Mohon tunggu...
Abdul Rojak
Abdul Rojak Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah hiburan, menulis adalah pelepasan ide dan gagasan

ABDUL ROJAK, tinggal di Depok, Jawa Barat, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Menyimak Legenda Roro Jonggrang, Cinta Memang Tak Bisa Dipaksakan

26 Mei 2012   06:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:46 5211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebaik dan sebanyak apapun persembahan cinta dan “taburan bunga” yang diberikan, bila salah satu pasangan  tidak merasakan hal yang sama, maka semua kilauan cinta dan “taburan bunga” tidak lagi berguna. Karena tidak semua kilauan itu adalah emas. Bondowoso dengan sekuat tenaga dan daya membuat seribu candi, namun dia membabi buta padahal sebelumnya Roro Jonggarang sudah tidak mau menerima pinangannya. Dan untuk menggagalkan hasrat dan keinginan Bondowoso, Roro Jonggrang mengajukan syarat yang berat dan muskil, dua Jalatunda dan seribu candi. Ada yang mengatakan bahwa, cerita Roro Jonggrang ini termasuk kategori legenda yang mengandung pesan-pesan moral yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Pesan moral yang dapat dipetik dari cerita ini adalah akibat yang ditimbulkan dari sifat curang dan licik. Sifat ini tampak pada kelicikan Roro Jonggrang dalam menggagalkan usaha Bandung Bondowoso membangun seribu candi agar tidak menikahinya. Akibatnya, ia pun dikutuk menjadi arca oleh Bandung Bondowoso. Kelicikan Roro Jonggrang adalah akibat. Sebab keluarga yang dikasihi dan otoritasnya ditaklukan secara paksa, pertahanan terakhirnya adalah tubuh dan pikirannya. Maka dua hal itulah yang akan dipertahannkan dan dimaksimalkan dengan sebaik-baiknya sampai titik darah terakhir. Alkisah, pada zaman dahulu kala, ada seorang raja yang bernama Prabu Baka yang bertahta di Prambanan. Ia seorang raja yang sakti dan bijaksana. Prabu Baka mempunyai seorang putri cantik yang diberi bernama Roro Jonggrang. Prabu Baka sangat menyayangi putri tunggalnya itu. Sebagai wujud kasih sayangnya kepada putrinya, ia mewariskan seluruh kebijaksanaan dan kepandaian yang dimilikinya. Maka jadilah Roro Jonggrang seorang putri yang cantik jelita dan cerdas. Sementara itu di tempat lain, tersebutlah sebuah kerajaan yang tak kalah besarnya dengan Prambanan, yakni Kerajaan Pengging. Kerajaan itu memiliki seorang ksatria yang sakti bernama Bondowoso. Kesaktian Bondowoso terletak pada senjatanya yang bernama Bandung. Selain itu, Bondowoso juga mempunyai balatentara berupa makhluk-makhluk halus. Jika membutuhkan bantuan, Bondowoso mampu mendatangkan makhluk-makhluk halus tersebut dalam waktu sekejap. Suatu ketika, Raja Pengging bermaksud memperluas wilayah kekuasaannya. Ia pun memerintahkan Bondowoso dan pasukannya untuk menyerang Prambanan. Keesokan harinya, berangkatlah Bondowoso bersama pasukannya ke Prambanan. Setibanya di Prambanan, mereka langsung menyerbu masuk ke dalam istana. Prabu Baka pun tidak tinggal diam. Ia segera memerintahkan pasukannya untuk menahan serangan pasukan Bondowoso yang datang secara tiba-tiba. Pertempuran sengit pun tak terelakkan lagi. Namun karena pasukan Prabu Baka kurang persiapan dalam pertempuran itu, akhirnya pasukan Bondowoso berhasil menaklukkan mereka. Prabu Baka sendiri tewas terkena senjata sakti Bandowoso yang bernama Bandung. Sejak itu, Bondowoso pun dikenal dengan nama Bandung Bondowoso. Setelah Bandung Bondowoso dan pasukannya memenangkan pertempuran itu, Raja Pengging pun mengamanatkan Bandung Bondowoso untuk menempati istana Prambanan. Setelah itu, Bandung Bondowoso pun segera menempati istana Prambanan. Pada saat hari pertama menempati istana Prambanan, ia langsung terpesona melihat kecantikan Roro Jonggrang dan berniat untuk menjadikannya sebagai permaisuri. Pada suatu hari, Bandung Bondowoso menyatakan maksud hatinya kepada Raja Jonggrang. Roro Jonggrang tidak langsung menjawab pertanyaan itu. Ia hanya terdiam dan kebingungan. Sebenarnya, ia amat membenci Bandung Bondowoso karena telah membunuh ayahnya. Namun, ia takut menolak lamarannya karena bagaimana pun juga ia tidak akan sanggup mengalahkan kesaktian Bondowoso. Setelah berpikir sejenak, Roro Jonggrang pun menemukan satu cara untuk menolak lamaran itu dengan cara yang halus. Roro Jonggrang bersedia menerima lamaran itu, tapi Bandung Bondowoso harus memenuhi satu syarat dengan membuatkan seribu candi dan dua buah sumur dalam waktu semalam. Tanpa berpikir panjang, Bandung Bondowoso pun menyanggupinya, karena ia yakin mampu memenuhi syarat itu dengan bantuan balantentaranya. Pada malam harinya, Bandung Bondowoso mengundang balatentaranya yang berupa makhluk halus tersebut. Dalam waktu sekejap, balatentaranya pun datang dan segera membangun candi dan sumur sebagaimana permintaan Roro Jonggrang. Mereka bekerja dengan sangat cepat. Pada dua pertiga malam, mereka hampir menyelesaikan seribu candi. Hanya tinggal tiga buah candi dan sebuah sumur yang belum mereka selesaikan. Roro Jonggrang yang ikut menyaksikan pembuatan candi itu mulai khawatir. Roro Jonggrang kembali berpikir keras dan ia pun menemukan jalan keluarnya. Ia akan membuat suasana menjadi seperti pagi, sehingga para makhluk halus tersebut menghentikan pekerjaannya sebelum menyelesaikan seribu candi. Para Dayang yang masih setia kepadanya kemudian diperintahkan oleh Roro Jonggrang untuk segera bangun dan semua dayang lalu disuruh untuk membakar jerami dan menumbuk padi di lesung, serta menaburkan bunga-bunga yang harum baunya. Tak berapa lama, tampaklah cahaya kemerah-merahan dari arah timur akibat dari pembakaran jerami. Suara lesung pun terdengar bertalu-talu. Bau harum bunga-bungaan mulai tercium. Beberapa saat kemudian, suara ayam jantan berkokok mulai terdengar. Para balatentara Bandung Bondowoso pun segera menghentikan pekerjaannya, karena mengira hari sudah pagi. Mereka pergi meninggalkan tempat pembuatan candi tersebut, padahal kurang sebuah candi lagi yang belum mereka selesaikan. Batu-batu berukuran besar masih berserakan di tempat itu. Melihat balatentaranya akan kembali ke alamnya, Bandung Bondowoso berteriak dengan suara keras agar kembali karena Hari belum pagi. Para makhluk halus tersebut tidak menghiraukan teriakannya. Akhirnya, Bandung Bondowoso berniat meneruskan pembangunan candi itu untuk menggenapi seribu candi. Namun belum selesai candi itu ia buat, pagi sudah menjelang. Ia pun gagal memenuhi permintaan Roro Jonggrang. Mengetahui kegagalan Bondowoso tersebut, Roro Jonggrang segera menemuinya di tempat pembuatan candi itu. Dengan nada mengejek Roro Jonggrang bertanya tentang proses pembuatan candi tersebut pada Bandung Bondowoso. Betapa marahnya Bandung Bondowoso melihat sikap Roro Jonggrang itu. Apalagi setelah ia mengetahui bahwa Roro Jonggranglah yang telah menggagalkan usahanya. Ia pun melampiaskan kemarahannya dengan mengutuk Roro Jonggrang menjadi arca. Berkat kesaktian Bandung Bondowoso, seketika itu pula Roro Jonggrang berubah menjadi arca batu. Sebuah pilihan dari perlawana atas otoritas dirinya yang akan diperkosa secara paksa, walaupun telah bertabur banyak "cinta" dan "bunga". * Penulis adalah Guru Sejarah SMA Avicenna Cinere

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun