Mohon tunggu...
Abdul Rojak
Abdul Rojak Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah hiburan, menulis adalah pelepasan ide dan gagasan

ABDUL ROJAK, tinggal di Depok, Jawa Barat, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ruyati adalah Jejak Sejarah Perbudakan Di Indonesia

29 Juni 2011   13:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:04 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ruyati jelas tidak sendiri, bukan karena Ruyati dan teman-teman (TKI/TKW) nya tidak berpendidikan tinggi, tapi sejarahnya merupakan cermin bangsanya dari sejak dulu sampai dengan sekarang, seperti korupsi yang sudah mendarah daging, sulit sekali untuk merubah mental budak dan korupsi di negeri kita tercinta ini. Bahkan untuk orang-orang yang berpendidikan tinggi di Negara ini, sekelas para pejabat, wakil rakyat atau Presiden sekalipun mental budak itu masih kentara terlihat. Berawal dari pendidikan yang telah dilaksanakan di Indonesia sampai hari ini, terlalu mudah untuk mengatakan bahwa pendidikan kita telah mencetak para budak yang siap pakai. Bukan untuk dihargai dan dihormati tapi untuk ditindas dan dibodohi, sejak zaman Penjajahan Belanda, pendidikan kita adalah pendidikan yang mencetak kita siap pakai sebagai juru tulis dan juru hitung saja, selebihnya adalah budak perasan. Di zaman Belanda dinamakan Rodi, dizaman Jepang disebut Romusha. Bagaimana setelah Indonesia merdeka ? Secara sistematis kita tahu pendidikan di Indonesia adalah pendidikan yang membebani dan membodohkan, semua kita tahu, tapi kita tidak berdaya. Hutang luar negeri telah menekan pemerintah kita, takluk dan tunduk dengan ketentuan dan perjanjian. Banyak yang sadar dengan kebobrokan pendidikan di Indonesia yang menghasilkan generasi bermental lemah, dan juga banyak para pakar pendidikan yang punya gagasan cerdas agar pendidikan Indonesia jadi jauh lebih baik dan mencetak manusia Indonesia seutuhnya, tapi tekanan dari luar negeri dan ketakutan pemerintah telah membuat kita menerima kenyataan pahit ini. Dan sejarah mencatat bahwa Nusantara di perbudak oleh tiga negara luar dan satu dari dalam negeri sendiri yang datang silih berganti dalam sekian jarak waktu. Sehabis Portugis menyisir pesisir, Nusantara (tak hanya pesisir, tapi sekaligus pedalamannya) disabet oleh Belanda, lalu Jepang, dan yang paling anyar adalah Pemerintah Republik Indonesia. * Penulis adalah Guru Sejarah SMA Avicenna Cinere

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun