Mohon tunggu...
Abdul Aziz
Abdul Aziz Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

manusia normal yang rajin dan suka menabung

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

"Dian yang Tak Kunjung Padam": Kisah Cinta dan Kritik Sosial di Era Kolonial

8 November 2024   09:02 Diperbarui: 8 November 2024   09:15 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Dalam khasanah sastra Indonesia, novel "Dian yang Tak Kunjung Padam" karya Sultan Takdir Alisjahbana berdiri sebagai monumen pemikiran progresif pada awal abad ke-20. Karya yang diterbitkan tahun 1932 ini tidak sekadar menceritakan kisah cinta, melainkan menghadirkan potret kompleks pergolakan sosial dan intelektual masyarakat Indonesia pada masa kolonial.

Latar Belakang Sosial

Tokoh utama novel, Yasin, adalah representasi kaum terpinggirkan namun bertalenta. Sebagai seorang anak yatim, ia membawa semangat pembebasan melalui pendidikan dan pemikiran kritis. Kontras dengan latar belakangnya, Molek hadir sebagai perempuan bangsawan yang terkungkung oleh tradisi dan ekspektasi sosial ketat yang mengelilinginya.

Pertentangan Tradisi vs Modernitas

Konflik utama novel terletak pada pergulatan pemikiran antara Yasin dan Molek. Yasin mewakili gelombang pembaharuan, memandang maju dengan cara berpikir kritis dan visioner. Ia tidak menerima status quo dan berambisi mengubah tatanan sosial yang dianggapnya membatasi potensi manusia.

Molek, di sisi lain, berada pada simpang jalan. Sebagai perempuan bangsawan, ia dihadapkan pada dilema antara mempertahankan tradisi keluarga atau mengikuti pemikiran progresif yang dibawa Yasin. Perjalanan karakternya menggambarkan pergulatan batin seorang perempuan cerdas yang mencoba membebaskan diri dari belenggu konvensional.

Kritik Sosial dalam Balutan Kisah Cinta

Sultan Takdir Alisjahbana dengan cemerlang menjadikan kisah cinta Yasin dan Molek sebagai medium kritik sosial. Novel ini secara subtil namun tajam mengupas persoalan:

1. Keterbatasan Gerak Perempuan

2. Diskriminasi Kelas Sosial

3. Pentingnya Pendidikan sebagai Alat Transformasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun