Semua orang menunggu. Ya, menunggu. Kan tiba semua giliran, panggilan. Itu sepertinya. Tapi, tidak. Bukan-bukan bukan itu maksudnya. Namun, satu atau bahkan semua. Mengerumuni, berduyun-duyun. Memangku tabir.
Pria lusuh dengan topi khasnya sejenak memandangi lobi pendaftaran. "Hendak kemana aku pergi" Gumamnya.Â
Pria berjaket hitam sesekali melihat handphone nya. "Siapa yang harus ku hubungi terlebih dahulu" Hela napasnya.
Semua bisa saja mengajukan pertanyaan yang tak perlu ditanyakan. Memang, hidup selayaknya demikian.Â
"Bapak.... bapak..... bapak...." Teriak penjaga pendafataran.Â
Yang merasa lelaki semua menolehnya. Tapi suara penjaga itu kecil menimbulkan huru-hara.Â
Ketika hendak ku hampiri suara tadi, dari sebelah timur dengan langkah cepat seorang pria bercelana pendek dan jaket kulit bertengadah
"Mana kertas yang barusan tadi saya kasih. Heuh pada gajelas kalian" Dengan nada marah. Ya tiba-tiba saja.
Aku heran, tapi itu bisa saja. Ya bisa saja kesalahpahaman, bisa saja ada yang membutuhkan pertolongan pertama. Atau bahkan bisa saja aku yang kurang jeli terhadap lingkungan itu. Semua bisa saja.
Tapi, perihal bisa saja sungguh menakutkan. Tidak hanya menjadi buah bibir segalanya dapat dilakukan. Yang mengerikan bisa menguliti kepribadian.
Tentu semuakan bisa saja. Bisa saja aku begini karena aku bisa saja. Dan semuanya seakan bisa saja. Aku bertaruh setengahnya bisa saja. Hanya bukan itu.