Mendidik anak bukan perkara mudah. Perlu pengetahuan dan pengalaman yang baik. Membuat anak nurut atau patuh butuh seni dalam berkomunikasi.
Buah jatuh tak jauh dari pohonnya, pepatah masa lampau ini memang sering terbukti benar. Karakter anak, kelak tak jauh beda dari orang tuanya. Walau faktor lingkungan eksternal juga mempengaruhi, tapi yang paling menentukan adalah faktor internal keluarga.
"Ayo cepet makan dik, kalau susah makan nanti mama panggilin hansip biar dimarahin lhoo, mau?"
Orang tua, tak jarang menakut-nakuti anaknya dengan kalimat-kalimat seram. Jangankan orang tuanya sendiri, seorang paman, kakak, dan kerabat lainnya juga sering menebar ketakutan kepada anak kecil agar nurut.
Si kecil memang kadang terkesan menyebalkan. Siap punya anak, berarti siap bertanggung jawab. Tak hanya sampai disitu, orang tua juga harus siap mendidik dan bersabar dalam menyikapi sikap anak yang unik itu.
Mengapa orang tua sering menakut-nakuti anak agar patuh dan mau menurut?
Menakut-nakuti buah hati, adalah manajemen paling mudah. Tebar ketakutan, maka anak akan langsung patuh. Tak perlu skill khusus untuk melakukannya. Hasilnya cepat dan sangat praktis. Cara mengancam ini sangat efektif dan gurih untuk mengendalikan anak.
Tuman adalah kata paling tepat untuk menggambarkan kita yang sering melakukan hal tersebut. Karena dirasa cukup gampang, akhirnya kebiasaan itu kita ulang terus menerus tanpa pernah mencoba memahami dampak jangka panjangnya.
Hal ini telah dilakukan turun menurun. Mungkin dari sebelum buyut saya lahir, sampai ia punya cicit sekarang. Tuman ini penyakit, bila tak diobati efeknya bisa blunder. Hal yang tak perlu terjadi, justru terjadi.
Profesi seperti, Polisi, Suster, Dokter, Satpam, Hansip, Tukang Tahu Tek, Mamang Ketoprak, dan lainnya sering kali dijadikan alat jitu untuk menakut-nakuti anak. Kalau tidak mempan, mulai dikeluarkan sosok seperti, Momok, Wewe Gombel, Pocong, Genderuwo, Kuntilanak, Tuyul dan lainnya.Â
Apa salah profesi dan sosok tersebut? Mereka dijadikan senjata orang tua untuk mendisiplinkan anaknya. Ingat, si kecil pandai berimajinasi. Ia mampu membayangkan bahwa seorang dokter berjas putih dan membawa suntik adalah sosok menyeramkan.Â
Badan Pusat Stastik (BPS) pernah merilis hasil penelitian yang berjudul, "Anak Umur 1-17 Tahun Yang Mengalami Hukuman Fisik Dan/Atau Agresi Psikologis Dari Pengasuh"Â Hasilnya di wilayah kota 52,3% anak dan wilayah desa 57,51% anak mengalamai agresi psikologis
Agresi psikologis merupakan tindakan orang tua atau pengasuh anak yang memaksa atau mengancam agar anak patuh dan menurut. Tindakan ini sebenarnya cakupannya luas. Kekerasan fisik, memanggil anak bodoh, mengancam, mencubit, memanggil anak pemalas, menakut-nakuti dan berbagai macam tindakan negatif lainnya.
Cara membuat anak menurut dengan menakut-nakuti adalah metode usang yang tak perlu digunakan lagi. Lebih banyak dampak negatif daripada positifnya. Sekali lagi orang tua tidak boleh tuman menebar ketakutan kepada anaknya!Â
Kerabat saya, memiliki anak umur 11 tahun yang fobia terhadap pria berkumis. Ia enggan melihat, takut dan akan menjauh. Baginya pria berkumis adalah petaka dalam hidupnya.
Papa dan mamanya, sudah berkonsultasi ke psikolog. Ternyata penyebabnya pada saat kecil anaknya sering ditakut-takuti ketika tak mau mandi dan gosok gigi, dengan "ancaman" akan digigit dan didatengin Pak Raden (Alm. Drs. Suyadi, pencipta Si Unyil) sembari menunjukan foto beliau.
Dampak menakut-nakuti ini sungguh luar biasa. Memori dan ingatan anak akan cenderung mengingat hal-hal buruk yang ia alami terutama ketakutannya. Jadi sebagai orang tua haruslah menebar kebahagiaan kepada si kecil agar selalu terseyum dan tidak terbebani.
Lalu, bagaimana parenting yang tepat agar anak menurut dan patuh?
Pertama, berikan contoh yang baik kepada buah hati
Anak adalah peniru paling hebat di dunia. Ia mampu meniru banyak hal yang ia lihat. Maka, tak jarang ketika orang tua menyajikan tontonan sinetron, anak juga akan meniru perilaku yang ia lihat secara visual dalam tayangan tersebut.
Maka jika orang tua berkata, "Jangan nonton tv terus, belajar sana biar pintar, mau jadi apa nanti? mau kaya mas itu?"Â pada saat yang sama papa dan mamanya juga menonton tv, itu adalah tindakan yang tidak tepat. Ingat, kita harus memberi contoh dan berperilaku yang adil.
Mendidik anak dengan memberikan contoh sebenarnya mudah asal konsisten. Jangan sampai komunikasi dan tindakan yang kita bangun inkonsistensi. Anak dapat menilai ucapan dan tindakan orang tua selaras atau tidak.
Kedua, jangan berikan hal yang absurd, berikan hal-hal yang logis untuk si kecil
Orang tua harus mengerti, bahwa anak berkembang dengan cepat. Sementara papa dan mama, cenderung lambat dan jalan ditempat. Penalaran anak akan berkembang dan mampu menilai hal yang logis atau tidak.
"Nanti kalau nakal, mama panggilin polisi lhoo, ninuninu bawa mobil sama pistol, berani?"Â Tidak ada yang bisa menjamin kelak anak-anak kita tidak akan berurusan dengan profesi-profesi yang sering kita jadikan alat untuk menakut-nakutinya. Profesi yang mulia, jadi menakutkan di mata anak.
Cara terbaik membuat anak nurut adalah menjelaskan dan berkomunikasi secara logis sesuai kemampuannya untuk menyerap. Memang ini tidak mudah, butuh waktu dan proses yang tidak instan. Ingat, ini adalah tentang membahagiakan dan membangun karakter anak bukan penyelesaian problem yang parsial.
Ketiga, membangun kepercayaan dan hal yang menyenangkan untuk anak kitaÂ
Jangan anggap remeh si kecil, sepertinya ia tampak biasa saja. Sebenarnya mereka pintar. Tingkat kecerdasannya, kelak akan mereduksi kepercayaan ia terhadap orang tuanya. Kebahagiaan masa kecilnya juga akan tercabut jika kita terus menakuti dan menebar ancaman kepadanya.
Anak akan dapat menilai, ternyata selama ini orang tuanya berbohong menakut-nakutinya seiring berkembangnya pengetahuan. Si kecil juga bisa kehilangan kepercayaan diri karena tekanan yang menakutkan dari orang tuanya.
Tanamkan nilai-nilai yang baik pada anak dengan cara ramah, hangat, dan penuh kasih sayang. Tak jarang, kebahagiaan masa kecilnya menentukan kebahagiaan ia di masa depan nanti.
***
Alih-alih menurut dengan ditakut-takuti. Justru beberapa anak akan merasa dibayang-bayangi dengan ketakutan. Ia beresiko trauma dan memendam luka pada hatinya dibandingkan anak-anak normal lainnya.
Untuk mendapatkan kepatuhannya, si kecil harus terus dibimbing secara harmonis. Tanamkan rasa hormat pada anak, maka anak akan menghormati kita. Beri ruang untuk perasaanya, kegelisahannya dan perhatikan serta evaluasi terus menerus pola pendidikan yang kita lakukan terhadapnya.
Kelak, jika kita mendidik anak secara ramah dan menyenangkan ia juga akan berlaku sama terhadap orang-orang disekitarnya. Atmosfer yang ia bangun dalam kehidupannya selalu akan meberikan manfaat positif terhadap lingkungannya.Â
Ayo papa, mama, oma, opa, paman, bibi, calon-calon orang tua, dan lainnya jangan lupa terus belajar parenting yang baik untuk anak. Kita harus menjadi teman setia yang mewarnai kebahagiaan masa kecil anak-anak :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H