IÂ
Langit sesak dengan irama musik meronta
tanpa jemari dan dawai yang memetik iba
harmoni dan perih rasa sakit hanya kata
keruh eksistensi pada jiwa yang meranaÂ
Suka duka tak berbaur bersama
sirna bersama gelora gerimis tak percaya
pandemi seperti ruang hampa
kembali sedia isak tangis dan gelak tawaÂ
Saat aroma matahari bertiup bersama dustaÂ
mengebiri jantung keserakahan luar biasa
memenjarakan semua kebenaran dan fakta
justru menjelma menjadi wabah tanpa kuasaÂ
IIÂ
Siang dan malam tanpa rasa
tiap pintu dipaksa terbuka
untuk memilih pengelana paduka
membuang dan mengubur hasrat menundaÂ
Berisik ratapan janji-janji baginda
yang menggoda iman dan asa
kesanggupan dan komitmen seakan ada
jual pengakuan peduli jelataÂ
Tikung dengan galak semua
sumpah serapah selalu jaya
menggantung segala harapan kita
menghanguskannya dengan letup pilkadaÂ
IIIÂ
Mendung hitam penyesalan
mendapati dirinya sendiri tanpa jaminan
teronggok bau busuk di liang penghakimanÂ
dan ia menuai badai kehancuranÂ
Ketika lentera hati mati
tak menemukan makna renungan nurani
selalu merayap dan membasahi getar nyaliÂ
dengan mani mani gairah korupsiÂ
Putus asa berbaris serupa nisan
semoga ia tercampakkan
karena tiap tindakannya menyakitkan
selamat diziarahi tamu yang bernama kekalahanÂ
IVÂ
Congkak air mata yang tak terbang
pakai agama layaknya berdagang
menebar benci yang meradang
mengisyaratkan perih yang memberangÂ