Keragaman budaya sangatlah bernilai tinggi bagi yang memilikinya. Dalam prakteknya, masih banyak sekali di daerah perkotaan yang mengabaikan budaya yang dimilikinya tersebut. Tempo hari, saya melakukan sebuah program Kuliah Kerja Nyata di daerah dekat Bendungan Sermo. Banyak sekali yang saya dapatkan, seperti keragaman budaya yang masih dijaga, mulai dari konstruksi bangunan hingga kondisi sosial masyarakat yang sangat mengandalkan gotong royong.
Hal tersebut memicu saya untuk berpikir bahwa warisan budaya yang sangat bagus haruslah dijaga. Walaupun dulunya Indonesia pernah dijajah oleh bangsa asing selama berabad-abad, warisan budaya yang saya temui di sana tetap terpelihara. Contohnya, banyak warga yang masih menggunakan konstruksi bangunan berbentuk joglo dan limasan dengan bahan bangunan kayu jati. Saya merasa bahwa harta karun berupa kebudayaan yang masih utuh ini adalah warisan yang sangat berharga. Bahkan, musholla di sana masih berbentuk bangunan limasan dan dibangun secara gotong royong.
Dalam pembahasan sosiologi, teori-teori sosial sering digunakan untuk memahami hubungan antara masyarakat, budaya, dan struktur sosial yang terbentuk dari sejarahnya. Salah satu pemikir yang berkontribusi besar dalam mengaitkan budaya lokal dengan konteks sosial adalah Syed Hussein Alatas. Pemikirannya relevan dalam memahami bagaimana budaya lokal dapat bertahan meskipun dihadapkan pada dampak kolonialisme dan modernisasi.
Syed Hussein Alatas (1928--2007) adalah seorang sosiolog, akademisi, dan pemikir asal Malaysia yang dikenal karena kontribusinya terhadap studi sosial di Asia Tenggara. Ia sering membahas permasalahan masyarakat pasca-kolonial, khususnya tentang mentalitas terjajah, korupsi, dan pengaruh kolonialisme terhadap budaya lokal. Salah satu karya terkenalnya adalah The Myth of the Lazy Native, di mana ia mengkritik stereotip yang diciptakan oleh kolonialis tentang masyarakat pribumi di Asia Tenggara. Alatas juga menekankan pentingnya pelestarian budaya lokal sebagai identitas dan daya tahan masyarakat terhadap pengaruh eksternal yang merugikan.
Pemikiran Syed Hussein Alatas relevan dengan upaya pelestarian budaya yang saya temui di Bendungan Sermo. Alatas mengingatkan bahwa kolonialisme tidak hanya merusak sumber daya alam, tetapi juga mengikis kepercayaan masyarakat terhadap nilai-nilai budayanya sendiri. Ketahanan budaya seperti yang tercermin dalam bangunan joglo, limasan, dan tradisi gotong royong menunjukkan bahwa masyarakat di wilayah tersebut tetap memegang identitas budaya yang kuat meskipun berada di era modern. Hal ini menunjukkan kesadaran akan pentingnya menjaga budaya sebagai fondasi sosial dan moral bangsa.
Keragaman budaya adalah harta yang sangat berharga, terlebih di era globalisasi di mana homogenisasi budaya menjadi ancaman nyata. Contoh pelestarian budaya di daerah dekat Bendungan Sermo membuktikan bahwa masyarakat mampu menjaga identitasnya melalui warisan arsitektur dan tradisi sosial seperti gotong royong. Pemikiran Syed Hussein Alatas memperkuat argumen bahwa pelestarian budaya lokal bukan hanya tentang kebanggaan masa lalu, tetapi juga sebagai upaya melawan efek negatif kolonialisme dan modernisasi. Oleh karena itu, kita semua memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan merawat warisan budaya agar tetap hidup dan relevan bagi generasi mendatang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI