Mohon tunggu...
Abdul Aziz
Abdul Aziz Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

bervespa menikmati alam dan tata ruang kota

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Ketidakadilan Dalam Hukuman Korupsi Timah, Menguji Integritas Sistem Hukum Indonesia

31 Desember 2024   16:54 Diperbarui: 31 Desember 2024   16:54 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://nasional.kompas.com/read/2024/12/27/12514141/jaksa-ajukan-banding-atas-vonis-harvey-moeis-dkk-dalam-kasus-korupsi-pt

Fenomena ketidakpuasan masyarakat terhadap hukuman ringan yang dijatuhkan kepada tersangka korupsi timah, Harvey Moeis, mencerminkan keresahan publik. Masyarakat merasa keputusan hakim tidak mencerminkan keadilan, terutama mengingat kerugian negara yang besar akibat tindak pidana ini. Mereka berharap hukuman yang setimpal, bukan keputusan yang dianggap tidak memadai.

Keputusan ini memperburuk citra sistem peradilan Indonesia yang dianggap dapat dipengaruhi faktor tertentu dan tidak adil. Ketika pelaku korupsi yang merugikan banyak pihak mendapat hukuman ringan, masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap penegakan hukum yang tegas dan konsisten.

Tentunya ini mencoreng integritas sistem hukum Indonesia, yang seharusnya menjunjung tinggi keadilan. Masyarakat mengharapkan penegakan hukum yang tegas dan proporsional terhadap pelaku korupsi agar tidak melemahkan fondasi hukum dan demokrasi di Indonesia.

Harvey Moeis, yang mewakili PT Refined Bangka Tin (RBT), divonis 6,5 tahun penjara, denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan, serta diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar subsider 2 tahun penjara. Aset yang terkait dengan perkara ini juga dirampas untuk negara. Harvey terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga timah di PT Timah Tbk pada 2015-2022 dan TPPU.

Sebelumnya, jaksa menuntut Harvey dengan pidana penjara 12 tahun, denda Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan, dan uang pengganti Rp 210 miliar subsider enam tahun penjara. Keputusan yang lebih ringan ini membuat masyarakat gaduh dan Presiden Prabowo meminta Jaksa Agung untuk mengajukan banding.

Jaksa Agung pun mengajukan banding sebagai bentuk komitmen memastikan hukuman yang adil dan sesuai dengan kerugian negara yang ditimbulkan. Banding ini diharapkan memberikan efek jera dan memastikan sistem hukum Indonesia menegakkan keadilan dengan tegas, tanpa pandang bulu terhadap status atau posisi pelaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun