Mohon tunggu...
Abdul Rojak
Abdul Rojak Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah hiburan, menulis adalah pelepasan ide dan gagasan

ABDUL ROJAK, tinggal di Depok, Jawa Barat, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filsafat Kesakitan

31 Mei 2011   09:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:01 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sakit demam, dan panas, serta tidak enak badan, bagi anak kecil merupakan batu loncatan untuk menuju tahap “level” yang lebih tinggi atau dalam bahasa sehari-hari disebut, “mau minterin”. Namun bila di periksa secara seksama dengan pendekatan logica dan medica, seorang anak sakit demam dan panas karena gusinya terdorong secara alami untuk tumbuh gigi baru, dan itu menimbulkan penyebab sakit demam dan panas.

Pertumbuhan sesuatu secara alami dalam diri seorang anak telah mengguncang jagat mikro dan jagat makro dalam dirinya. Sang anak kemudian belajar dari kesakitan yang dialaminya, untuk menyikapi hidup. Sebuah hidup yang levelnya dari hari ke hari semakin naik, semakin sukar dan butuh kesabaran dan ketangguhan dalam menghadapi tantangan zaman.

Dan betapa arifnya sebuah filosofi sakit untuk naik level, karena dengan sakit yang mendera, seorang anak hanya diam, mengatur asupan makanan, asupan minuman, menambah suplemen, berobat dan istirahat dengan teratur.

Dalam keteraturan dan keseimbangan sang anak mencoba mengendalikan dirinya, sikapnya, pikirannya dan tingkah lakunya. Lebih dari itu dalam kesakitannya dan diamnya sang anak banyak dihujani doa dan harapan, baik oleh orang tuanya, saudaranya, teman-temannya ataupun tetangganya.

Doa itupun meresap dalam dirinya dan secara reflektif pikiran sang anak, mulutnya pun menyebut nama Tuhan, mengharapkan kesembuhan atas kesakitannya.

Dalam kesakitan ada sesuatu yang sublim, ritual naik level yang sakral. Ada diam, ada keteraturan dan ada pendekatan kepada Tuhannya.

Setelah sembuh, sang anak sudah bermetamorfosis menjadi pribadi yang siap mengahadapi hari baru, hari penuh warna, keceriaan dan tantangan baru.

Bersyukurlah masih di beri sakit, karena sakit kita naik “level”.

* Penulis adalah Guru Sejarah SMA Avicenna Cinere

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun