Agama Islam adalah sebuah agama yang mengajarkan kasih sayang, toleransi dan persaudaraan serta menjunjung tinggi perdamaian. Bila kita telaah kitab suci Alquran dan riwayat-riwayat hadits dengan penuh ketelitian, tentu kita tidak akan bisa mengelak dari pernyataan tegas tersebut. Lalu kemudian para musuh Islam memberikan bayak fitnah dan tuduhan yang sangat kotor kepada Islam. Salah satunya adalah mengenai hukuman yang terdapat dalam Islam mengenai orang yang keluar dari agama Islam adalah harus dibunuh (Naudzubillah). Pernyataan yang mereka lancarkan ini bukan tanpa sebab, karena apa yang mereka katakan ini adalah buah dari perbuatan umat Islam dewasa ini yang sering mempertunjukkan aksi radikalisme yang selalu dikaitkan dengan embel-embel nama agama Islam dan takbir, bahkan tidak sedikit para Ulama yang membuat fatwa demikian.
Sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya, Islam mengajarkan kebebasan dalam beragama dan berkeyakinan. Islam tidak memaksakan seseorang untuk beriman kepada suatu keyakinan tertentu. Sebagai contoh di dalam Alquran terdapat firman Allah sebagai berikut: Â "Tidak ada paksaan dalam agama" (Q.S. Albaqarah : 257). Kemudian di tempat lain Allah Ta'ala berfirman bahwasanya urusan seorang menjadi beriman ataupun tidak itu bukanlah urusan manusia melainkan urusan Allah Ta'la. Sebagaimana firman-Nya; Â "Dan sekiranya Tuhan engkau memaksakan kehendak-Nya, niscara semua orang yang ada di bumi akan beriman semuanya. Apakah engkau akan memaksa manusia hingga menjadi orang-orang beriman?" (Q.S. Yunus : 100).
Seseorang boleh memilih agama apapun untuk diyakini tanpa ada suatu paksaan sama sekali. Jadi siapapun tidak memiliki hak untuk memaksa seseorang untuk beriman kepada agamanya atau tidak ada yang berhak menghukum seseorang yang meninggalkan suatu agama. Terlebih lagi bukanlah suatu hal yang adil jika seseorang boleh meninggalkan agama lain untuk masuk agama Islam, namun ia tidak bisa meninggalkan agama Islam untuk masuk ke dalam agama lainnya.
Dalam sebuah hadits Rasulullah Saw juga bisa kita dapati riwayat yang menyatakan bahwa manusia tidak memiliki hak apapun untuk menentukan keadaan hati atau keimanan seseorang. Iman dan keadaan hati hanya Allah Ta'ala semata yang mengetahui hakikatnya, karena Dia adalah Maha Mengetahui apapun yang ada di seluruh alam semesta ini.
Hadits ini menjelaskan sebuah insiden dimana Hadhrat Usama bin Zaid ra ikut serta dalam sebuah Sarya (Perjalanan/ekspedisi yang tidak diikuti oleh Rasulullah saw). Pada saat itu, Hadhrat Usama ra berhasil mengalahkan seorang musuh, tetapi setelah kalah ia langsung mengucapkan kalimah syahadat sebagai tanda bahwa ia telah beriman kepada agama Islam. Menurut Hadhrat Usama ra, orang itu mengucapkan kalimah syahadat hanya karena ia takut pada kematian saja sehingga pada akhirnya beliau memutuskan untuk membunuh orang itu. Â Ketika kembali ke Madinah, beliau menanyakan hal itu kepada Rasulullah saw dan menjelaskan peristiwa sebenarnya. Mendengar hal itu Rasulullah Saw menjadi sangat marah dan bertanya kepada Hadhrat Usama ra apakah beliau telah membelah dadanya untuk mengetahui keadaan hati dan imannya sebelum membunuh orang itu.
Dari riwayat ini jelaslah bahwa tidak ada seorangpun yang punya kekuasaan untuk menyatakan orang sebagai murtad atau menghukum dan membunuh seseorang yang menyatakan syahadat meski bagaimanapun keadaan hatinya, baik ia berpura-pura atau jujur.
Murtad  digunakan hanya untuk orang-orang yang menyatakan dengan jelas dan terbuka bahwa ia sudah keluar dari agama Islam dan tidak memiliki hubungan apapun. Namun meski demikian tidak ada manusia yang memiliki wewenang untuk membunuh mereka. Jika seandainya ada manusia yang memiliki otoritas untuk menyatakan murtad atau kafir kepada orang lain, maka pasti akan muncul kekacauan dimana-mana. Hanya Allah saja yang tahu isi hati manusia dan mampu memberikan cap murtad atau kafir kepada seseorang.
Kemudian jika hukuman mati adalah hukuman bagi orang yang murtad, maka akan muncul kemunafikan di dalam tubuh umat Islam. Misalnya ada seorang muslim yang menerima Kristen sebagai agama yang ia anut, namun karena ia takut dibunuh karena telah murtad dari agama Islam maka ia akan menyembunyikan kenyataan tersebut dan ia akan menjadi seorang yang munafik. Sejatinya ia adalah seorang Kristen, namun dihadapan orang banyak ia akan menjadi orang Islam, alasannya karena ia tidak mau mati dan dibunuh sebagai hukuman.
Agama Islam adalah agama yang sangat membenci kemunafikkan. Agama Islam sangat memandang tercela hal ini dan merupakan dosa yang sangat besar. Jika hukuman bagi orang murtad adalah dibunuh atau dihukum mati, maka na'udzubillah, pada saat yang sama artinya Alquran juga mengajarkan kemunafikan.
Di dalam Surah Al-Nisa: 138. Allah berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang beriman, kemudian ingkar, kemudian beriman lagi, kemudian ingkar lagi, kemudian kian bertambah dalam kekufuran, sekali-kali Allah swt. tidak akan mengampuni mereka dan tidak pula akan menunjukkan jalan lurus kepada mereka."
Di dalam ayat ini dijelaskan mengenai keadaan seseorang yang beberapa kali mengganti keimanannya. Jika seandainya hukuman untuk murtad dari Islam menurut Alquran adalah dibunuh maka seharusnya yang digunakan di dalam ayat ini setelah kata "kafaru" adalah "qatalu", namun faktanya adalah tidak demikian. Ini menunjukkan bahwa hukuman untuk orang yang meninggalkan agama Islam bukanlah dibunuh, melainkan hukumannya akan diberikan sendiri oleh Allah Taala di hari akhir nanti. Karena perkara keimanan seorang memiliki hubungan langsung dengan Allah, bukan dengan manusia.
Terlebih lagi ayat-ayat Alquran sendiri memberikan kesaksian bahwa pada zaman Rasulullah Saw pun praktek meninggalkan agama Islam telah dilakukan oleh umat Islam yang munafik itu sendiri, namun tetap saja secara umum beliau tidak menetapkan hukuman mati bagi mereka. Peristiwa ini dijelaskan dalam surah Al-Munafiqun: 2-6. Kemudian dalam surah Ali Imran: 73 Allah berfirman tentang kaum Ahli Kitab:
"Dan segolongan Ahlikitab berkata, "Percayalah kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang yang beriman di waktu permulaan hari dan ingkarlah di waktu akhirnya, barangkali mereka  akan kembali."
Ayat ini menjelaskan bahwa pada masa Rasulullah saw, orang-orang ahli kitab berani membuat dan melancarkan banyak rencana untuk melukai Islam dan Rasulullah saw, yaitu dalam bentuk kemunafikan. Dimana umatnya dianjurkan untuk beriman pada sebagian hari, kemudian murtad dari Islam pada sebagian waktu lainnya. Mereka terus melancarkan rencana tersebut demi menghancurkan agama Islam. Jika pada masa itu Rasulullah saw menetapkan hukuman bagi orang yang murtad dari Islam adalah dibunuh, maka orang-orang ahli kitab tidak akan sekali-sekali berani untuk membuat rencana semacam ini dan melakukannya berulang-ulang tanpa rasa takut. Artinya Rasulullah Saw tidak menetapkan hukuman mati bagi orang yang murtad dari Islam.
Poin terakhir, di dalam surah Ali Imran: 87-90 dengan jelas Allah telah berfirman bahwa kerugian yang akan diterima oleh orang-orang yang ingkar dan murtad dari Islam setelah beriman sebelumnya adalah bahwa mereka akan kehilangan segala hak untuk mendapatkan petunjuk kepada jalan yang lurus. Kemudian juga dijelaskan bahwa yang akan diterima oleh orang-orang murtad tersebut adalah laknat dari Allah, malaikat dan manusia. Mereka akan tinggal di dalam neraka dalam waktu yang lama, dan tidak akan diringankan azab bagi mereka. Inilah hukuman yang dijelaskan oleh Allah Taala sendiri dalam kitab suci-Nya. Keimanan memiliki kaitan dengan keadaan hati manusia dan memiliki hubungan langsung dengan Allah, oleh karena itu manusia tidak mempunyai hak untuk memberikan hukuman bagi seseorang perihal keimanannya, apalagi hukuman mati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H