Ruyati jelas tidak sendiri, bukan karena Ruyati dan teman-teman (TKI/TKW) nya tidak berpendidikan tinggi, tapi sejarahnya merupakan cermin bangsanya dari sejak dulu sampai dengan sekarang, seperti korupsi yang sudah mendarah daging, sulit sekali untuk merubah mental budak dan korupsi di negeri kita tercinta ini. Bahkan untuk orang-orang yang berpendidikan tinggi di Negara ini, sekelas para pejabat, wakil rakyat atau Presiden sekalipun mental budak itu masih kentara terlihat. Berawal dari pendidikan yang telah dilaksanakan di Indonesia sampai hari ini, terlalu mudah untuk mengatakan bahwa pendidikan kita telah mencetak para budak yang siap pakai. Bukan untuk dihargai dan dihormati tapi untuk ditindas dan dibodohi, sejak zaman Penjajahan Belanda, pendidikan kita adalah pendidikan yang mencetak kita siap pakai sebagai juru tulis dan juru hitung saja, selebihnya adalah budak perasan. Di zaman Belanda dinamakan Rodi, dizaman Jepang disebut Romusha. Bagaimana setelah Indonesia merdeka ? Secara sistematis kita tahu pendidikan di Indonesia adalah pendidikan yang membebani dan membodohkan, semua kita tahu, tapi kita tidak berdaya. Hutang luar negeri telah menekan pemerintah kita, takluk dan tunduk dengan ketentuan dan perjanjian. Banyak yang sadar dengan kebobrokan pendidikan di Indonesia yang menghasilkan generasi bermental lemah, dan juga banyak para pakar pendidikan yang punya gagasan cerdas agar pendidikan Indonesia jadi jauh lebih baik dan mencetak manusia Indonesia seutuhnya, tapi tekanan dari luar negeri dan ketakutan pemerintah telah membuat kita menerima kenyataan pahit ini. Dan sejarah mencatat bahwa Nusantara di perbudak oleh tiga negara luar dan satu dari dalam negeri sendiri yang datang silih berganti dalam sekian jarak waktu. Sehabis Portugis menyisir pesisir, Nusantara (tak hanya pesisir, tapi sekaligus pedalamannya) disabet oleh Belanda, lalu Jepang, dan yang paling anyar adalah Pemerintah Republik Indonesia. * Penulis adalah Guru Sejarah SMA Avicenna Cinere
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H