Bandar udara atau bandara merupakan infrastruktur yang sangat penting bagi konektivitas dan mobilitas masyarakat. Selain juga dibangun dengan anggaran yang mahal. Sayangnya, beberapa infrastruktur vital ini di Indonesia pembangunannya kurang memperhatikan aspek mitigasi bencana untuk menghindari korban jiwa dan kerugian materi.
Pembangunan sejumlah bandara internasional cenderung sembrono dan tidak memperhitungkan upaya mengurangi dampak risiko bencana, khususnya bencana tsunami.
Pulau Sumatera, Jawa dan Bali rawan terhadap bencana gempa dan tsunami. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan ketiga pulau ini berada di zona subduksi (tumbukan) lempeng Eurasia dan Indo-Australia yang berpotensi menimbulkan gempa dan tsunami megathrust. Kekuatan gempa megathrust dapat mencapai lebih dari 8 SR yang mampu menciptakan kerusakan hebat dan gelombang tsunami yang sangat besar.
Gempa Aceh pada 26 Desember 2004 dengan skala 9,3 SR menciptakan kerusakan dan gelombang tsunami dahsyat yang menerjang hingga 5 km ke daratan.Â
Berikut 3 bandara Internasional di Sumatera, Jawa dan Bali yang terancam ditelan tsunami:
1. Bandara Internasional Minangkabau, Sumatera Barat
Bandara ini terletak di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat berjarak 24 km dari pusat kota Padang. Bandara ini dibangun untuk menggantikan Bandara Tabing dan secara resmi beroperasi sejak 25 Agustus 2005.Â
Bandara internasional Minangkabau sangat rentan terhadap ancaman bencana tsunami karena berada di dataran rendah dengan ketinggian hanya 5 meter di atas permukaan laut (mdpl). Bangunan terminal kedatangan penumpang bandara ini hanya berjarak 1,2 km dari garis pantai. Bahkan landasan pacu bandara ini hanya berjarak 500 meter dari garis pantai. Gelombang tsunami dari Samudera Hindia bisa datang kapan saja ketika gempa megathrust mengguncang wilayah ini.
2. Bandara Internasional Yogyakarta