Al-Qur’an adalah kalam Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw penutup para nabi dan rosul, dengan perantaraan malaikat Jibril, ditulis dalam mushaf-mushaf yang disampaikan kepada kita secara mutawatir (oleh orang banyak), serta mempelajarinya merupakan suatu ibadah, dimulai dengan surah al-fatihah dan ditutup dengan surah al-Nash. Dalam praktiknya, Al-Qur’an merupakan suatu wahyu tuhan yang dimana didalamnya terdapat berbagai macam manfaat ataupun keindahan. Perlu kita ketahui bahwa al-qur’an adalah murni kalam Allah tanpa ada campur tangan dengan sesuatu. Yang dimana kalam Allah tersebut mengandung keindahan tersendiri dan berbeda dengan syair-syair arab pada umumnya. Al-Qur’an memiliki keindahan-keindahan susunan dan irama yang tidak dimiliki oleh syair-syair buatan manusia.
Menghafal Al-Qur’an juga merupakan sarana mengasah otak, mempertajam daya ingat, sekaligus antitesis terhadap kejenuhan membaca Al-Qur’an. Orang yang menghafal Al-Qur’an tidak akan merasa jemu membaca Al-Qur’an memurojaahnya sampai kerongkongan kering suara serak, dan terkadang mulut berbusa. Ini adalah amal yang berpahala besar disisi Allah. Karena merekalah sejatinya yang patut mendapatkan syafaat Al-Qur’an pada hari kiamat karena ketika didunia mereka telah banyak membaca Al-Qur’an dengan segala kesungguhan. Dari argumen tersebut, kita pahami bahwa menghafal Al-Qur’an juga dapat menjadi sebuah sarana dalam membantu melatih kecerdasan otak selain berpikir. Al-Qur’an ini sangat relatif sifatnya, apapun dan bagaimanapun masalahnya Al-Qur’an dapat menyelesaikannya.
Mempelajari Al-Qur’an tidaklah semudah yang kita bayangkan, dari mulai belajar cara membacanya (tajwidnya), mahrojnya, serta beberapa tafsir yang telah dikarang oleh para ulama-ulama masyhur. Selain itu, jika kita mempelajari tafsir alangkah baiknya belajar tentang ilmu nahwu shorof, dimana ilmu tersebut mengkaji tentang tatanan bahasa arab. Dalam mempelajari ilmu nahwu shorof terdapat berbagai tingkatan yang harus kita lalui, mulai dari yang mendasar hingga mendalam. Hal ini sangat penting dilakukan bagi seseorang yang memang ingin memahami Al-Qur’an secara mendalam. Ilmu nahwu merupakan bapaknya ilmu sedangkan ilmu shorof adalah induknya ilmu, maka dari situ sangat penting untuk mempelajari kedua ilmu tersebut.
Bahasa Al-Qur’an memiliki hakikat yang khusus, berbeda dengan bahasa-bahasa yang lain. Ia bukan hanya mengacu pada dunia empirik, tetapi juga mengacu pada dimensi metafisik. Seperti yang dipaparkan oleh para ahli bahwa diantara kelemahan bahasa adalah tidak setiap kata yang diungkap mengacu pada suatu obyek yang konkrit, empirik dan dapat dibuktikan secara nyata, misalnya, kata jannah (surga) dan naar (neraka). Oleh sebab itu, dalam upaya mengatasi stagnasi bahasa, maka sangat realistis bilamana kemudian dikembangkan penggunaan gaya bahasa simile untuk menjembatani rasio manusia yang terbatas dengan bahasa al-Qur’an yang serba tidak terbatas. Pernyataan tersebut mengukuhkan bahwa mempelajari nahwu shorof sangat dibutuhkan untuk memahami bahasa-bahasa dalam Al-Qur’an. Adanya berbagai bahasa dalam Al-Qur’an ini menunjukkan bahwa terdapat keunikan-keunikan tersendiri didalamnya.
Al-Qur’an juga merupakan obat dari berbagai penyakit, termasuk penyakit hati yang secara ilmiah tidak ada obatnya. Hal itu sangat relevan sekali, sebagaimana Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an surah Yunus ayat 57: “Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran ( Al-Qur’an ) dari tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman”. Salah satu nama Alquran adalah asy-Syifa yang berarti obat penyembuh. Hal ini seperti diutarakan As-Sa’di dalam kitabnya, Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Manan, bahwa Alquran adalah penyembuh bagi semua penyakit hati. Baik berupa syahwat yang menghalangi manusia untuk taat kepada syariat atau syubhat yang mengotori iman. Dalam surat al-Isra’ ayat 82, Allah Swt berfirman:
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاء وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِين
“dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi obat penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”.
Selain sebagai obat, Al-Qur’an bisa menjadi rahmat tapi juga bisa melaknat. Mereka yang aktif dalam pendidikan Al-Qur’an diangkat derajatnya oleh Allah karena aktivitas mereka. Namun sebaliknya, bila Al-Qur’an dilecehkan, disepelekan, didustakan, Al-Qur’an akan menjatuhkan martabat mereka, baik didunia maupun diakhirat. Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin menukil perkataan Sahabat Anas bin Malik “Banyak orang membaca Al-Qur’an tapi Al-Qur’an melaknatinya”. Ungkapan ini bukan ditujukan kepada mereka yang bacaan Al-Qur’annya masih salah entah dari sisi tajwid atau mahrojnya, karena hal tersebut sangat berhaya jika terjadi dan dampak yang ditimbulkan adalah banyak orang yang tidak mau mempelajari dan membaca Al-Qur’an. Namun itu ditujukan bagi para penghafal Al-Qur’an dari sebagian ataupun seluruhnya agar tidak lupa dengan hafalannya.
Al-Qur’an memanglah kalam Allah yang mencakupi dalam segala hal. Kesimpulannya bahwa Al-Qur’an dengan berbagai keistimewaannya itu merupakan salah satu keunikan tersendiri yang dimilikinya. Maka dengan demikian sudah sepantasnya Al-Qur’an itu menjadi pedoman hidup bagi setiap orang. Sebagai generasi muslim yang Qur’ani, harus menjaga dan memelihara Al-Qur’an dalam hidup kita agar kehidupan yang dijalani terasa lebih tenang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H