[caption id="attachment_182974" align="alignleft" width="300" caption="foto koleksi pribadi"][/caption]
Apa yang akan kita lakukan saat dahaga dan lapar? Tentu kita sudah tahu jawabannya, yaitu mencari minuman dan makanan. Saat tubuh kita membutuhkan kedua hal tersebut, kita harus memenuhinya. Kedua hal tersebut sangat penting untuk tumbuh-kembangnya sel-sel tubuh kita.
Tanpa dirasa, dalam setahun saja sudah ribuan kali kita memberikan minuman dan makanan karena tuntutan kebutuhan tubuh. Lantas, pernahkah terpikir oleh kita bahwa otak kita juga memerlukan makanan? Dalam setahun sudah berapa ribu kalikah kita memberi makanan untuk otak kita?
Makanan terbaik untuk otak kita adalah buku. Buku adalah asupan yang sangat bergizi dan akan menjadi pemasok yang sangat berarti sebagaimana vitalnya makanan bagi tubuh kita. Seperti halnya makanan, ada yang bergizi dan ada yang tidak, buku pun demikian.
Oleh karena kandungan nutrisi yang dimasukkan ke otak akan disalurkan pula ke seluruh tubuh, maka kita harus hati-hati dalam memilihnya. Pilihan menu buku-buku yang bergizi dan bermutu tinggi tentu dapat menyehatkan tubuh dan mental. Apalagi jika kita hendak memilihkannya untuk buah hati kita.
Peran Orangtua
Di Indonesia, aktivitas membaca buku dulu pernah menjadi privelese golongan tertentu. Hanya kalangan priyayi saja yang bisa mengakses dan membaca buku. Tapi kini, siapa pun bisa melakukannya selama ia menginginkannya. Kendati begitu, membaca buku masih belum menjadi budaya di negeri kita.
Minat baca anak sejatinya sudah bisa dipupuk sejak dini, tanpa harus menunggunya bisa membaca atau dewasa. Dimulai dengan membacakan buku dongeng kepada anak saat memangkunya, kita dapat memperkenalkan satu demi satu huruf. Ini mungkin setali tiga uang dengan pesan penulis Transforming a Rape Culture, Emilie Buchwald, "Anak-anak disulap menjadi pembaca di pangkuan orangtua mereka".
Masa anak-anak ini merupakan masa emas untuk menanamkan sebuah kebiasaan, dan kebiasaan ini akan terbawa hingga kelak ia tumbuh dan berkembang menjadi dewasa bahkan orangtua. Apabila kebiasaan ini sudah tertanam kuat pada dirinya, ia akan merasa ada yang hilang jika sehari saja tidak melakukannya. Aktivitas membaca pun menjadi kebutuhan.
Namun demikian, ada hal penting yang perlu diketahui agar upaya pembiasaan tersebut berjalan efektif dan mangkus dengan harapan kita. Sebelum upaya pembiasaan itu diterapkan, seyogianya kita sebagai orangtua mengetahui tahapan-tahapan kemampuan membaca anak berdasarkan usianya hingga dia menemukan hobinya sendiri.
Pertama, usia 0–6 tahun. Pada rentang masa ini anak mulai menyadari bunyi-bunyi huruf dan mengenali huruf-huruf alfabet. Buku-buku yang menarik untuk usia ini adalah buku cerita bergambar yang sederhana. Aktivitas membaca secara teratur pada tahap ini harus disokong oleh suasana yang menyenangkan. Dengan begitu, anak-anak akan terbiasa dan merasakan membaca buku sebagai aktivitas yang menyenangkan.
Kedua, usia 6–7 tahun. Pada tahap ini anak-anak sudah dapat menghubungkan antara suara dan huruf, antara tulis dan lisan. Pada usia ini anak mulai membaca buku bacaan sendiri. Kendati aktivitas membacakan buku cerita bergambar dikurangi, tetap saja ia perlu diajak untuk membaca bersama kita. Kita perlu mendampinginya, di samping juga memberikan teladan dalam membaca buku.
Ketiga, usia 7–8 tahun. Pada tahap ini kemampuan membaca anak sudah meningkat. Pembendaharaan kata yang diserapnya juga semakin banyak. Membacakan buku-buku yang menggunakan bahasa lebih rumit, di atas buku-buku tahap sebelumnya, bisa dilakukan agar keterampilan anak-anak dalam membaca lebih meningkat.
Keempat, usia 9–14. Pada tahap ini anak biasanya membaca buku untuk mendapatkan ilmu pengetahuan baru. Bedanya, anak sudah mulai terlihat kecenderungannya. Biasanya anak lebih suka buku-buku yang berkaitan dengan minat atau hobinya. Jika kita menyediakan buku-buku yang berhubungan dengan minat anak, tentu saja semangatnya untuk membaca semakin bertambah.
Memang, membuat anak mencintai buku bukanlah hal yang mudah. Namun, bukan berarti hal itu mustahil dilakukan, bukan? Dibutuhkan pembiasaan, kesabaran, dan komitmen antara ibu dan ayah sebagai orangtua untuk mewujudkannya. Membuat anak mencintai buku merupakan investasi terbaik bagi setiap orangtua. Dari sanalah anak kita akan belajar banyak hal untuk bekal hidup di kemudian hari. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H