Sejak digelontorkannya dana desa oleh pemerintah melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (KDPDTT) mulai tahun 2015, merupakan harapan baru bagi masyarakat desa.Â
Kucuran dana tersebut bak air hujan yang mengguyur tanah tandus setelah sekian purnama terjadi kekeringan, meliputi 33 propinsi, 434 kabupaten/kota, 6.453 kecamatan, dan 74.910 desa. Apalagi besaran dana yang begitu fantastis, pada tahun 2015 saja sebesar Rp 20,7 Triliun, tahun 2016 sebesar Rp 46,9 Triliun, kemudian tahun 2017 dan 2018 mencapai Rp 60 Triliun (kemendesa.go.id).
Melihat besaran dana tersebut tergambar dalam benak betapa desa akan memulai babak baru dalam sejarah, karena selama ini desa masih diidentikkan sebagai masyarakat yang kurang berpendidikan, profesi yang tidak variatif, dominasi usia lansia, produktivitas rendah, dan lainnya. Sehingga usia-usia produktif lebih memilih untuk mengais rupiah dan mencari penghidupan di kota.Â
Alhasil, kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya terjadi over population yang rentan menimbulkan masalah sosial.
Melalui regulasi pemerintah UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa serta PP No. 66 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN menjadi bukti komitmen pemerintah untuk hadir membawa lentera dalam rangka pemerataan pembangunan desa.Â
Sehingga mempersempit jurang pemisah kesenjangan kehidupan antara masyarakat pedesaan dan perkotaan. Harapan pemerintah, dana desa dapat digunakan sebesar-besarnya untuk mendukung dan menyokong kegiatan desa, meliputi penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat desa.
Dana Desa dan Asas Usefulness
 Tidak dipungkiri dana menjadi persoalan penting dalam pembangunan desa. Dalam masyarakat sering terdengar celoteh, ada fulus mulus, tak ada fulus mampus atau ra ono biaya, ya biayakan(tidak ada dana, ya kebingungan).Â
Celoteh tersebut mengantarkan pada satu pemahaman bahwa dalam setiap aktivitas apapun, keberadaan dana menempati posisi penting, di samping faktor pendukung yang lain. Maka adanya kebijakan dana desa menjadi angin segar bagi desa untuk memulai perubahan dan pembangunan desa. Dana desa digadang-gadang memiliki asas kebermanfaatan atau daya guna (usefulness) yang tinggi bagi keberlangsungan roda kehidupan masyarakat desa.
Agar asas usefulnessdana desa terjamin dalam pelaksanaannya dan benar-benar sampai ke masyarakat maka diperlukan penyusunan skala prioritas program pembangunan desa apa saja yang perlu didahulukan.Â
Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan regulasi Permendes No. 19 Tahun 2017 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa. Skala prioritas tersebut penting agar dana desa tidak habis hanya untuk keperluan pembangunan infrastruktur saja dan abai terhadap aspek pemberdayaan mamsyarakat. Adapun kebermanfaatan dana desa melalui skala prioritas meliputi empat aspek, yaitu pengembangan produk unggulan kawasan perdesaan (Prukades), pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), pembuatan embung, dan pembuatan Sarana Olahraga Desa (Raga Desa).