhi target pendapatan negara yang demikian besar, terutama dari sektor pajak.Dari awal harus dicegah agar tidak ada lagi penerimaan pajak yang dikorupsi.
Apabila 3 (tiga) hal penting diatas dapat dilaksanakan dengan baik oleh Kemkeu, yaitu pelaksanaan anggaran belanja negara bisa dilakukan tepat waktu, tepat sasaran, tepat jumlah, tanpa ada kebocoran. Kemudian, realisasi anggaran subsidi energi tidak melampaui pagunya. Dan, terakhir target pendapatan negara bisa tercapai sesuai rencana, maka jalan menuju perekonomian nasional yang mandiri, kuat dan stabil bersama Kemkeu akan terbuka lebar.