Melakukan pensertipikatan tanah merupakan hal yang wajib bagi setiap orang maupun badan usaha yang memiliki hak atas tanah tersebut, namun yang menjadi permasalahannya adalah biaya melakukan pensertipikatan tanah membutuhkan dana yang tidak sedikit. Termasuk bagi badan usaha yang pengelolaan anggarannya dibatasi oleh negara.
Salah satu contoh perusahaan BUMN yang memiliki kendala adalah PT. Kereta Api Indonesia yang memiliki banyak sekali peninggalan aset yang telah dinasionalisasi dari perusahaan Belanda pada waktu itu. Nasionalisasi berupa pembayaran ganti rugi atas semua aset-aset perusahaan Belanda pada masa itu yang kini semua aset tersebut telah resmi menjadi milik pemerintah Indonesia kemudian pengelolaanya diserahkan kepada PT. KAI (Persero).
Sebagai penyedia jasa transportasi publik yang memiliki 9 daerah operasi dan 4 divisi regional yang berada di wilayah Sumatera dan Jawa tentu bukan hal yang mudah melakukan pengelolaan terhadap semua aset-asetnya, apalagi dalam melakukan sertifikasi aset berupa tanah bukanlah hal yang mudah terutama dalam masalah biaya. Namun sesuai aturan yang sudah ada semua tanah-tanah PT. KAI tersebut  kepemilikanya dapat dibuktikan dengan Grondkaart. Seperti halnya disampaikan oleh M Noor Marzuki M Noor Marzuki (eks. Sekjen BPN) yang saat ini menjabat sebagai staf khusus di Kementerian Pertahanan. Dalam FGD di Lampung yang diselenggarakan di Grand Elty Krakatoa, Lampung Selatan, pada Rabu 29 Agustus 2018 lalu, beliau menyampaikan bahwa Grondkaart itu sudah final dan ini bisa dijadikan sebagai alat bukti kepemilikan lahan, bahkan Grondkaart tersebut bisa digunakan sebagai dasar untuk mensertipikatkan lahan karena semua sudah tergambar jelas didalamnya, Grondkaart sendiri memiliki kekuatan hukum materi dan administrasi serta telah ditandatangani oleh para pejabat berwenang pada saat itu.
Dikutip dari Cirebonradio.com ketua komisi 1 DPRD Kota Cirebon Cirebon Handarujati Kalamullah mengangap Grondkaart yang dimiliki PT. KAI (Persero) bukan kepemilikan yang sah. Dari pendapat DPRD tersebut membuat kita menggelengkan kepala karena jika semua aparat negara yang ada tidak paham mengenai aturan pertanahan dan sejarah pertanahan tentu saja dapat membuat semua BUMN dan pemerintah kehilangan semua aset-asetnya.
Anehnya Ketua Komisi 1 DPRD Kota Cirebon Handarujati Kalamullah memberikan pernyataan bahwa dalam melakukan pengosongan rumah tanpa dasar sertipikat dianggap ilegal dan melawan hukum.
Jika memiliki bukti kepemilihan lahan berupa Grondkaart saja dibilang melanggar hukum, lalu bagaimana dengan menepati lahan tersebut tanpa memiliki dasar kepemilikan sama sekali, apakah itu tidak melangar hukum. Tentunya seorang DPRD harus bisa adil dalam mengambil keputusan jangsn sampai keputusan yang diambil merugikan pihak yang benar.
Melakukan pensertipikatan tanah tentunya semua harus dilandasi dengan dasar yang kuat, mualai darimana tanah itu berasal, apakah tanah tersebut diperoleh dari beli? Tanah negara bebas atau alasan lain yang dapat memperkuat tentang status kepemilikan lahannya. Dalam Grondkaart sendiri semuanya sudah jelas karena didalamnya telah dituliskan secara lengkap tentang pembebasan lahan tersebut dan gantiruginya pun telah jelas dituliskan didalamnya.
Legalitas Grondkaart itu semakin kuat dengan adanya putusan Rakernas BPN tahun 1991 di Bandung dengan tambahan dua poin tambahan yang dapat dijadikan sebagai yuris prodensi untuk melengkapi aspek yuridis kekuatan hukum Grondkaart bahwa tanah-tanah yang terurai dalam Grondkaart merupakan aktiva tetap Perumka (PT. KAI). Yang mana semua itu diperkuat dengan adanya surat Menteri Keuangan Kepada Kepala BPN No. S-11/MK.16/1994 tanggal 24 Januari 1995 yang menyebutkan bahwa Grondkaart merupakan alat bukti kepemilikan aset oleh perumka yang mana saat ini telah berubah namanya menjadi PT. KAI (Persero).
Dari data tersebut tentunya sudah memperkuat dan semua orang BPN harusnya tau mengenai tentang Grondkaart tersebut, dan yang perlu digaris bawahi adalah pelepasan lahan yang dapat dibuktikan dengan Grondkaart tidak dapat dipindah tangankan kecuali langsung dari Kementerian Keuangan RI.
Berdasarkan data yang berhasil kami himpun, lahan PT. KAI (Persero) di DAOP 3 Cirebon memiliki luas kurang lebih 13.477.000 meter persegi dan luas tanah yang telah disertipikatkan adalah 11.260.996 meter persegi. Tentunya dari data tersebut lahan PT. KAI DAOP 3 Cirebon yang belum memiliki sertipikat hanya sebesar 17% dari jumlah keseluruhan.
Dari permasalahan yang ada ini sebaiknya semua aparatur negara harus memiliki sedikit pengetahuan tentang sejarah pernahan yang ada di Indonesia kalaupun tidak paham sebagaiknya menanyakan ke pakar-pakar yang mengetahui tentang sejarah hukum yang ada di Indonesia, jangan sampai keputusanya tersebut menjadi boomerang yang dapat menghilangkan asset-aset negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H