Untuk menyelesaikan tugas esai yang diberikan oleh dosen Bernando J. Sujibto, saya harus berfikir keras untuk memahami teori sosiologi yang abstrak dan kaku, memikirkan contoh dan implementasinya di kehidupan nyata, kemudian menulisnya dengan tata bahasa yang benar dalam 500 kata.Â
Hal ini yang mendorong saya untuk menulis esai reguler mingguan yang sangat mengkagetkan di semester 3.
Namun setelah berminggu-minggu saya menganggur dan tidak menulis, terlintas dalam pikiran saya tentang stigma masyarakat terhadap identitas budaya lokal orang-orang atau suku Madura yang "sarungan".Â
Disisi lain, sarungan juga merupakan identitas  seorang santri atau pelajar yang menimba ilmu pengetahuan agama di pesantren. Akan tetapi, santri yang sarungan hanya ada saat dalam lingkup pesantren dan saat ada kegiatan keagamaan tertentu seperti tahlilan, maulidan ,dan lain-lain.Â
Berbeda dengan orang Madura yang selalu sarungan di setiap saat aktivitas kehidupan yang mereka jalani seperti bertani dan kondangan, kecuali saat ada kegiatan atau pekerjaan yang mengharuskan untuk tidak memakai sarung.Â
Di kehidupan saat ini terutama di kota-kota besar seperti Jakarta dan kota pelajar seperti jogja, orang Madura yang tinggal sana, mengurangi berpakaian sarungan yang merupakan budaya asli mereka karena kurang percaya diri ditambah persepsi orang-orang terhadap sarungan itu sendiri yang dianggap kuno atau primitif.Â
Kemudian mereka  beradaptasi untuk berpenampilan sesuai dengan budaya globalisasi yang ada di tanah rantau mereka tinggali.Â
Seperti tren-tren skena yang populer saat ini, khususnya dalam lingkungan anak-anak mahasiswa Jogja. Ketika saat pergi main dan nongkrong ke suatu tempat-tempat publik atau cafe-cafe 'kelas atas' (bukan 'kelas bawah' seperti basa-basi dan main-main). Fenomena ini disebut dengan inferiority complex.Â
Istilah ini merujuk pada perasaan rendah diri yang mendalam dan terus-menerus, di mana seseorang merasa kurang berharga atau kurang mampu dibandingkan dengan orang lain (Alfred Alder 1956).
Globalisasi merupakan salah satu konteks dari teori pasca-kolonialisme. Teori ini dikemukakan oleh Sari Hanafi, Profesor Sosiologi kelahiran Damaskus, Direktur Pusat Studi Arab dan Timur Tengah, serta Ketua program Studi Islam di Universitas Amerika di Beirut.Â