/1/
Tak henti-hentinya batuk itu bersemayam di bibirmu.
Kubilang, "hentikan!" sembari mengusap dadamu.
Kudengar gemuruh riak dari sisa-sisa dendammu.
Kamu menangis hingga banjir dan mengenang.
"Bisakah batuk itu dihentikan sekarang" tanyaku lagi.
"Bisa, tentu bisa" jawab malam penganggu tidurmu.
/2/
Ada hal yang harus dimaafkan dan meredup.
Sedang kamu harus tau, batuk-batuk itu berasal dari mendung  dan hitam.
Dikumpulkan dari bisikan ketakutan masa depan, bercampur hembusan ingatan masa lalu.
Meletup-letup, meruak di sepanjang hati menuju kerongkongan.
Kamu bersuara "uhuk, uhuk uhuk".
/3/
Agar benar-benar sembuh kamu harus diam dan bersabar.
Sembari batuk-batuk kamu harus bersuka ria.
Ingat ya suka ria bukan sukar ria, apalagi suka riya'.
Suara "uhuk, uhuk uhuk" adalah bahasa, percakapan tubuh kepada penghuninya.
Betapa kamu telah lama menanggalkan dan meninggalkannya.
Ingat ya, "merayakan rasa sakit adalah tradisi menjenguk kesembuhan".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H