jamaah haji adalah tentang gelang identitas jamaah haji. Gelang yang berbahan monel itu sering dikatakan sebagai gelang termahal. Meskipun tidak terbuat dari bahan emas atau berlian tetapi harganya mencapai hampir seratus juta.  Betulkah demikian? Tentu tidak. Gelang ini secara candaan dikatakan gelang termahal karena untuk memperolehnya jamaah harus membayar ONH 95 jutaan pada tahun 2024 ini sesuai ketetapan DPR.Gelang haji telah digunakan oleh jamaah haji Indonesia sejak lama dan menjadi ciri khas yang membedakan  mereka  dari jamaah haji negara lain.  Gelang haji bertuliskan beberapa identitas penting jamaah seperti nama, nomor pasport , asal embarkasi dan kloter keberangkatan. Pada gelang haji ada tanda warna yang  berbeda untuk tiap embarkasi. Untuk jamaah embarkasi Solo misalnya  berwarna coklat. Kami dari embarkasi Solo dengan penerbangan kloter 90 SOC dipakaikan gelang tersebut saat tiba di embarkasi  bersamaan dengan penerimaan uang living cost sebesar SAR 750. Petugas yang memakaikan gelang ini berpesan agar jamaah tidak pernah melepaskannya.
Salah satu anekdot yang sering diucapkan olehKeberadaan gelang ini sangat bermanfaat ketika jamaah terpisah dari rombongan atau tersesat atau situasi darurat lainnya. Ketika seorang jatuh sakit misalnya, maka yang dilihat pertama kali oleh petugas  adalah identitas yang melekat padatnya. Saat itu ada teman jamaah yang jatuh pingsan dan dibawa oleh petugas ke klinik darurat. Kebetulan tas yang berisi kartu identitas jamaah tersebut dibawa oleh orang lain, maka petugas mendata identitasnya dari gelang yang ada di tangannya.
Sebenarnya tidak hanya gelang yang menjadi ciri khas jamaah haji Indonesia. Ciri khas lain yang sangat kentara dari jamaah haji  Indonesia adalah tas pasport. Tas pasport jamaah haji Indonesia tahun ini berwarna hitam ada tulisan haji Indonesia 2024 dan identitas nama jamaah dan  kloter. Jamaah haji Indonesia termasuk sangat disiplin dalam membawa tast pasport ketika keluar hotel, terutama ketika beribadah di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Kita dengan mudah mengenal jamaah haji Indonesia dari tas yang dicangklongnya. Jamaah haji Malaisyia sebenarnya memiliki tas pasport yang mirip, tapi dengan warna yang berbeda yaitu oranye.
Tas pasport atau tas cangklong lainnya yang ada identitas hajinya ternyata jadi penanda bagi petugas keamanan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Saya sering menyaksikan banyak jamaah yang diperiksa isi tasnya jika tidak ada atribut hajinya. Hal itu juga dialami salah satu teman jamaah. Beberapa kali saya juga menyaksikan jamaah yang tidak boleh masuk ke dalam Masjidil Haram dan Masjid Nabawi karena tidak ada atribut haji padanya dan diipersilakan shalat di area halaman.
Penanda identitas jamaah haji Indonesia sebenarnya tidak hanya gelang dan tas pasport. Panitia haji Indonesia juga membekali setiap jemaah  dengan kalung identitas (ID Card). Kartu tersebut berisikan informasi lebih lengkap tentang jamaah, mulai dari tanggal keberangkatan, kloter, nama ketua kloter dan nomer telpon, nama hotel tempat menginap selama di Makkah dan Madinah hingga tanggal kepulangan. Data-data tersebut dapat diketahui dengan memindai QR Code yang ada di dalamnya.
Meskipun bekal identitas yang diterima oleh jamaah haji sangat lengkap, tetapi jika jamaah tidak disiplin membawanya berpotensi dapat masalah. Saat awal saya tiba di hotel Mekkah dan mengurus kunci kamar rombongan, saya mendapati seorang ibu manula yang kebingungan. Saya pun menghampirinya dan melontarkan pertanyaan, " Ibu rombongan berapa?" Dia tidak menjawab sepatah kata pun dengan wajah yang masih kebingungan. "Ibuk kesasar?", lanjutku memaksanya menjawab. Ia pun kemudian menganggukkan kepala. Setelah saya tenangkan ia mulai mau mengobrol. Ia bercerita kalau tadinya keluar dari hotel untuk melilihat-lihat suasana di luar hotel. Setelah masuk kembali, ternyata bukan hotelnya.
Saya yakin ibuk itu hotelnya tidak jauh. Tapi masalahnya ia tidak bisa menyebutkan nama hotelnya. Ketika ditanya asal kabupatennya ia juga tidak bisa menyebutkannya. Ia menyebutkan nama daerah yang kemungkinan nama desa atau kecamatan tetapi saya dan petugas yang ada di situ tidak mengenalnya. Setelah dilihat gelangnya, diketahui ia dari kloter SOC atau embarkasi Solo tetapi bukan maktab 99. Karena petugas yang ada di hotel itu hanya punya data kloter maktab 99 naka ibuk itu diminta menunggu untuk dicarikan info setelah petugas selesai memberikan layanan kedatangan jamaah di hotel tersebut.
Dalam penyelenggaraan haji tahun 2024 ini pemerintah Arab Saudi melakukan beberapa terobosan untuk meminimalisir keberadaan jamaah haji illegal atau tidak resmi. Di antara terobosan atau Inovasi tersebut adalah dikeluarkan lnya kartu nusuk untuk setiap jamaah. Kartu  yang memiliki barcode dan QR code ini ketika dipindai (discan) akan diketahui data-data jamaah haji tersebut. Seperti nama, foto, tempat tanggal lahir, nomor visa dan provider yang menerbitkannya, serta lokasi pemondokan jemaah di Mekkah.
Pada awalnya kartu ini digembar-gemborkan sebagai "kartu sakti" yang harus dimiliki dan  selalu dibawa oleh jamaah haji. Petugas tidak akan mengizinkan orang yang tidak menunjukkan kartu ini saat memasuki tempat-tempat pelaksanaan ibadah. Petugas juga menghalau setiap orang yang masuk Makkah tanpa kartu ini. Di awal kedatangan kami, santer diisukan banyak jamaah yang diangkut keluar Makkah saat berada di luar hotel tanpa kartu nusuk.
Namun kenyataan yang kami alami tidak seheboh yang diinfokan. Saat tiba di tanah suci ternyata jamaah tidak langsung mendapatkan kartu nusuk tapi menunggu beberapa hari untuk mendapatkannya. Setelah petugas maktab membagikan kartu tersebut, ternyata masih ada beberapa jamaah yang tercecer belum keluar kartunya. Para jamaah yang belum mendapatkannya pun sempat khawatir. Namun melalui group WA, pihak maktab meminta jamaah untuk tenang dan sebagai antisipasi jamaah diminta mengunduh visa elektronik yang dapat ditunjukkan kepada petugas saat dibutuhkan.
Setelah mendapatkan kartu nusuk, jamaah diarahkan untuk menaruh kartu tersebut di kantong bagian depan tas pasport. Tas pasport ini hendaknya selalu dibawa oleh jamaah saat  ke luar hotel dan hendaknya selalu melekat pada dirinya. Biasanya, saat di Masjidil Haram,  ketika jamaah sudah membawa tas pasport dengan identitas yang memang terlihat cetar, petugas tidak lagi melakukan pengecekan kartu nusuk. Saya dua kali melihat petugas Masjidil Haram melakukan pengecekan kartu nusuk. Tidak semua jamaah dicegat untuk dicek. Umumnya yang di cegat adalah jamaah yang tidak membawa tas yang beratribut haji. Jamaah dari kawasan Arab dan Afrika terlihat banyak yang tidak membawa atribut tersebut.