Lalu mengapa Tutut meludahi kopi suaminya? Yang Tika lihat, ia melakukannya dengan santai dan tanpa senyuman. Tak ada amarah yang tergambar diwajahnya. Seolah cara membuat kopi yang enak adalah dengan mencampurkan ludahnya. Tika merinding sambil membayangkan pamannya minum kopi yang berludah.
***
Hari-hari berlalu dengan perlahan. Rumah Tika makin dingin. Tak ada percakapan antar penghuninya. Jika Tika adalah buruh pabrik, Tutut adalah perempuan yang menjualkan apa saja dari dan untuk siapa saja. Sehari-hari, ia bertemu ibu-ibu lainnya, saling bertukar barang dagangan.
Layaknya makelar, kebanyakan barang dagangan Tutut bukalah miliknya. Ia hanya mengambil dagangan orang dan mencari selisih harga jual untuk keuntungannya. Suami Tutut juga serupa. Lelaki tak punya pekerjaan, ia hanya senang ikut orang yang mau dipuji-puji dan dipanggilnya dengan sebutan "Bos" ke sana ke mari, meminta uang rokok dan uang dengar bisnis.
Tika membiayai sekolah adiknya yang masih berada di SMA. Sejak ia dan adiknya menjadi yatim piatu, ia berjuang untuk bertahan hidup. Tika pernah menikah, tetapi nasib berkata lain. Suaminya telah berpulang lebih dahulu saat umur pernikahannya masi empat bulan.
Lantas bagaimana keutuhan keluarga kecil ini?, adakah cerita indah didalamnya?.
Bersambung..............