Mohon tunggu...
Abdul Rojak
Abdul Rojak Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah hiburan, menulis adalah pelepasan ide dan gagasan

ABDUL ROJAK, tinggal di Depok, Jawa Barat, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tinggalkanlah Tuhan Konsep

8 Maret 2011   07:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:58 736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Hari ini seorang murid telah menemukan gurunya, seperti yang pernah dikatakan oleh pepatah kuno, murid yang sudah siap, pasti akan menemukan guru, dengan sendirinya.

Kegelisahan ini dimulai, setelah aku menemukan film dokumenter The Life Of Budha produksi BBC. Diakhir cerita, narator film dokumenter tersebut mengatakan bahwa, Budha adalah agama bumi, tanpa Tuhan. Pernyataan itu terus menghantui pikiranku. Dan efek dari pernyataan itu terus menggelinding seperti bola salju yang terus menerus menggugah rasa penasaranku.

Aku mulai membaca kembali penelusuran literatur di perpustakaan sekolah SMA Labschool Cinere (sekarang Avicenna Cinere), semua buku, ensiklopedi ku baca kembali yang berhubungan dengan Sidarta Gautama, Budha, peninggalan-peninggalannya, candi-candi yang bertebaran di Indonesia pada masa Dinasti Syailendra, karena masih berhubungan dengan ajaran dan agama Budha. Tidak cukup dengan literatur buku, aku pun menelusuri data tersebut dari internet, dan ku memohon pertolongan pada Mbah Google. Semua literatur kulahap dengan beringas, aku harus menemukan jawabannya.

Satu kegelisahan yang muncul kemudian, apakah mungkin Sidarta Gautama mengajarkan pada murid-muridnya bahwa Tuhan itu tidak ada. Penyataan itu dapat ditafsirkan bahwa Budha mengajarkan tentang Nihilistik Atheis. Dengan konsep Atheisme yang pegang pada zaman itu, apakah mungkin konsep tersebut dapat diterima, apalagi diikuti dengan fanatik. Pasti ada yang salah dengan pernyataan itu. Pada zaman sekarang, ateisme pun tidaklah terlalu populeh, karena sebejat-bejatnya orang dizaman edan ini, pasti bisa merasakan adanya keberadaan Tuhan, masalahnya di zaman sekarang, mereka mengakui adanya Tuhan, tapi mereka tidak mau menggubris ajaran-ajaran-Nya.

Salah satu buku yang kemudian sedikit menjawab rasa penasarannku adalah bahwa Budha bukan ajaran yang meniadakan Tuhan. Menurut Karen Amstrong dalam bukunya yang berjudul, BUDHA, dijelaskan bahwa Sidarta Gautama mengajarkan, ”Tinggalkanlah Tuhan, jangan dipikirkan, karena memikirkan Tuhan dapat menutup jalan pencerahan”. Ini dapat ditafsirkan bahwa Budha mengakui adanya Tuhan, tapi tinggalkanlah Tuhan, jangan dipikirkan. Hal ini senada dengan yang diajarkan oleh Islam dalam Al Quran, ”Janganlah kau memikirkan zat-Ku, pikiran manusia pasti tidak akan sampai”.

Sampai kemudian, aku mengikuti Ramadhan Camp yang dilakukan oleh SMA Labschool Cinere, yang diadakan di daerah puncak Cisarua, Bogor, Wisma DPR RI, tanggal 24 Oktober 2004.  Sebelum Shalat Ashar aku menemukan jawaban yang memberikan rasa kepuasaan dari kegelisahaanku selama ini. Pada materi ke III yang disediakan panitia, mereka mengundang Ust. Pardamean Harahap, dengan tema, Bagaimana Mengenal dan Meningkatkan Potensi Diri. Beliau menjabarkan dengan komunikatif dan penuh penjelasan yang berat untuk ukuran anak SMA. Materi selesai, waktu yang diberikan sudah habis. Beberapa panitia, usai acara merapat pada pak ustadz, termasuk aku. Dan mencoba menggali kedalaman wawasan ustadz muda tersebut, tiba pada saat aku menanyakan tentang kegelisahanku tersebut. Aku bertanya, “Budha mengajarkan tentang, Tinggalkanlah Tuhan, jangan dipikirkan, karena itu dapat menutup jalan pencerahan, bagaimana menurut pak Dame?”. Pak Ustadz menjawab, bahwa maksud dari pernyataan itu adalah jangan dipikirkan Tuhan Konsep, tapi rasakanlah sifat-Nya, menyatulah dengan-Nya. Karena Tuhan Konsep cenderung menyesatkan. Apalagi konsep tentang Tuhan sangat bertebaran disetiap agama yang ada dimuka bumi. Beliau menjabarkan dan menekankan lagi, bahwa Rasakanlah kehadirannya, didalam ruh dirimu sendiri. Karena ruh manusia adalah bagaikan setitik air laut dari samudera yang luas, dan samudera itu adalah Tuhan itu sendiri.

Jawaban tersebut menenangkan pikiran dan perasaanku, semua begitu jelas dan gamblang, masuk dalam nalar dan kesadaranku. Suatu saat aku pasti mencari kembali jawaban dari rasa penasaranku dan mencoba kembali bertanya pada ruh ku. Terima kasih guru, Ustadz Pardamean Harahap.

*Penulis adalah guru sejarah SMA Labschool-Avicenna Cinere

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun