Mohon tunggu...
Abdulazisalka
Abdulazisalka Mohon Tunggu... Tutor - Tinggal di The Land of The Six Volcanoes . Katakan tidak pada Real Madrid.

Membacalah, Bertindaklah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Yang Saya Kenang dari Aditya

2 Desember 2020   18:54 Diperbarui: 2 Desember 2020   19:03 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita itu tak saya dapat dari Adit secara langsung. Sepupunya yang menceritakannya. Waktu itu, saya termenung. Kaki, yang menjadi keterbatasan rupanya mampu ia lawan. Demi menjaga kepercayaan, relasi dan tanggung jawab perkerjaan.

Kredit foto: Dokumentasi Pribadi, Aditya saat menjadi Pembina Pramuka
Kredit foto: Dokumentasi Pribadi, Aditya saat menjadi Pembina Pramuka

Apa pelajaran berharga yang saya dapatkan dari sosok Aditya?

Pertama, keterbatasan fisik bukan menjadi kelemahan abadi 
Dalam keterbatasan, ia telah menang. Banyak orang dengan fisik normal justru selalu menyerah dengan keadaan. Adit tidak seperti itu. Kaki yang tak normal ternyata tidak mampu membuatnya berdiam diri. Semangat kerja dan menjalani tugas dengan baik selalu ia pegang sampai akhir.

Kedua, senyuman adalah hal paling indah untuk menjawab celaan
Selama saya kenal dirinya, tak jarang ia mendapat kata-kata yang kurang menyenangkan. Beberapa teman bercanda keterlaluan. Tapi ia tetap tersenyum. Tak pernah sekalipun ia membalikan ucapan konyol itu. Rupanya, senyumannya telah membuat orang-orang normal itu segan untuk menghina.

Ketiga, mandiri tanpa pernah mengeluh 
Waktu tak pernah dusta. Mulai dari pertama bertemu dengannya, sampai saat saya menulis ini. Belum pernah sekalipun mendengar keluh kesahnya. Segala persoalan ia atasi sendiri. Makan tak makan asal happy. Ia tak pernah sekalipun lalai dari pekerjaannya, segala sesuatu tuntas jika berada pada genggamannya.

Lama sekali saya tak jumpa dengannya. Rasanya enam tahun lebih. Kami hanya berkomunikasi seperlunya. Kabar terakhir ia aktif di partai perindo cabang kampungnya, Trenggalek, Jawa Timur. Beberapa kali kami bertukar kabar, bercanda via media sosial. 

Kredit Foto: Milik Aditya, saat aktif di partai Perindo
Kredit Foto: Milik Aditya, saat aktif di partai Perindo

Pada subuh tahun lalu, tepatnya satu hari pasca perayaan Kemerdekaan Republik Indonesia. Ibunya mengirim saya pesan, bahwa Adit telah dipanggil Tuhan. Sempat terdiam, ternyata air mata tak terbendung. Kaget, marah, kesal, sedih campur aduk. Baru semalam berkabar kalau ia ingin terus berkarir di partai sampai tingkat nasional. Mungkin takdir mengantarkan ia pada kebahagiaan sejati.

Demikianlah kenangan saya akan Aditya. Walau berbeda pandangan politik dengannya tak jadi soal. Bertahun-tahun setelah ini saya yakin akan lahir sosok-sosok seperti Adit. Penuh semangat. Murah senyum. Pantang menyerah. Kebaikannya tak pernah mati.

Semoga kau tenang di surga kawan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun