Mohon tunggu...
Abdul Rojak
Abdul Rojak Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah hiburan, menulis adalah pelepasan ide dan gagasan

ABDUL ROJAK, tinggal di Depok, Jawa Barat, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Malin Kundang, Kembalinya si Anak Hilang

28 Oktober 2014   05:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:29 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1414423863497733129

Malin Kundang sama seperti kita, memiliki masa lalu, Sang Ibu. Berasal dari masa lalu, entah itu indah ataupun kelam, masa lalu tetaplah masa lalu. Dia adalah identitas yang akan selalu melekat kemanapun dia pergi. Menapikkannya atau bahkan menepisnya hingga masa lalu jatuh tersungkur, terpuruk dan terluka, pastinya bukanlah sikap dan tindakan yang baik. Masa lalu bisa saja sakit hati, menyimpan dendam dan menyisipkan doa duka lara. Sebuah doa gugatan, doa tentang masa depan yang suram untuk Malin Kundang.

Menurut Edy Utama, seorang pengamat budaya dan pernah menjadi Ketua Umum Dewan Kesenian Sumatera Barat, “Mitos Malin Kundang berakhir dengan sebuah tragedi. Sebuah Chaos, tetapi mungkin juga merupakan sebuah pembebasan budaya dari penjelajahan duniawi yang dilakukan Malin Kundang. Ia menjadi simbol yang tidak lagi mengenal bumi yang melahirkannya. Oleh karena itu, ia kemudian dikutuk sang Ibu sebagai anak yang durhaka, dan kemudian menjadi batu. Malin Kundang kemudian menjadi simbol pembangkangan budaya dan penafian masa lalu. bahkan ia dikutuk secara bersama-sama.”

Al kisah, Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang.


Karena merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Malin memutuskan untuk pergi merantau agar dapat menjadi kaya raya setelah kembali ke kampung halaman kelak.

Awalnya Ibu Malin Kundang kurang setuju, mengingat suaminya juga tidak pernah kembali setelah pergi merantau tetapi Malin tetap bersikeras sehingga akhirnya dia rela melepas Malin pergi merantau dengan menumpang kapal seorang saudagar. Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman.


Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang beruntung, dia sempat bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu sehingga tidak dibunuh oleh para bajak laut.

Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan tenaga yang tersisa, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.


Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya.

Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin yang melihat kedatangan kapal itu ke dermaga melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya.

Ibu Malin pun menuju ke arah kapal. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. "Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tetapi melihat wanita tua yang berpakaian lusuh dan kotor memeluknya Malin Kundang menjadi marah meskipun ia mengetahui bahwa wanita tua itu adalah ibunya, karena dia malu bila hal ini diketahui oleh istrinya dan juga anak buahnya.

Mendapat perlakukan seperti itu dari anaknya ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menyumpah anaknya "Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu".

Cerita selesai sampai di situ, dan biarkanlah imaginasi pembaca meneruskan, akankah doa ibu yang terluka terkabul atau doa hanya tinggal doa, menguap ke udara yang hampa.

Dalam versi yang berbeda, Sang Ibu tidak mengutuk, namun Malin mengutuk dirinya sendiri, karena dalam versi yang berbeda itu, bukan sang Ibu yang terluka namun Malin Kundanglah yang telah dizholimi oleh sang Ibu. Dimana sang Ibu setelah ditinggal Malin, kemudian menikah kembali dengan laki-laki lain. Dan menjanjikan pada suami barunya bahwa dia akan mendapatkan harta yang cukup bila anaknya Malin telah pulang dari rantau. Setelah Malin pulang dan bertemu dengan ibunya yang telah memiliki suami baru, Malin kemudian mulai digregoti oleh ibu dan Ayah barunya, dan hal itulah yang telah membuat Malin tidak tahan dengan keadaan tersebut lalu mengutuk dirinya sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun