Konflik pertanahan di Indonesia memiliki banyak sekali permasalahan, dari yang sederhana hingga yang rumit, mulai dari warga dengan warga, lembaga dengan lembaga bahkan warga dengan pemerintah.Â
Salah satunya yang saat ini sedang ramai menjadi perbincangan masyarakat Lampung. Ketidakpahaman dari seorang bernama Andi Surya yang saat ini menjabat menjadi salah satu perwakilan anggota dewan dari Lampung membuat masyarakat semakin beringasan dan mencoba melanggar hukum yang ada.
Ketidakpahaman Andi Surya dalam menafsirkan peraturan pertanahan dengan Undang-undang Perkeretaapian Tahun 2007 itu adalah kesalahan besar yang membuat masyarakat semakin berani dan ingin merampas aset perusahaan negara.
 Senator asal Lampung tersebut menyampaikan bahwa lahan milik kereta api itu hanya 6 meter kiri dan kanan rel, sedangkan dalam sosialisasi keselamatan perkeretaapian yang digelar oleh Edi Nursalam selaku Direktur Keselamatan Perkeretaapian Ditjen Perkeretaapian Kemenhub menyatakan bahwa 6 meter kiri dan kanan rel kereta api tersebut adalah batas aman untuk prasarana dan prasarana untuk keselamatan perkeretaapian seperti halnya peraturan-peraturan lainya seperti Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang LLAJ, Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian, Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2009 Tentang LLAKA, Peraturan Mentri Perhubungan No. PM 36 Tahun 2011 Tentang Perpotongan dan/atau Persinggungan antara jalur KA dengan Bangunan Lain, yang mana semua itu adalah untuk keselamatan kereta api bukan menunjukan kepemilikan lahan milik PT. KAI (Persero).
Kesalahhan tafsir UUPA Tahun 1965 dari Andi Surya yang menyatakan bahwa tanah kereta api tidak di konfersi sehingga statusnya kini menjadi tanah negara bebas adalah kesalahan yang sangat besar. Menurut sejarah yang ada di Indonesia semua tanah BUMN dan tanah pemerintah Indonesia semuanya telah di nasionalisasi pasca Indonesia merdeka, semua tanah tersebut sudah dilakukan ganti rugi pembayaran sehingga statusnya menjadi tanah pemerintah yang mana semua itu dapat dibuktikan dengan adanya Grondkaart dan dokumen pelengkapnya, mengenai batas-batas tanahnya semua juga sudah diuraikan di dalam Grondkaart (Berdasarkan Pengumuman Menteri Perhubungan No. 2 Â tanggal 6 Januari 1950).
Seperti yang disampaikan M. Noor Marzuki selaku pembicara di dalam  FGD yang diselengarakan di Grand Elty Krakatoa, Lampung Selatan (29/8/18) bahwa Grondkaart itu sudah final dan menjadi salah satu bukti kepemilikan aset negara.Â
Grondkaart sudah jelas, karena didalamnya disebutkan juga batas-batas kepemilikan lahan, serta juga terdapat tanda tangan pejabat yang berwenang pada masa itu. Grondkaart juga memiliki berita acara pembebasan lahan dan diukur dan dibuatkan surat resmi oleh Kadaster (BPN jaman Kolonial).
Eks Sekjen Badan Pertanahan Nasional tersebut juga menyatakan bahwa Grondkaart dapat digunakan sebagai dasar pemilik lahan mensertifikatkan lahan, sebab semua sudah jelas tergambar pada grondkaart, serta memiliki kekuatan hukum materi dan administrasi yang telah disahkan dan ditandatangani oleh para pejabat yang berwenang pada saat itu.
Grondkaart juga diakui oleh Kementerian Keuangan dengan suratnya kepada BPN No. S-11/MK.16/1994 tanggal 24 Januari 1995 yang menyebutkan bahwa Grondkaart merupakan alas bukti kepemilikan asset Perumka dan pelepasan lahan tersebut hanya bisa dilakukan oleh Kementerian Keuangan, yang mana seperti yang kita ketahui bahwa Perumka saat ini telah berubah menjadi PT. KAI (Persero).
Melihat semua peraturan yang ada tersebut sudah jelas bahwa mayoritas lahan milik kereta api peninggalan zaman Kolonial Belanda yang sekarang adalah semua lahan yang dapat dibuktikan dengan Grondkaart, dan mengenai pelepasan lahan tersebut hanya bisa dilakukan langsung oleh Kementerian Keuangan. Sehingga masyarakat yang sudah memiliki sertifikat diatas lahan Grondkaart tersebut dapat dibatalkan. Pembatalan sertifikat dapat menggunakan berbagai cara yakni melalui Pengadilan Negeri atau melalui PTUN.
Jadi peraturan sudah sangat jelas menyebutkan bahwa lahan yang beralaskan Grondkaart di akui, namun anehnya senator asal Lampung bernama Andi Surya tersebut terus kekeh memberikan berbagai pandangan negatif dan menyerang perusahaan negara dengan menjanjikan bahwa masyarakat dapat memiiki lahan tersebut. Seharusnya sebagai aparatur negara yang dibayar oleh negara wajib menjaga aset-aset negara .