Mohon tunggu...
Aziz Safa
Aziz Safa Mohon Tunggu... Programmer - editor dan operator madrasah

jika hidup mempunyai arti yang beragam, tentunya bahagia juga tak bermakna tunggal

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Menghapus Jejak

25 Februari 2011   06:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:17 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_91181" align="aligncenter" width="350" caption="muara Kaliopak (dok: aziz safa)"][/caption]

Pagi, tepat pukul 6, Ghufran dan Ghafir berjalan menyusuri pantai. Tujuan mereka adalah muara, tempat sungai dan laut bertemu. Selama dalam perjalanan, mereka sering berselisih pendapat. Karena merasa tersinggung dengan pernyataan Ghafir, Ghufran marah dan menampar pipi Ghafir.

“Huh, tega-teganya kau menamparku, Ghuf! Semarah apa pun, bapakku nggak pernah melakukan hal itu!” rutuk Ghafir. Ghafir sakit hati. Tanpa berkata-kata, dengan jari telunjuknya Ghafir kemudian menuliskan kekesalannya itu di pasir dengan huruf  kapital:

HARI INI TEMAN TERBAIKKU TELAH MENAMPAR PIPIKU.

Kendati berselisih paham, mereka terus berjalan beriringan sampai mereka menemukan sebuah muara sungai. Sesampai di tempat itu, mereka memutuskan untuk mandi di tepian muara. Saat melepas baju, tiba-tiba Ghafir terjerembab ke air dan terseret arus. Ghufran pun berusaha sekuat tenaga menyelamatkannya. Beberapa saat setelah diselamatkan, Ghafir pun menulis sesuatu di atas batu:

HARI INI TEMAN TERBAIKKU TELAH MENYELAMATKAN HIDUPKU.

Melihat itu, Ghufran pun bertanya, “Setelah aku menamparmu tadi, kau menulis di pasir dan sekarang, kamu menulis di atas batu, kenapa?” Ghafir menjawab, “Ketika seseorang menyakiti kita, kita harus menuliskannya di pasir. Kelak, angin dan ombak pengampunan dapat menghapusnya tanpa jejak. Tapi, ketika seseorang melakukan kebaikan untuk kita, kita harus mengukirnya di batu. Sebab, takkan ada angin dan ombak yang bisa menghapusnya.” "Maafkan aku, Saudaraku!" ucap Ghufran seraya merangkul Ghafir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun