Mohon tunggu...
Abdul Ghofur
Abdul Ghofur Mohon Tunggu... Guru - Guru

Penelusur jalan kehidupan, masih mencari makna dan hakikat hidup yang sejati.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Eksistensi Kertas di Era Digital

27 Januari 2018   23:06 Diperbarui: 28 Januari 2018   15:28 3012
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku, bukti kertas tetap eksis di zaman now. (dok. pribadi)

Belakangan ini mengemuka kembali tentang wacana masyarakat tanpa kertas (paperless society) sebagai dampak adanya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat. Istilah paperless society ini pertama kalinya dikenalkan oleh seorang pakar informasi Inggris, Frederick Wilfrid Lancester sekitar tahun 1978. Masyarakat ini mengidealkan agar tidak lagi menggunakan kertas sebagai media tulis, baca, dan pertukaran informasi.

Melihat konteks zaman sekarang tidak dipungkiri bahwa konsumsi masyarakat terhadap kertas relatif menurun. Banyak masyarakat yang dahulunya berlangganan koran, majalah, tabloid, dan lainnya menghentikan langganannya dan beralih kepada media online. Era digital atau sering disebut zaman now dengan internet sebagai penunjang utamanya menjadikan budaya baca, tulis, dan pertukaran informasi melalui kertas beralih pada penggunaan gawai. Lalu apakah ini pertanda bahwa penggunaan kertas telah mencapai masa "kedaluwarsa"-nya?

Buku, bukti kertas tetap eksis di zaman now. (dok. pribadi)
Buku, bukti kertas tetap eksis di zaman now. (dok. pribadi)
Kertas dan Asas Usefulness

Era zaman now menyajikan segala sesuatu yang serba online,dari sekadar ingin tahu kabar berita terbaru, membaca buku, menulis catatan, kebutuhan akan transportasi, makanan, sampai jasa pijat (massages), semua tersaji dalam genggaman. Menurut salah satu lembaga riset pasar e-Marketer, populasi netter (baca: pengguna internet) Indonesia mencapai 83,7 juta orang pada 2014 dan mendudukkan Indonesia di peringkat ke-6 terbesar di dunia, bahkan pada 2017 ini, e-Marketer memperkirakan netter Indonesia bakal mencapai 112 juta orang, mengalahkan Jepang di peringkat ke-5 yang pertumbuhan jumlah pengguna internetnya lebih lamban. Indonesia memang surganya para netter, dari anak-anak, remaja, dewasa, bahkan orang tua. Sehingga menggejala apa yang disebut internet addicts.

Maka tidak dipungkiri dampak penggunaan internet salah satunya sangat berpengaruh terhadap industri media cetak. Hasil survei Nielsen Consumer Media View pada tahun 2017 yang dilakukan pada 11 kota di Indonesia, penetrasi televisi masih memimpin dengan 96% disusul dengan media luar ruang (53%), internet (44%), radio (37%), koran (7%), tabloid dan majalah (3%). Dari hasil survei tersebut diketahui bahwa pengguna media cetak koran, tabloid, dan majalah hanya pada kisaran 10% terpaut jauh dengan pengguna internet yang mencapai 44%. Semua media cetak seakan telah tergantikan dengan kecanggihan teknologi media onlinemelalui fasilitas internet. Namun, apakah zaman now benar-benar bisa disebut sebagai era nir-kertas dan menegasikan penggunaan kebutuhan kertas secara mutlak?

Menilik kompleksnya kebutuhan manusia akan kertas menjadikan kertas selalu hadir dalam setiap aktivitas manusia. Dari sekadar tisu di ruang tamu, undangan, buku-buku, kalender, kartu nama, dan lain sebagainya. Di kantor lembaga resmi pemerintahan, perusahaan, sekolah, dan instansi lainnya kertas menjadi kebutuhan pokok administrasi. Hal ini dikarenakan kertas memiliki asas kebermanfaatan atau daya guna (usefulness) yang tinggi dalam kehidupan manusia. Sehingga posisinya dalam beberapa hal sulit atau bahkan tidak tergantikan.

Berkenaan asas kebermanfaatan kertas dapat penulis jabarkan sebagai berikut: pertama, kertas sebagai media cetak dokumen. Dokumen penting seperti ijazah, transkrip nilai, sertifikat, akta, kartu keluarga, dan lainnya adalah sederet dokumen penting yang membutuhkan kertas sebagai medianya. Belum lagi untuk mencetak buku paket pelajaran sekolah, tugas akhir kuliah (skripsi, tesis, disertasi), laporan kegiatan, laporan pertanggungjawaban, atau bahkan untuk mencetak uang kertas kesemuanya membutuhkan kertas dan belum bahkan tidak tergantikan.

Kedua, kertas sebagai media ekspresi seni. Seni di sini bisa ditinjau dalam arti luas misalnya meliputi seni menulis, menggambar, melukis, membuat sketsa, origami, aksesoris, dan lainnya. Tak jarang seorang penulis profesional menulis ide-ide kreatifnya yang muncul secara spontan melalui secarik kertas sebelum menuangkan dan menjabarkannya melalui tradisi ketik. Seni tulis juga bisa dilihat dalam disiplin ilmu kaligrafi, di mana tulisan indah dalam bahasa Arab misalnya tentu membutuhkan kertas atau kanvas dalam mengekspresikannya. Hal ini juga berlaku bagi para penggiat seni lukis (rupa), designer, kontraktor, dan lainnya, kesemuanya membutuhkan kertas sebagai media awal sebelum eksekusi kerja.

Ketiga, kertas sebagai media cetak tiket dan boarding pass. Berbagai elemen selalu bersinggungan dengan tiket dalam suksesi setiap kegiatan. Mulai dari sekadar tiket parkir, tiket menonton bioskop, konser musik, pertandingan bola, mengikuti seminar, sampai pada masuk wahana tempat wisata, dan lainnya. Juga tiket berlaku pada berbagai jenis transportasi seperti bus, kapal laut, kereta api, pesawat terbang, dan lainnya, untuk kereta api dan pesawat terbang bahkan juga terdapat boarding pass, yaitu dokumen akses yang diberikan oleh pihak maskapai/perusahaan kepada calon penumpang yang telah melakukan proses konfirmasi keberangkatan (check-in).

Keempat,kertas sebagai media promosi. Dalam dunia bisnis, media atau sarana promosi menjadi hal yang urgen. Sebuah perusahaaan akan mampu menjadi besar dan melonjak pendapatannya bila memiliki media pemasaran atau promosi yang bagus, tidak hanya perusahaan tetapi juga sekolah, lembaga pemerintah, lembaga kursus, perguruan tinggi, dan lainnya juga menggunakannya untuk menarik simpati masyarakat. Media tersebut dapat berupa poster, brosur dengan segala variannya seperti leaflet, booklet, flyer, katalog, kartu nama, dan lain sebagainya. Semua media tersebut menggunakan kertas sebagai bahan utamanya, tentunya dilengkapi dengan kemampuan sumber daya desain grafis yang handal dan canggih untuk membuat desain yang menarik dan kekinian.

Kelima, kertas sebagai sarana pembungkus. Fungsi kertas lainnya yaitu sebagai pembungkus barang dan makanan. Pembungkus barang misalnya kado, barang dagang (baik kardus, maupun pelapis di dalamnya), barang yang akan dikirimkan via pos, dan lainnya. Adapun pembungkus makanan misalnya nasi bungkus, jajanan pinggir jalan, seperti martabak, terang bulan, singkong keju, sosis, fried chicken, gorengan, dan lainnya di samping ditempatkan dalam kardus atau plastik tetap membutuhkan kertas minyak atau kertas bekas sebagai alasnya.

Kelima asas kebermanfaatan kertas di atas merupakan aspek penggunaan kertas yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari, ada aspek lain yang tidak semuanya disebutkan secara detail dalam tulisan ini. Jika mencermati uraian di atas dapat dipahami bahwa kertas dengan asas usefulness-nya akan selalu dibutuhkan dalam segala aktivitas manusia di era kekinian (baca: zaman now). Hal ini membuktikan bahwa eksistensi kertas di zaman now dalam beberapa hal bahkan belum atau tidak bisa tergantikan. Kebutuhan kertas sudah menyatu dalam setiap sendi kehidupan manusia, maka diperlukan langkah bijak dan arif dalam pemanfaatannya.

Menggagas Kertas Ramah Lingkungan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kertas merupakan barang lembaran dibuat dari bubur rumput, jerami, kayu, dan sebagainya yang biasa ditulisi atau untuk kertas pembungkus dan sebagainya. Kertas juga dapat diartikan bahan yang tipis, yang dihasilkan dengan kompresi serat yang berasal dari pulp. Serat yang digunakan biasanya adalah alami, dan mengandung selulosa dan hemiselulosa (wikipedia.org).

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa pembuatan kertas berasal dari bahan yang mengandung selulosa, utamanya terdapat pada kayu. Kayu ditebang kemudian dijadikan semacam bubur yang disebut pulp. Pulp adalah hasil pemisahan serat dari tanaman kayu (wood) maupun bukan kayu (nonwood) yang dapat dilakukan secara mekanis maupun kimia. Dari pulp tadi akan diproduksi berbagai jenis kertas dengan kualitasnya masing-masing.

Mengutip data Kementerian Perindustrian, tahun 2016 kapasitas terpasang pabrik pulp di Indonesia mencapai 7,9 juta ton. Kemudian pada tahun 2017, kapasitas terpasang pabrik pulp diproyeksi meningkat 26,5% menjadi sekitar 10 juta ton. Peningkatan kapasitas terpasang di sektor produksi pulp tersebut tentu saja akan berdampak terhadap kebutuhan bahan baku kayu. Tahun 2017 kebutuhan bahan baku akan mencapai 45 juta meter kubik (m3), naik 27,5% ketimbang tahun lalu yang mencapai 35,3 juta m3 (kemenperin.go.id).

Melihat data akan kebutuhan pulp di atas meniscayakan semakin besarnya kebutuhan kayu sebagai bahan dasarnya. Padahal semakin banyak pohon yang ditebang akan berefek pada semakin panasnya suhu bumi yang dikenal dengan pemanasan global (global warming). Hal ini dikarenakan berkurangnya pepohonan hutan yang salah satunya berfungsi sebagai paru-paru dunia yang mendaur karbondioksida yang terlepas di atmosfer bumi. Efek lanjutan dari semakin berkurangnya pepohonan ini akan berdampak secara sistemik terhadap kerusakan lingkungan dan tidak seimbangnya ekosistem.

Melihat konsekuensi akan kebutuhan bahan dasar kertas di atas, maka di zaman now ini diperlukan langkah-langkah bijak agar pemanfaatan kertas minim terhadap eksploitasi hutan secara berlebihan. Di antaranya melalui kegiatan penanaman pohon yang rutin dan optimalisasi hutan produksi untuk memasok kebutuhan kayu. Kemudian diperlukan langkah perbaikan strategi penebangan pohon, sehingga pohon yang ditebang benar-benar sesuai kebutuhan dan tidak asal-asalan.

Di samping itu perlu digagas dan dibudidayakan alternatif bahan pembuat kertas, seperti eceng gondok, daun nanas, batang pisang, kulit singkong, tandan kelapa sawit, dan lainnya yang tentu lebih ramah lingkungan. Maka dari itu diperlukan penelitian dan pengkajian yang lebih mendalam dan mendetail agar bahan-bahan tersebut benar-benar mampu berdaya guna dan mampu diproduksi dalam skala besar. Sehingga sedikit banyak dapat mengurangi penggunaan kayu sebagai bahan utama pembuatan kertas.

Akhirnya, zaman now dengan internet sebagai salah satu garda terdepannya mau tidak mau tidaklah bisa meninggalkan eksistensi kertas secara mutlak dalam kehidupan sehari-hari. Kertas telah menjelma sebagai kebutuhan dasar bagi manusia. Dan yang terpenting adalah bahwa dalam produksi kertas perlu ramah dan bersahabat terhadap lingkungan. Juga diperlukan kebijaksanaan dalam pemanfaatannya, sehingga terhindar dari pemborosan. Berkenaan dengan hal ini, semua pihak hendaknya bersinergi untuk bersama mengkampanyekan tentang pemanfaatan kertas yang ramah lingkungan melalui segala media dan saluran tersedia demi terwujudnya lingkungan yang baik dan sehat. Semoga.

Tulisan juga dapat disimak di sini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun