Mohon tunggu...
Abdul Bukhori
Abdul Bukhori Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Sosiologi Fisip Unair

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dialektika Kontrol Dalam Struktur Ekonomi Global

21 Juli 2014   15:49 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:43 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dialektika Kontrol

“Posisi Tawar Menawar Negara terhadap Ekonomi Kapitalisme”

Pendahuluan

Selama dua dekade terakhir, sistem ekonomi kapitalisme telah menyebar ke seluruh penjuru dunia melalui proses globalisasi. Kapitalisme semakin menancapkan kuasanya setelah keruntuhan komunisme di wilayah Timur dan kediktatoran militer di Dunia Ketiga. Kapitalisme dewasa ini merupakan paham kanan baru atau new right yang merebak ke seluruh wilayah negara. Paham ini mempromosikan pasar bebas, anti negara kesejahteraan karena dianggap terlau banyak tunjangan sosial, dan libertarian.

Paham kanan baru ini bertentangan dengan paham kanan konservatif yang menganut filsafat ekonomi Adam Smith dalam The Wealth of Nation.  Paham kanan konservatif menganggap  bahwa nilai-nilai ortodoks merupakan kebenaran yang harus dipertahankan dan secara politis demi menjaga status quo. Paham kanan baru bertujuan untuk mewujudkan kesetaraan individu, distribusi sumber daya yang seimbang, dan perwujudan maximisasi profit. Maka langkah yang ditempuh adalah fasilitas pasar bebas, efisisensi, privatisasi dan minimisasi public spending. (Wright, C. Mills: 2003)

Perdagangan bebas dunia menjadi kendaraan bagi sistem ekonomi kapitalisme untuk  melakukan ekspansi ke seluruh penjuru dunia. Negara berkembang di dunia ketiga tidak luput dari ekspansi yang dilakukan oleh sistem ekonomi kapitalis. Ekonomi kapitalisme yang pada mulanya masuk ke dunia ketiga melalui proyek kolonialisme, saat ini menjadikan perdagangan bebas sebagai penggantinya.

Munculnya asosiasi-asosiasi perdagangan bebas regional seperti APEC, AFTA, NAFTA, EEC, dan lain sebagainya menjadikan keterlibatan Indonesia tidak dapat dihindari. Perdagangan bebas menjadi arena pertarungan kekuatan ekonomi global. Keterlibatan Indonesia dalam perdagangan bebas menjadi tolak ukur bagi negara lain dan segelintir pemilik modal untuk menancapkan modalnya di tanah air.

Perdagangan bebas dunia dan sistem ekonomi kapitalis mempunyai wilayah diskursus tersendiri di dalam ruang publik masyarakat. Pertemuan Organisasi Perdagaganan Dunia yang dilakukan di Seattle tahun 1999 tidak luput dari kritik dan demonstrasi. Puluhan ribu masyarakat berunjuk rasa dan mempertanyakan manfaat dari perdagangan bebas. Perdagangan bebas memberikan ancaman yang serius bagi negara berkembang di dunia ketiga.

Negara berkembang, termasuk Indonesia harus menyiapkan kekuatan ekonominya untuk menghadapi perdagangan bebas. Perdagangan bebas yang mengandung sistem ekonomi kapitalis dapat melakukan ekspansi dan penjajahan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sistem ekonomi kapitalis menghendaki kepemilikan pribadi atas sejumlah sumber daya kapital dan sumber daya tenaga manusia. Akumulasi sumber daya bertujuan akhir untuk mendapatkan keuntungan.

Pada prinsipnya sistem ekonomi kapitalis adalah sistem ekonomi yang serakah. Sistem ekonomi kapitalis menekankan kesejahteraan individu. Kesejahteraan individu dengan pengusaan atas sumber daya alam dan komodifikasi tenaga manusia. Kapitalisme sangat menghindari berbagai pengeluaran publik, termasuk tunjangan kesejahteraan sosial.

Dengan kata lain, kapitalisme dalam perdagangan bebas adalah arena pertarungan bagi pelaku ekonomi licik dan haus akan kekayaan pribadi. Perdagangan bebas dunia akan memberikan dampak yang begitu buruk bagi negara berkembang yang belum siap terlibat. Ekonomi negara seyogyanya mempunyai kekuatan untuk berdikari berdasarkan falsafah Pancasila dan UUD 1945.

Negara dan Kapitalisme

Negara menjadi wilayah bagi tumbuhnya sitem ekonomi kapitalis. Pertumbuhan ekonomi negara menjadi tergantung pada kekuatan kapitalisme. Proses industrialisme dalam skala lokal maupun nasional, terutama oleh pihak swasta menunjukkan bahwa kapitalisme telah menjangkiti sistem perekonomian pemerintah. Monopoli negara atas kekayaan bumi, air dan sumber daya lainnya tidak dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. Berdikari dalam bidang ekonomi yang harusnya dilakukan negara harus dipertanyakan dengan tegas.

Marxisme ortodoks melihat basis perekonomian masyarakat dalam suatu negara menentukan struktur sosialnya secara keseluruhan, juga kondisi jiwa para warganya. Gagasan ini berpijak pada tipe masyarakat materialis Marx. Substruktur masyarakat akan menentukan suprastruktur masyarakat. Substruktur merupakan wilayah basis produksi yang mengacu pada mode produksi dan pondasi ekonomi. Suprastruktur masyarakat mencakup wilayah institusi-isntitusi sosial dan ideologi yang meliputi pemahaman manusia. Dengan demikian, ideologi atau sistem kepercayaan yang kita miliki sebagai bangsa dan negara merupakan praktek sistem ekonomi kapitalisme. (Wright, C. Mills: 2003)

Dalam pandangan lain, konsep Anthony Giddens tentang modernitas menjelaskan negara merupakan wadah tumbuhnya kapitalisme dan industrialisme. Bagi Giddens, modernitas merupakan produk dari sejarah yang belum tuntas. Modernitas bersifat multidimensional pada isntitusi-institusi sosial. Negara adalah tempat tumbuhnya institusi sosial. Kapitalisme kemudian menjangkiti negara melalui institusi sosial, institusi ekonomi, maupun isntitusi politik. Kapitalisme harus dipahami tidak hanya sebagai sistem produksi, namun merupakan sistem tatanan sosial masyarakat.

Kapitalisme sebagai sistem produksi menekankan privatisasi atas sejumlah kapital dan komodifikasi tenaga kerja. Proses privatisasi dan komodifikasi merupakan rangkaian awal kapitalisme. Untuk mencapai keuntungan, wilayah distribusi dan konsumsi menjadi rangkaian yang tidak terpisahkan. Produksi, distribusi, dan konsumsi yang berakhir pada akumulasi keuntungan merupakan mesin penggerak kapitalisme.

Giddens melihat kapitalisme sebagai tatanan sosial masyarakat merujuk kepada class society. Giddens menawarkan empat pandangan kapitalisme sebagai social order. Pertama, tatanan ekonominya bertumpu pada privatisasi atas sejumlah modal dan komodifikasi tenaga kerja (buruh/karyawan). Kedua, wilayah ekonomi terlepas dari wilayah politik. Ketiga, pemisahan antara wilayah ekonomi dengan wilayah politik didasarkan atas superioritas kepemilikan modal dan komodifikasi tenaga kerja. Keempat, karakter negara sangat dipengaruh wilayah ekonomi kapital, otonomi negara ditentukan oleh ketergantungan akumulasi kapital.

Dialektika Kontrol

Negara merupakan pelaku ekonomi yang menentukan proses produksi, distribusi, dan konsumsi. Sistem ekonomi negara berdasarkas falsafah pancasila dan UUUD 1945 tidak diimplementasikan sepenuhnya. Negara dalam kesadaran praktis telah melakukan praktek ekonomi kapitalis dalam interaksi sosialnya. Hal ini semakin terlihat setelah negara tergabung dalalm perdagangan bebas dunia maupun perdagangan regional antar negara.

Sistem perdagangan bebas dunia mempengaruhi struktur ekonomi global, termasuk Indonesia. Dialektika kontrol merupakan bentuk perlawanan negara terhadap struktur ekonomi global yang berlandaskan kapitalisme. Agen dalam pandangan Giddens dapat berupa manusia maupun lembaga sosial.

Dalam tinjauan teoritis, penulis akan melihat negara dari kacamata teori strukturasi. Strukturasi merupakan teori yang menjembatani petentangan antara obyekvisme dan subyektivisme. Dalam kajian teori sosial obyektifisme memandang agen/pelaku dikendalikan dan dikekang oleh kekuatan sosial dil luar tubuhnya. Sedangkan, subjektivisme memandang tindakan-tindakan sosial mempengaruhi kekuatan sosial di luar dirinya.

Negara merupakan pelaku ekonomi yang mempunyai kekuatan untuk  merefleksikan tindakan sosialnya.  Dalam struktur ekonomi global yang berlandaskan kapitalisme, negara mempunyai peluang untuk melakukan dialektika kontrol. Bagi Giddens, struktur dipahami sebagai “aturan” dan “sumber daya/modal”. Struktur tidak hanya bersifat mengekang seperti dalam pandangan Durkheim, namun juga menjadi sumber daya bagi agen untuk merubahnya.

Harus diakui, dalam proses interaksi sosial secara global maupun nasional negara telah melakukan praktek ekonomi kapitalis secara rekursif/berulang-ulang tanpa disadari. Negara seharusya menjalankan praktek demokrasi ekonomi tidak dapat terwujud dengan baik. Dialektika kontrol negara terhadap struktur dapat terjadi apabila negara pada tahapan kesadaran diskursif. Kesadaran diskursif menjadi penting karena merupakan titik tolak reproduksi struktur baru.

Kesadaran diskursif bila telah terpenuhi, maka negara mempunyai kekuatan reflektif untuk mereproduksi struktur kembali. Peran struktur sebagai sumber daya sangat penting dalam hal ini. Struktur sebagai sumber daya merupakan akses reproduksi struktur melalui gugusan struktur. Guguan struktur ini mencakup struktur signifikasi, struktur dominasi, dan dan struktur legitimasi.

Negara melakukan dialektika kontrol melalui sarana struktur signifikasi dengan memproduksi wacana. Negara mewacanakan pentingnya merevitalisasi sistem ekonomi yang berdasarkan karakter bangsa Indonesia. Sistem ekonomi yang berlandaskan falsafah Pancasila dan amanat UUD 1945. Dengan sistem ekonomi yang berlandaskan falsafah Pancasila dan amanat UUD 1945 maka kesejahteraan ekonomi akan dapat terwujud.

Sarana struktur dominasi, negara melalui institusi politik dan ekonomi dapat memproduksi struktur yang baru. Institusi politik menjadi landasan negara untuk mencapai tujuan dari sistem ekonomi demokrasi. Menerapkan kebijakan politik yang dapat mewujudkan keadilan ekonomi bagi semua rakyat. Institusi ekonomi menjadi sarana negara untuk menerapkan kebijakan ekonomi yang melindungi aset sumber daya, kontrol distribusi dan konsumsi namun tetap menghargai persaingan ekonomi yang terjadi di pasar bebas.

Sarana legitimasi merupakan reproduksi kebijakan hukum. Negara mempunyai kekuatan untuk menerapkan hukum yang menjamin terkontrolnya arus perdagangan bebas. Menerapkan aturan beserta sanksinya apabila dalam dimensi perdangan bebas dan praktek kapitalisme yang merugikan negara maupun masyarakat secara luas.

Referensi

Miils, C. Wrigt. 2003. “Kaum Marxis”. Pustaka Pelajar:Jakarta

Norberg, Johan. 2010. “Membela Kapitalisme Global. Freedom Institut:Jakarta

Jurnal “ Melacak Pemikiran Anthony Giddens Tentang Nation-State dan Modernitas” oleh Nanang Indra Kurniawan diakses pada 15 Juli 2014

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun