Mohon tunggu...
Abdul Bukhori
Abdul Bukhori Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Sosiologi Fisip Unair

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Nasionalisme dan Ancaman Disintegerasi Nasional

11 Oktober 2014   14:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:29 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

PELATIHAN KADER GMNI FISIP UNIVERSITAS AIRLANGGA

Nasionalisme dan Ancaman Disintegerasi Nasional

Oleh: Abdul Bukhori Muslim

A.PENGANTAR

“...Saya katakan bahwa dasar pertama buat Indonesia ialah dasar kebangsaan. Itu berarti bukanlah dasar kebangsaan dalam arti yang sempit, tapi saya menghendaki satu nationale staat, seperti yang saya katakan dalam rapat di Taman Raden Saleh beberapa hari yang lalu. Satu nationale staat Indonesia bukanlah dalam arti staat yang sempit” (Ir. Soekarno, Sang Proklamator)

Konsep pemikiran Soekarno mengenai nasionalisme telah terlihat ketika Soekarno masih muda. Pengetahuan Soekarno muda tentang ideologi sosialis-liberal, sistem kekuasaan kolonialisme dan imperialisme, kerangka epistimologis Marxian, pengalaman partisipatoris-emansipatoris, dan pemahaman akan dinamika realitas sosial masyarakat pribumi pada rentang periode awal dan pertengahan abad 20. Akumulasi pengetahaun tersebut digunakan oleh Soekarno muda sebagai kerangka analisa sosial dan merefleksikannya ke dalam gagasan tentang marhaenisme. Upaya dekontruksi pengetahuan yang dilakukan Soekarno muda, telah memberikan semangat perjuangan revolusioner dalam membebaskan tanah air dari belenggu sistem kekuasaan kolonialis dan imperialis.  Ideologi yang digagas Soekarno mengenai marhaenisme merupakan solusi alternatif sebagai landasan perjuangan dan semangat pembebasan dari ketertindasan. Upaya ini akhirnya menghadirkan kesadaran kolektif masyarakat pribumi. Gerakan sosial yang muncul pada era kolonialisme merupakan akibat dari mobilisasi konsensus untuk mencapai kemerdekaan dari penjajahan bangsa asing.

Nasionalisme Soekarno merupakan hasil dari refleksi, perenungan, kesedihan dalam melihat bangsanya yang tertindas. Salah satu refleksi Soekarno tentang nasionalisme termaktub dalam sebuah pidatonya :

“.....bahwa revolusi kita ini adalah sebagian saja dari pada revolusi kemanusiaan. Cita-cita revolusi kita adalah, kataku, kongruen (sama dan sebangun) dengan the social considicience of man......bahwa semboyan kita adalah freedom to be free, bebas untuk merdeka. Buat apa ada freedom of speech, freedom of creed, freedomfrom want, freedom of from fear, jikalau tidak ada kebebasan untuk merdeka”.

Nasionalisme merupakan semangat pembebasan dari ketertindasan. Nasionalisme menurut Soekarno lahir dari prinsip yang berakar pada tuntutan hati nurani anak bangsa. Soekarno menulis dalam Harian Suluh Indonesia Muda itu (1926)yang berjudul “Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme” ia sudah menegaskan bahwa “Nyawa pergerakan rakyat Indonesia memiliki tiga sifat yaitu NASIONALISTIS, ISLAMISTIS, dan MARXISTIS. Dinyatakan disitu bahwa “Partai Budi Oetomo, National Indisehe Partij, Partai Sarekat Islam, Perserikatan Minahasa, Partai Komunis Indonesia, dan masih banyak partai – partai lain. Masing-masing mempunyai roh Nasionalisme, roh Islamisme, atau roh Marxisme. Juga dinyatakannya: “Bukannya kita mengharap yang Nasionalis itu supaya berubah faham jadi Islamis atau Marxis, bukan maksud kita menyuruh Marxis dan Islamis itu berbalik menjadi Nasionalis, akan tetapi impian kita hanyalah kerukunan, persatuan antara tiga golongan itu”.

Sukarno dikenal karena ide-ide nasionalismenya, namun banyak yang tidak menyadari bahwa sikap dan landasan berpikir salah satu proklamator kemerdekaan Indonesia itu justru berpijak pada humanisme. Kajian mengenai nasionalisme Soekarno mendapat tanggapan berbeda dari staf pengajar Fisipol UGM, Cornelis Lay. Cornelis mengungkapkan bahwa beraneka ragam predikat Bung Karno sering dipaparkan panjang lebar, mulai dari sebagai politisi dan negarawan, sebagai ideologi, pemikir sosial dan individu pecinta wanita yang sangat ekspresif. Namun, sosok Bung Karno sebagai seorang humanis justru jarang dibicarakan. Demikian kuatnya gagasan humanisme Bung Karno bisa dirunut melalui hasil karya tulisan maupun tindakannya. Humanisme Soekarno ini bisa diuji, baik melalui pemikiran maupun di tingkat praksis.Pada level pemikiran dan ideologi, tulisan-tulisan Bung Karno sejak 1926 hingga awal 1960-an dengan jelas dipenuhi argumen-argumen humanistik yang tidak saja kuat, tetapi sekaligus konsisten. Cornelis mencontohkan tulisan Bung Karno di HarianSuluh Indonesia Muda, 1926. "Buat saya, maka cinta saya pada tanah air itu, masuklah dalam cinta pada segala manusia. Saya ini seorang patriot, oleh karena saya manusia dan bercara manusia. Saya tidak mengecualikan siapapun juga," tulis Bung Karno.Dalam kajian Cornelis, Bung Karno sejak awal percaya bahwa humanisme merupakan bingkai nilai ideal yang bersifat universal yang bisa merangkum nasionalisme ke dalam kesatuannya dengan gerak peradaban. Bagi Bung Karno, nasionalisme hanyalah dapat mencapai apa yang dimaksudkannya bilamana bersendikan asas-asas yang lebih suci.Humanisme Bung Karno tidak hanya berhenti pada tataran pemikiran dan ideologi, tapi juga dalam tataran praksis.

B.NASIONALISME INDONESIA

Dewasa ini, nasionalisme mempunyai tantangan besar dalam menjawab persoalan bangsa. Ancaman kelompok sparatis yang ingin memisahkan diri dari Indonesia terjadi secara masif di berbagai wilayah daerah. Kesenjangan kekuasaan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah berakibat pada model pembangunan yang mengesampingkan kearifan lokal dan tatanan nilai norma masyarakat lokal. Hal ini semakin diperburuk pula dengan gejolak politik pada “tingkat atas” yang cenderung mementingkan kekuasaan. Konflik politik horisontal yang terjadi mengakibatkan kepentingan-kepentingan masyarakat lokal menjadi terabaikan. Ketidakpuasan masyarakat daerah berujung pada tindakan memberontak dan ancaman keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Model tata kelola konflik yang dibangun untuk mengatasi masalah disintegerasi cenderung bersifat represif. Solusi yang diberikan masih tidak melihat keinginan masyarakat daerah, karena pada substansinya pemerintah telah melakukan kebijakan yang sifatnya top down. Suatu kebijakan yang bersifat linier dari atas ke bawah, yang artinya tidak mendengarkan aspirasi masyarakat daerah.

Dalam salah satu contoh kasus konflik dan ancaman disintegerasi nasional adalah munculnya gerakan sparatis Organisasi Papua Merdeka (OPM). Konflik dan ancaman disintegerasi yang terjadi di Papua sudah terjadi semenjak era kekuasaan Soekarno. Konflik Papuaadalah konflik yang terjadi di ProvinsiPapua, Indonesia. diawali pada tahun1961, muncul keinginan Belanda untuk membentuk negara Papua Barat terlepas dariIndonesia,Langkah Belanda ini dilawan Presiden Soekarno dengan mendekatkan diri pada negara komunis terutama Uni Soviet.Sikap Soekarno ini membuat takut Belanda dan Presiden Amerika Serikat John F Kennedy. Sebab jika itu dibiarkan maka Indonesia sangat mungkin menjadi negara komunis terbesar di Asia Tenggara.Ketakutan itu lalu membuat Belanda mengambil sikap untuk menyerahkan masalah Papua ke PBB. Dari dan melalui PBB, Belanda mengambil sikap untuk keluar dari papua dan tidak jadi mengambil, merebut dan menjajah Papua lalu Papua diserahkan "kembali" ke Indonesia dengan syarat memberi kesempatan pada rakyat Papua untuk menentukan sikap sendiri atau referendum (Penentuan Pendapat Rakyat/PERPERA). Lewat PERPERA tahun 1969, rakyat Papua memilih "tetap" dalam lingkungan Republik Indonesia.

Organisasi Papua Merdeka(disingkat OPM) adalah sebuah organisasi adat didirikan pada tahun 1965 untuk mempromosikan penentuan nasib sendiri dan pemisahan diriPapuadariRepublik Indonesia. Gerakan ini dilarang di Indonesia, dan mengibarkanBendera Bintang Kejoradan berbicara dalam mendukung tujuan OPM adalah dilarang kegiatan di Indonesia, yang dapat dikenakan biaya dari "Makar" (pengkhianatan)[9]. Sejak awal berdirinya OPM telah mencoba dialog diplomatik, melakukan upacara bendera (ilegal menurut hukum Indonesia), dan tindakan militan dilakukan sebagai bagian dariKonflik Papua. Pendukung secara rutin menampilkanBendera Bintang Kejoradan simbol lainnyaKesatuan Papuayang telah diadopsi pada periode 1961 sampai pemerintahan Indonesia dimulai pada bulan Mei 1963 dengan Perjanjian New York. Para pendukung organisasi menuduh orang-orang Papua tidak memiliki hubungan etnis, budaya atau geografis dengan Indonesia, bahwa mereka adalah orang-orang kolonial di bawahResolusi PBB 1541dan bahwa mereka berhak ketentuan Resolusi PBB 1514. Menurut pendukung OPM, pemerintah Indonesia diPapuaadalah pendudukan militer. Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa wilayah tersebut memilih untuk dimasukkan ke dalam Republik Indonesia dengan referendum yang dikenal sebagaiTindakan Pemilihan Bebaspada tahun 1969. Pernyataan ini ditolak oleh para pendukung organisasi yang menuduh Tindakan Pemilihan Bebas tidak sukarela dan tidak mewakili populasi.

C.METODE PELATIHAN KADER

Pelatihan ini menggunakan metode diskusi kelompok dan role play. Diskusi kelompok adalah salah satu bentuk kegiatan yang dilaksanakan dalam bimbingan. Kegiatan diskusi kelompok merupakan kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan lebih dari satu individu. Kegiatan diskusi kelompok ini dapat menjadi alternatif dalam membantu memecahkan alternatif permasalahan. Role play atau bermain peran adalah strategi pengajaran yang termasuk ke dalam kelompok model pembelajaran  sosial (social models). Strategi ini menekankan sifat sosial pembelajaran, dan memandang bahwa perilaku kooperatif dapat merangsang subjek baik secara sosial maupun intelektual.

D.TUJUAN

Peserta dpat memahami materi dan mengimplementasikannya ke dalam dunia sosial. Diharapkan juga untuk peserta dapat memeberikan solusi alternatif atas berbagai macam masalah sosial, khususnya disintegerasi nasional.

Disampaikan pada kegiatan PPAB GmnI Komisariat FISIP Universitas Airlangga, Sabtu, 18 Dzulhijah 1435 Hijriah/11 Oktober 2014

Mahasiswa aktif Sosiologi Strata 1 FISIP Universitas Airlangga

Pidato Soekarno dihadapan BPUPKI pada 1 Juni 1945

prinsip utama (asas) pemikiran bersumber pada tuntutan hati/budi nurani manusia

Humanisme adalah adalah istilah umum untuk berbagai jalan pikiran yang berbeda yang memfokuskan dirinya ke jalan keluar umum dalam masalah-masalah atau isu-isu yang berhubungan denganmanusia.

http://www.tempo.co/read/news/2001/05/24/05529266/Pemikiran-Terbesar-Sukarno-adalah-Humanisme diakses pada tanggal 10 Oktober 2014 pukul 19.54

Kata Praksis sering digunakan sebagai alternatif dari kata praktik atau aksi. Praksis sebenarnya merupakan sebuah istilah teknis yang terdapat pada Marxismedan dalam filsafatpendidikanolehPaulo Freire. Secara umum, kata praksis menunjuk pada sebuah cara berfikir. Sedangkan secara khusus, kata praksis menunjuk pada sebuah metode.

http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik_Papua diakses pada tanggal 10 Oktober 2014 pada pukul 20.43

Ibid

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun