Setiap hari sesungguhnya setiap orang bermimpi dalam tidurnya. Hanya saja kadang kita tidak peduli dengan mimpi kita sendiri, karena memang durasi memori mimpi setelah kita bangun dari tidur hanya sekitar 30 detik, maksimal satu menit, jadi apabila kita tidak mengingat-ingat kembali atau mencatatnya dalam suatu notes, maka mimpi itu terlupakan begitu saja.
Mimpi biasanya muncul dalam 5 menit pertama saat mata akan terlelap, dan muncul kembali 5 menit terakhir saat akan bangun tidur. Hingga kalau boleh dihitung, misalnya bila kita tidur 8 jam sehari di malam hari, maka pada setiap malam kita bermimpi hanya sekitar 10 menit, sisanya 7 jam 50 menit kita tidur dengan pulas tanpa mimpi.
Saat bermimpi gejala yang bisa kita lihat jelas oleh orang lain adalah pergerakan mata. Dimana mata kita, walau terkatup namun bergerak ke kiri dan ke kanan, ke atas dan ke bawah, seakan-seakan sedang melihat sesuatu, sebuah visualisasi dari pergerakan pikiran proses bermimpi.
Mimpi bukan hanya sekedar bunga tidur. Menurut Freud, mimpi adalah pelurusan jalan pikiran. Dengan bermimpi pikiran yang kusut dan tidak terkoneksi antara satu data dengan data yang lain kemudian menjadi tersambung, memberi kesegaran dan pencerahan baru. Jadi intinya mimpi melakukan perbaikan (recovery).
Mimpi bisa merupakan sebuah tanda, petunjuk, ilham, atau wahyu sekalipun, walaupun banyak orang mengatakan bahwa mimpi hanya sekedar bunga tidur dan tidak berarti. Sesuai dengan namanya mimpi sebagai bunga tidur, sayang sekali rasanya bila bunga tidur itu hanya kita maknai sebagai hiasan, padahal kita tahu bahkan hiasan dinding pun pasti punya makna dan arti tertentu, mengapa kita tidak memaknai bunga tidur kita?.
Dalam memori beragama, kita pasti masih ingat dengan Nabi Ibrahim AS yang mendapatkan perintah kurban dengan proses bermimpi. Kita juga pasti ingat dengan Nabi Yusuf AS, yang bermimpi 7 bintang dan rembulan sujud kepadanya atau keahliannya dalam menafsirkan mimpi?. Kita pun mungkin sering mendengar kisah Nabi Muhammad SAW yang mendapatkan pesan wahyu bukan saja di datangi oleh malaikat, atau mendengar bunyi genta berdengung bertalu-talu, tapi juga melalui proses bermimpi dalam tidurnya. Hingga dengan kisah para nabi seperti diatas kita tidak punya alasan lagi untuk mengabaikan sebuah mimpi.
Bagaimana memaknai mimpi yang terjadi dalam tidur kita?. Seperti halnya Nabi Yusuf AS dan bapaknya Yakub AS menafsirkan mimpi, maka kita yang hidup jaman ini pun punya hak yang sama dalam memaknai mimpi.
Hanya saja pemaknaan mimpi tersebut dapat kita lakukan dengan referensi-referensi yang sudah pernah ada dalam kitab-kitab sebelumnya. Apakah Primbon Mimpi bisa dijadikan patokan dalam menafsirkan mimpi?. Memang banyak yang meragukan dan menganggap itu perbuatan syirik (menyekutukan Allah SWT), namun sebagai referensi yang menafsirkan sebuah tandamengapa tidak!. Dan memang penafsiran mimpi, entah itu karena saran dari seorang ahli atau dari primbon sekalipun layak kita pertimbangkan sebagai sebuah warning atau peringatan, bukan sebagai gagah-gagahan bahwa kita mengetahui sebuah masa depan. Nah...!, kalau kita memaknai mimpi sebagai tanda masa depan lalu menjadikan kita takabur dan bergagah-gagahan maka penafsiran mimpi itu jatuhnya adalah syirik dan membawa kemungkaran. Namun bila mimpi dimaknai sebagai peringatan yang membuat kita waspada dan eling, maka mimpi itu memiliki daya guna yang lebih dan bermanfaat bagi kita. Mimpi yang indah ya....
* Penulis adalah Guru Sejarah SMA Avicenna Cinere
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H