Mohon tunggu...
Abdul Barri
Abdul Barri Mohon Tunggu... Dosen - Dosen/Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Masthuriyah Sukabumi

Seorang Introvet lebih suka menghabiskan waktu dengan menyendiri sambil menulis, membaca, suka membuat konten seperti film pendek, suka jalan-jalan menikmati keindahan alam.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Fatwa DSN MUI & Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia

3 April 2024   16:45 Diperbarui: 8 Mei 2024   06:35 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia ditandai dengan semakin banyaknya bank syariah maupun lembaga keuangan syariah non-bank lainnya yang menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam operasionalnya. Salah satu hal yang mendukung perkembangan tersebut adalah politik hukum pemerintah. UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyatakan dengan tegas bahwa Indonesia menganut dual system perbankan. Bank konvensional yang menganut sistem bunga dan bank syariah yang menganut sistem bagi hasil. Pasca disahkannya UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan diikuti oleh beberapa aturan hukum lainnya, seperti UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, UU No. 3 Tahun 2006 yang mengamanahkan penyelesaian sengketa ekonomi syariah melalui Pengadilan Agama (Pasal 49 huruf i), UU No. 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara (Sukuk), semakin menegaskan eksistensi posisi ekonomi syariah di Indonesia.

Setiap Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan Lembaga Bisnis Syariah (LBS) dalam menjalankan bisnisnya selain harus tunduk terhadap prinsip-prinsip lembaga keuangan, juga harus memperhatikan nilai-nilai syariah. Saat ini lembaga yang memiliki kewenangan mengatur LKS, baik bank maupun non-bank, tidak dilengkapi dengan kewenangan dalam bidang kesyariahan. Bank Indonesia yang memiliki kewengan mengatur lembaga keuangan bank, dan Departemen Keuangan yang memiliki kewengan mengatur lembaga keuangan dan lembaga bisnis sektor non-perbankan tidak memiliki kompetensi dalam menentukan apakah operasional maupun produk yang dihasilkan oleh LKS belum atau telah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Karena memang kedua lembaga pemerintah tersebut tidak dibentuk untuk mengatur aspek kesyariahan.

Prinsip-prinsip bisnis yang menjadi acuan LKS dan LBS dalam menjalankan bisnisnya diatur melalui peraturan perundang-undangan yang mengikat bagi LKS dan LBS. Namun hal-hal yang berkaitan dengan prinsip syariah, Negara tidak dapat masuk ke dalam ranah tersebut, karena tidak diberi kewenangan oleh konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Begitupun jika menyerahkan kewenangan perumusan prinsip-prinsip syariah kepada masing-masing LKS dan LBS berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum dikarenakan beragamnya produk dan model-model akad yang digunakan oleh LKS dan LBS. Di Indonesia sendiri terdapat sejumlah organisasi keIslaman beserta para ulamanya, ormas-ormas tersebut mempunyai kapasitas dan kapabilitas dalam melahirkan fatwa-fatwa di bidang ekonomi syariah. Tetapi setiap ormas Islam tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam metode pembentukan hukum, sehingga hal ini tidaklah mudah karena akan beresiko terjadinya perbedaan fatwa dalam kasus yang sama. Hal tersebut tentunya tidak sehat bagi perkembangan perekonomian syariah di Indonesia. Oleh sebab itu, dibutuhkan satu lembaga yang merepresentasikan ormas-ormas Islam dalam melahirkan fatwa-fatwa di bidang ekonomi syariah.

Selama ini lembaga yang merepresentasikan ormas-ormas Islam di Indonesia dalam melahirkan fatwa adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Oleh karena itu, dapat dipahami jika pembentukan fatwa diamanahkan kepada MUI. Kemudian untuk merespon hal tersebut MUI membentuk satu lembaga yang khusus yang menjalankan fungsi dan tugasnya dalam bidang hukum ekonomi syariah, dalam hal ini adalah Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).

Otoritas tertinggi syariah di Indonesia berada pada DSN-MUI, suatu lembaga independen dalam melahirkan fatwa yang berkaitan dengan semua masalah syariah, termasuk masalah ekonomi, keuangan dan perbankan. Dapat dikatakan bahwa DSN-MUI merupakan muftih dalam bidang ekonomi syariah di Indonesia. DSN-MUI mempunyai tugas antara lain menumbuh-kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya; mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan; mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah; dan mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.

Sedangkan wewenang DSN antara lain mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewan Pengawas Syariah (DPS) di masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait; mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia; memberikan rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai DPS pada suatu lembaga keuangan syariah; mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam maupun luar negeri; memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN; mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.

UU No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah secara tegas mengakui eksistensi DSN-MUI yang menyebutkan bahwa Lembaga Keuangan Syariah berkewajiban tunduk kepada fatwa DSN-MUI untuk menjamin kesesuaian operasionalnya berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Eksistensi DSN-MUI juga diakui dalam berbagai Peraturan Bank Indonesia (PBI), antara lain PBI No. 11/15/PBI/2009 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Konvensional menjadi Bank Syariah. Dalam angka 1 PBI dimaksud disebutkan bahwa Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI.

Berdasarkan Pasal 26 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah disebutkan bahwa kegiatan usaha Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan BPR Syariah wajib tunduk kepada prinsip syariah yang difatwakan MUI, oleh karenanya Fatwa DSN-MUI diperlukan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu referensi dalam penyusunan ketentuan BI (PBI dan Surat Edaran Ekstern) yang mengatur mengenai kegiatan usaha perbankan syariah. Selain itu, Bank Indonesia juga merujuk fatwa DSN-MUI terkait ketentuan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dan Pasar Usang antar Bank berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS). Bank Indonesia hanya merujuk Fatwa DSN-MUI dalam menyusun PBI, tidak merujuk pada fatwa yang dikeluarkan oleh institusi selain MUI. Meskipun UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah baru berlaku pada tanggal 16 Juli 2008, sehingga kewajiban untuk tunduk kepada prinsip syariah yang dikeluarkan oleh MUI belum ada, namun dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia belum pernah mengacu fatwa lain selain fatwa MUI.

Fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI, dalam hal kegiatan usaha perbankan syariah, biasanya industri perbankan syariah yang meminta fatwa MUI, Bank Indonesia hanya akan meminta fatwa jika terkait dengan kepentingan Bank Indonesia, misal SBIS atau PUAS. Fatwa-fatwa yang dikeluarkan DSN-MUI tidak dapat secara langsung digunakan/diterapkan oleh praktisi perbankan syariah dan masyarakat luas, karena Fatwa DSN-MUI biasanya bersifat umum sehingga fatwa yang terkait dengan perbankan syariah akan dijabarkan lebih lanjut dalam ketentuan Bank Indonesia. Fatwa DSN-MUI tidak termasuk dalam jenis peraturan perundang-undangan di Indonesia, sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Ketentuan Bank Indonesia yang menjabarkan Fatwa DSN-MUI yang mempunyai kekuatan hukum sehingga harus dipatuhi oleh industri perbankan syariah.

Penulis adalah Dosen di STAI Al-Masthuriyah Sukabumi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun