Sebagian dari Anda mungkin masih ingat dan lebih sering menyaksikan komentar kontroversial atau bahkan serangan tajam terhadap disertasi saya yang berjudul: "Konsep Milk al-Yamin Muhammad Syahrur sebagai Keabsahan Hubungan Seksual Non marital" di penghujung tahun 2019 yang lalu. Namun, tahukah Anda bahwa ada juga beberapa orang yang secara terbuka, baik lisan maupun tulisan, mengungkapkan dukungan mereka dan merasa bahagia dengan hadirnya disertasi ini kepada saya.
Ungkapan tersebut tidak hanya datang dari kalangan muda, seperti tercermin dari tulisan Maman Suratman, seorang mahasiswa Filsafat di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang berjudul, "Dilarang Agama atau Tidak, Seks Bebas di Luar Nikah Tetap Sah" (01/09/2019). Dalam tulisannya, ia memandang kehadiran disertasi ini sebagai penelitian yang layak dirayakan. Yang lebih mengejutkan, ungkapan serupa juga datang dari kalangan sepuh. Hal ini karena banyak di antara mereka selama ini merasa bersalah dan berdosa akibat keterlibatan mereka dalam hubungan intim di luar nikah pada masa muda.
Meskipun telah berusaha bertaubat dan memohon ampun kepada Tuhan, perasaan bersalah tersebut terus menghantui mereka hingga usia senja. Apalagi, ketika mendengar ceramah sejumlah mubalig yang menyatakan bahwa hubungan intim di luar nikah adalah perbuatan zina yang dapat mendatangkan siksaan api neraka di akhirat, perasaan tertekan semakin menghantui mereka. Namun, setelah membaca disertasi tersebut, mereka merasa lega dan bahagia. Mereka menyadari bahwa apa yang telah mereka lakukan tidak termasuk perbuatan dosa yang mengancam mereka dengan siksaan api neraka di kehidupan setelah mati.
Selain itu, terdapat pula seorang ibu muda nan cantik dan terpelajar yang dengan senang hati berbagi pengalaman tentang hubungan intim yang, menurut kategori Muhammad Syahrur, dianggap sebagai bagian dari praktik milkul yamin kontemporer. Ia menjalin hubungan tersebut dengan tujuan untuk menemani dirinya selama merawat dan mengurus pengobatan orang tuanya di rumah sakit.
Teman Merawat Orang Tua
Pada suatu tahun yang berat, ibu Bunga (bukan nama sebenarnya) menjalani operasi di Surabaya, sementara Bunga sendiri sedang sakit. Ayah Bunga merasa kerepotan karena tidak terbiasa ditinggal lebih dari tiga bulan. Di sisi lain, Bunga baru saja bercerai dan membutuhkan pendamping untuk menemaninya berobat ke rumah sakit serta menjalani berbagai kegiatan lainnya. Pada saat itu, Bunga bersahabat dengan Satria (bukan nama sebenarnya), teman kuliah di program S2 sebuah perguruan tinggi ternama. Mengingat kondisi Bunga yang membutuhkan dukungan, ia mengusulkan kepada Satria untuk melakukan mut'ah (kawin kontrak) dengannya. Pilihan ini diambil karena Bunga saat itu masih mengikuti fikih Ja'fari.
Perjanjian mereka cukup sederhana. Jika Satria memiliki pacar yang serius dan berniat menikah, dia harus memberitahu Bunga, karena hubungan mereka lebih bersifat persahabatan dan dukungan di tengah situasi Bunga yang membutuhkan pendamping untuk menemani dirinya di rumah sakit, mengantri di apotek, dan berobat alternatif. Kontrak mereka disepakati untuk jangka waktu satu tahun. Namun, Bunga kemudian mengetahui bahwa Satria telah memiliki pacar, tetapi tidak memberitahu Bunga sesuai dengan perjanjian mereka. Meskipun Bunga sudah tahu bahwa Satria adalah seorang playboy dengan banyak pacar, hal ini tetap mengecewakan baginya.
Selain itu, Bunga mulai merasakan kejanggalan yang mempengaruhi kenyamanan selama mereka bermalam bersama. Meskipun mereka sebelumnya tidak pernah bermalam bersama, Bunga sering pulang atau berangkat ke kampus bersama Satria karena rumah mereka searah dan berdekatan. Selama tiga bulan dan tiga kali bermalam bersama, Bunga merasa cukup dan memutuskan untuk mengakhiri kontraknya. Awalnya, Satria merasa berat dan tidak setuju dengan perpisahan ini. Namun, akhirnya mereka sepakat untuk berpisah dengan baik-baik.
Bagi Bunga, Satria adalah orang yang baik dan menyenangkan sebagai teman diskusi, sebuah hubungan yang sudah ia rasakan sejak mereka belajar bersama di S2. Selain itu, Satria dulu dikenal kaya, memiliki pekerjaan yang baik, dan tunangan, meskipun dia juga memiliki banyak pacar. Namun, belakangan pendapatannya menurun dan jaringannya menjadi terbatas, sehingga selama kontrak, Bunga yang membiayai banyak hal secara finansial.
Bunga senantiasa memiliki guru spiritual. Oleh karena itu, saat melakukan mut'ah dengan Satria, ia tidak lupa memohon doa dan restu dari guru spiritualnya. Berkat doa dan restunya, baik secara seksual maupun finansial, tidak pernah ada masalah yang seriua selama perjalanan kontrak mereka. Bahkan, pengalaman tersebut memberikan Bunga perspektif baru tentang hubungan dan komitmen. Meskipun kontrak tersebut belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan harapannya, namun tetap memberikan pengalaman yang menarik bagi Bunga.
Suasana Batin