Mohon tunggu...
Abdul Rojak
Abdul Rojak Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah hiburan, menulis adalah pelepasan ide dan gagasan

ABDUL ROJAK, tinggal di Depok, Jawa Barat, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dusta Kampanye Wakil Rakyat dan Presiden

3 Juli 2011   10:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:58 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1309688169109213078

Menurut Erich Fromm, ”tugas terberat orang tua saat ini adalah mengajarkan pada anak-anaknya tentang dusta kata-kata”. Dusta disini bukan hanya sekedar dusta dalam pengertian yang sempit, seperti bohong. Namun dusta disini memiliki makna yang lebih luas seperti memaknai prilaku (figur) seseorang, pergerakan sosial masyarakat, sebuah provokativ media entah itu dari televisi, radio, buku, majalah, komik, leafleat, banner, spanduk, iklan, dst. Memahami dusta kata-kata berarti menafsirkan suatu fakta atau data. Menganalisa dan itu butuh kecerdasan dalam menyerap informasi yang ada, mengolahnya dan mengambil kesimpulan yang bijak sehingga tidak salah ketika melangkah ke depan. Berapa banyak pengalaman hidup sudah di lalui, namun kita selalu terjebak pada pola pikir dan prilaku yang salah, karena kita lebih mudah dibohongi atau bahkan membuka diri untuk didustai. Provokasi yang intensif, kampanye terselubung, situasi yang tidak kondusif, pilihan yang minim, jebakan-jebakan manis, etalase yang menggiurkan, pajangan yang indah tertata rapi, bujukan bonus, dan kenikmatan semu membuat kita tidak sadar, membuat kita terlena terhadap halusinasi, yang pada akhirnya kita tersadar bahwa kita telah di dustai, di bohongi, dan di manipulasi. Seperti misalnya, saat pasangan cinta (pacar) kita berkata ”aku cinta padamu..”, apakah dapat dengan mudah kita menafsirkan bahwa hatinya pun berkata hal yang sama, bisa saja itu lipsing, dusta kata-kata yang terucap dengan mudah sementara hatinya kita tidak tahu, atau kalaupun benar cinta, sampai seberapa besar kadar cintanya. Bukannya kita mau menggugat-gugat cinta dan kadarnya, namun hal ini pun dapat kita refleksikan dalam diri kita sendiri, apakah pernah menyatakan sesuatu padahal hati tidak berucap hal yang sama.

Saatnya kita kini, memahami dusta kata-kata dengan benar, karena sekali kita memilih wakil rakyat dan presiden yang salah, maka kita akan menyesal selama lima tahun kedepan,seperti yang kita alami saat ini.

* Penulis adalah Guru Sejarah SMA Avicenna Cinere

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun