Mohon tunggu...
Abdul Afwu
Abdul Afwu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pemikir Lepas

Ini adalah sampah pikiran, saya membuang semuanya di sini. Umpanya itu bermanfaat bagi anda, ambil. Apabila mengganggu saya minta maaf, harap maklum ini sampah.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Batuk

11 Juni 2024   14:11 Diperbarui: 11 Juni 2024   14:13 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Vlada Karpovich: https://www.pexels.com/

/1/
Tak henti-hentinya batuk itu bersemayam di bibirmu.
Kubilang, "hentikan!" sembari mengusap dadamu.
Kudengar gemuruh riak dari sisa-sisa dendammu.
Kamu menangis hingga banjir dan mengenang.
"Bisakah batuk itu dihentikan sekarang" tanyaku lagi.
"Bisa, tentu bisa" jawab malam penganggu tidurmu.

/2/
Ada hal yang harus dimaafkan dan meredup.
Sedang kamu harus tau, batuk-batuk itu berasal dari mendung  dan hitam.
Dikumpulkan dari bisikan ketakutan masa depan, bercampur hembusan ingatan masa lalu.
Meletup-letup, meruak di sepanjang hati menuju kerongkongan.
Kamu bersuara "uhuk, uhuk uhuk".

/3/
Agar benar-benar sembuh kamu harus diam dan bersabar.
Sembari batuk-batuk kamu harus bersuka ria.
Ingat ya suka ria bukan sukar ria, apalagi suka riya'.
Suara "uhuk, uhuk uhuk" adalah bahasa, percakapan tubuh kepada penghuninya.
Betapa kamu telah lama menanggalkan dan meninggalkannya.
Ingat ya, "merayakan rasa sakit adalah tradisi menjenguk kesembuhan".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun