Bukan hanya itu, dalam beberapa ayat yang lain, perintah dan anjuran memaafkan juga disandingkan dengan asma Allah Al-Afuw (Maha Pemaaf) dan Al-Ghaffar (Maha Pengampun). Hal ini bertujuan agar manusia mampu meneladani sifat Allah tersebut. Jika Allah saja sebagai Tuhan semesta Allah berkenan memaafkan kesalahan dan mengampuni dosa hambaya yang sebegitu banyaknya itu, maka pantaskah kita sebagai hamba Allah bersikapa keras hati dan tidak mau memaafkan kesalahan orang lain?
Memaafkan kesalahan orang lain pada dasarnya bukan berarti membuat kita harus selalu mengalah saat ada orang yang menyakiti atau berbuat zalim kepada kita. Al-Qur'an juga memberi kesempatan bagi umat Islam untuk memperjuangkan keadilan secara hukum dengan cara menuntut balas atas kejahatan yang dilakukan orang lain (qishash).
Hal ini dijelaskan juga dalam QS. Al-Baqarah ayat 178 dan QS. Al-Maidah ayat 45. Dalam QS. Asy-Syu'ara ayat 40 juga dijelaskan kebolehan membalas kejahatan yang menimpa hamba itu. Namun lagi-lagi kebayakan di penghujung ayat Al-Qur'an kembali menekankan anjuran untuk memaafkan.
Hal tersebut memberikan kita pilihan agar untuk tetap menuntut balas secara hukum atau memilih memaafkan kesalahan pelaku. Namun Al-Qur'an telah menekankan bahwa memaafkan adalah jalan yang terbaik. Bahkan dalam QS. Al-Maidah ayat 45 Allah memberi reward yang luar biasa kepada orang yang mau melepaskan hak qishasnya (memaafkan) sebagai penebus dosa untuk dirinya.Â
Dalam QS. Asy-Syu'ara ayat 40 juga dijanjikan pahala bagi orang yang tidak membalas kejahatan orang lain. Beberapa ayat tersebut menunjukan betapa indah dan halusnya tuntunan dalam Al-Qur'an untuk menanamkan sikap pemaaf kepada umat Islam.
Urgensi Saling Memaafkan
Banyaknya kata maaf yang terdapat pada Al-Qur'an, menunjukkan pentingnya saling memaafkan dalam kehidupan manusia. Memaafkan menjadi hal yang sangat penting karena dengan kita memaafkan maka kita dapat terhindar dari sifat dendam ataupun kebencian terhadap orang lain. Menghindari kedua sifat ini akan menjauhkan manusia dari konflik terhadap sesama dan mampu menciptakan kedamaian dalam segala aspek kehidupan.
Selain itu, menjadi hamba yang pemaaf juga memiliki banyak manfaat diantaranya adalah membuat hidup dan kehidupan kita menjadi lebih tenang. Orang yang memiliki sikap pemaaf tentu merasa lebih tenang dalam menjalani kehidupannya. Karena ia seakan telah melepaskan segala sesuatu yang diangganya sebagai sebuah beban hidup. Ia tidak lagi terbelenggu dengan rasa dendam ataupun terbebani akibat rasa sakit dari kesalahan orang lain terhadap dirinya itu. Dengan memaafkan luka dalam hatinya juga akan lebih mudah tersembuhkan. Sebab dengan memberi maaf akan membuat kita lebih ikhlas atas segala sesuatu yang terjadi.
Menjadi hamba yang pemaaf juga akan membuat seseorang lebih fokus kepada hal-hal positif. Karena ketika kita belum bisa menjadi hamba yang mampu memaafkan kesalahan orang lain, kita akan terus fokus kepada kesalahan orang tersebut, terus, terus dan terus. Hal itu membuat kita hanya memikirkan hal-hal negative saja dalam menjalani kehidupan. Sehingga pada akhirnya membuat kita sulit untuk berkembang. Alih-alih terus berpikir negatif terhadap kesalahan orang lain. Lebih baik kita memaafkan dan memulai lembaran baru serta fokus kepada hal-hal positif yang menjadikan kebermanfaatan untuk masa depan.
Hal terpenting adalah bahwa menjadi pemaaf akan menjauhkan kita dari sifat pendendam dan pendengki. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa dendam merupakan pemicu dari segala konflik yang akan menimbulkan berbagai permasalahan dalam kehidupan manusia.
Orang yang menyimpan dendam juga hanya akan menghabiskan banyak waktu dan pikiran untuk membalas dendam. Hal ini sangat berpotensi mengakibatkan depresi dan stres pada pelaku. Oleh karena itu, memaafkan dapat kita katakan sebagai terapi untuk menyembuhkan luka hati serta menghindari stres dan depresi.